Sebuah prosa…
Apa aku keterlaluan?
Bertahun-tahun aku hidup, menikmati setiap karunia Tuhan. Tapi aku seperti berjalan tanpa tujuan. Aku seperti buta, buta akan setiap kesempatan. Buta akan setiap kebahagiaan yang aku dapatkan. Aku baru tersadar sebenarnya aku tak pernah bersyukur. Terutama pada sebuah karunia bernama “cinta”. Aku terlalu sibuk memikirkan bagaimana membuat orang jatuh cinta padaku tanpa pernah menyadari setiap cinta yang datang dari orang-orang yang ada di dekatku yang setia menemaniku yang tulus menyayangiku. Aku terlalu larut pada pencarian “cinta” yang tak ku dapatkan dari sebuah keluarga. Padahal bukan hanya aku yang mungkin merasakannya tapi jutaan orang di luar sana.
Aku selalu merasa seolah-olah aku lah orang paling merana dan menyedihkan yang haus kasih sayang. Aku hidup seperti itu.
Satu hal yang benar-benar membuatku sadar adalah bahwa memberikan kebahagiaan kepada orang lain, membagi cinta dan kasih sayang kepada orang lain, membantu orang lain, memahami dan mengerti orang lain adalah bentuk dari “cinta”ku pada mereka dan aku senang melakukannya.
“cinta” itu berarti memberi, ya itu benar.
Kali ini aku tidak ingin patah hati, aku tidak ingin cintaku bertepuk sebelah tangan, aku menginginkannya, dan aku akan sangat merasa kehilangan jika tak bisa melihatnya ada di sisiku, dan aku akan sangat terluka jika dia tidak memilihku. Jika aku bisa mengatakan langsung kepadanya seperi itu, apa yang akan dia pikirkan terhadapku?
Satu-satunya hal yang bisa kulakukan adalah membiarkan doa-doaku bertemu dengan doa-doanya di atas langit. Aku sampaikan rinduku padanya lewat sang pemilik hati setiap insan, Tuhan, dan berharap Tuhan berkenan menyampaikannya walau hanya dalam bisikan angin yang menyejukkan hatinya. Hanya itu yang bisa aku lakukan dalam sebuah harapan.
Apa aku keterlaluan jika aku inginkan sebuah kebahagiaan?
Apa aku keterlaluan jika aku ingin dicintai orang yang membuatku jatuh cinta?
Apa aku keterlaluan jika inginkan dia menyebut namaku dalam doanya?
Apa aku keterlaluan jika aku ingin pria itu menjadi pendampingku di pelaminan?
Apa aku keterlaluan jika aku ingin pria itu yang hidup bersamaku hingga ajal menjemputku?
Apa aku keterlaluan Tuhan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H