Matahari pagi ini bersinar dengan terangnya, memberi tanda bahwa kehidupan masih harus terus berjalan sebagaimana mestinya. Dan, aku, melangkahkan kakiku menuju kampus biruku, di sana masa depanku tengah menunggu. Hembusan angin menyapa pagiku dengan lembut, bersama wangi embun yang menyejukkan di atas dedaunan dan perlahan menguap. Pagi hari merupakan sebuah awal yang baik, baik untuk memulai apapun, apapun yang ingin kamu ubah di hari kemarin. Termasuk, rasa yang tumbuh dengan liarnya di hatiku ketika bertemu denganmu jauh-jauh hari sebelum hari ini segera berlalu.
“Hari ini aku kuliah di ruang mana ya?” gumamku di tengah perjalanan menuju kampus, dengan cepat ku cari handphone di dalam tas dan mengecek jadwal kuliahku, selalu begitu setiap pagiku.
Aku selalu suka memandangi setiap detail kampusku, entah apa yang menarik. Kadang aku berpikir apa yang dipikirkan orang-orang yang ku temui setiap pagi. Mungkin laporan, belum sempat sarapan, gebetan atau mantan. Gila, mengapa imajnasiku setinggi itu.
Aku hampir sampai di kelas, ku lalui setiap anak tangga menuju kelas pagi ini. Ku tengok dari luar kelas melalui kaca-kaca jendela apakah sudah ada yang tiba di kelas atau belum. Ku lihat satu teman wanitaku dan dua orang teman priaku tengah sibuk dengan dirinya masing-masing. Kernyit bunyi pintu kelas yang terbuat dari besi dan kaca ku dorong degan santai dan membuat aktivitas temanku beralih tertuju padaku. Senyum paling manis ku hidangkan untuk mereka pagi ini. Ku letakkan tasku di bangku paling depan, bangku paling tidak digemari di kelas, garda terdepan menghadapi celotehan dosen.
“Haiiii….. haduh, lagi ngapain nih?” sapaku pada teman wanitaku.
“Enggak ngapa-ngapain, cuma lagi dengerin album terbaru my favorite singer.” jawabnya sambil tertawa.
“duh, aku keluar kelas dulu ya nyari sinyal hadphone.” Aku beranjak dari kursi dan meninggalkan temanku yang telah larut bersama suara penyanyi favoritenya itu. Silih berganti teman-temanku sampai di kelas, dan aku memilih untuk menikmati pagi di depan ruang kelas. Duduk di pinggir teras kelas menghadap rumput hijau yang membentang rapi di hadapanku. Sendirian, dan aku kembali memikirkannya, dia yang entah sedang apa pagi ini, nun jauh di kelas lain di sisi lain di satu kampus yang sama.
“Mengapa harus aku yang jatuh hati padanya?” Itu pertanyaan terbesarku, selalu.
“Apa aku tidak mungkin untuk membuat orang lain jatuh hati, atau aku memang tidak menarik?” tak hingga pertanyaan yang ku tanyakan pada diriku sendiri dalam lamunan.
Dia, andai dia tahu, bukan, bukan itu yang ku mau.
Dia, andai dia yang jatuh padaku terlebih dahulu. Berandai-andai dan selalu hanya itu yang bisa ku lakukan. Mengkhayal aku bisa menggenggammu, melihatmu tersenyum manis padaku. Kemarin, aku mencoba mengulang kembali rekaman memory ingatanku, kemarin saat aku bertemu dengannya sebelum hujan tiba.