Mohon tunggu...
Dwi Wulandari
Dwi Wulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN GUSDUR

Selanjutnya

Tutup

Nature

KKN 60 UIN Gusdur Tinjau Pemanfaatan Kincir Air Sebagai Energi Mandiri di Desa Sidoharjo

29 November 2024   10:30 Diperbarui: 29 November 2024   08:50 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KKN 60 UIN Gusdur Tinjau Pemanfaatan Kincir Air Sebagai Energi Mandiri di Desa Sidoharjo

Senin, 26 November 2024, mahasiswa KKN 60 Kelompok 28 UIN Gus Dur melakukan tinjauan ke Desa Sidoharjo untuk mempelajari dan memahami pemanfaatan kincir air sebagai solusi energi mandiri sebelum adanya listrik PLN pada tahun 2018. Masyarakat desa memanfaatkan kincir air yang menggunakan aliran sungai untuk menghasilkan daya listrik minimal 150 watt per unit, cukup untuk kebutuhan dasar rumah tangga. Teknologi sederhana ini menjadi solusi yang sangat membantu masyarakat di masa lalu.

Kincir air pertama kali diperkenalkan oleh seorang perantau dan sejak itu menjadi pilihan utama warga. Dengan biaya pembuatan sekitar Rp3 juta dan waktu pengerjaan sekitar tiga hari, kincir ini mampu bertahan hingga lima tahun dengan perawatan rutin, seperti pelumasan oli kental dan penggantian komponen yang aus, seperti sepol dinamo atau kelindeng.

Meski listrik dari PLN telah masuk sejak 2018, kincir air tetap menjadi solusi andalan bagi sebagian warga Desa Sidoharjo. Hal ini disebabkan oleh seringnya pemadaman listrik yang berlangsung selama berjam-jam setiap hari, sehingga banyak warga mempertimbangkan penggunaan kincir air sebagai sumber energi alternatif.

"Kami melakukan tinjauan ke kincir air yang masih digunakan warga. Teknologi ini dulu menjadi solusi utama masyarakat sebelum listrik masuk ke desa," ujar salah satu mahasiswa KKN 60 UIN Gusdur Kelompok 28.

Kinerja kincir air sangat bergantung pada debit air sungai. Jika aliran sungai deras, kincir dapat berputar optimal dan menghasilkan daya listrik yang cukup. Namun, jika debit air menurun, kinerja kincir ikut terganggu. Tantangan lainnya adalah perawatan, seperti mengganti bagian yang rusak atau membersihkan talang air agar aliran tetap lancar.

Saat ini, empat kincir air di Desa Sidoharjo masih aktif digunakan, menjadi bukti ketahanan teknologi tradisional yang terus relevan. Melalui tinjauan ini, mahasiswa KKN 60 berharap masyarakat terus melestarikan teknologi ini sebagai bagian dari sejarah dan kearifan lokal Desa Sidoharjo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun