Lihatlah rumput itu, rumput yang selalu meghalangi pandangan. Bukan itu hakikinya. Dulu, mendelik matapun kian nanar, sesumbar matapun tak sanggup mengedipkan tanda suka akan kehadiranmu.
Bukankah itu adanya?
Yang selalu menghalangi diantara hamparan bebatuan, tanah walau gersang menghampiri?
Disana aku ada...itulah aku, ilalang...
Harapan hidup dari segala nuansa alam yang bertahan dari rerimbunan akar kehidupan lainnya yang senantiasa dinanti dan dilalui. Namun disanalah aku berdiri.Â
Angkuhkah aku ?Â
tidak, hanya untuk mengukuhkan akarku saja. Pongahkah aku ? tidak, hanya mendongakkan kepalaku saja diantara lalu lalang yang menghalangi jalanku, meski itu selalu tertepis.
Yachh Akulah Ilalang...
aku bertahan ada dari liukan angin yang siap menghempaskan. Terhempaskah aku? Tidak....Jalinan yang erat dan kuat selalu mencuatkan harapan yang terpaut. Sekeras apapun hembusan angin  aku tetap tegak dan  kembali seperti adanya.
Ilalang....itulah disana.Â
Laksana mata  yang terhalangi namun dapat melindungi meski terbabas dan berbatas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H