Mohon tunggu...
Dwi Upita
Dwi Upita Mohon Tunggu... Guru - Sidoarjo-Smantaru

Berusaha menjadi lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lubang Jalan

1 Maret 2023   02:59 Diperbarui: 1 Maret 2023   03:05 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lubang Jalan

Menjadi seorang guru telah memberikan hal yang sangat berharga dalam menjalani kehidupan. Jarak tempuh yang harus dilalui Bu Nadia untuk dapat sampai di tempat tugasnya 25 km. Jarak yang tak dapat dikatakan dekat. Bu Nadia harus berangkat setidaknya 1 jam sebelum bel sekolah berbunyi. Berbagai  aturan yang diterapkan di sekolah swasta  tak memengaruhi semangat dalam melaksakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Bu Nadia menyadari pentingnya aturan diterapkan di sebuah instansi untuk memaksimalkan ketercapaian visi misi.

Jarum pendek jam dinding pemberian kado pernikahan Bu Nadia telah menunjukkan angka lima. Selesai mencuci peralatan masaknya, Bu Nadia membuka pintu rumah untuk mengeluarkan motor bebek merah kesayangan pilihan suaminya. Seperti biasa, dzikir-dzikirselalu menemani dalam  rutinitasnya.

"Mama, berangkat jam berapa?" tanya Ajeng putri cantik Bu Nadia.

"Iya, 15 menit lagi, Sayang," jawab Bu Nadia dengan lembut.

"Mama, sebentar ya, Adek sakit perut mau ke kamar mandi dulu ya" pinta Ajeng sambil memegang perutnya.

"Ya, Nak, mama tunggu Adek, kok," menanggapi putri kesayangan Bu Nadia.

Gerak cepat dalam rutinitas Bu Nadia yang mampu memdukung karier suami semakin naik. Bagaimana tidak, sebagai seorang istri, seorang ibu, dan seorang yang bekerja, dia tak pernah terlambat menyiapkan sarapan dan bekal untuk Pak Toni dan kedua anaknya. Dapur dominan  bercat biru itu selalu bersih  meskipun harus digunakan sebagai tempat memasak pada jam sibuk bagi kaum hawa pada umumnya.

"Pa, nanti mama pulang agak sore  karena mama nanti sekalian mampir ke pasar" ujar Bu Nadia pada suaminya yang sedang mengenakan sepatu itu.

"Iya, Ma, nanti Ajeng  apa juga sekalian diajak?" tanya Pak Toni.

"Iya, Pa, sekalian jalan,"  sahut Bu Nadia memastikan suaminya agar tidak khawatir.

Bekal makan siang untuk Pak Toni dan Ajeng telah masuk dalam tas masing-masing. Bu Nadia juga telah merapikan seragam gadis kecilnya, Ajeng. Rutinitas yang tak pernah lepas dalam mengawali paginya sebelum mengajar.

"Yuk berangkat, Dek," ajak Bu Nadia pada putri kecilnya.

Sekolah Ajeng memang tidak seberapa jauh jika dibandingkan dengan sekolah tempat mengajar Bu Nadia. Tapi akses jalan yang harus dilalui sekolah Ajeng rawan kemacetan oleh pengguna motor yang mayoritas mengantarkan putra-putrinya.

Bruaaaaakkkkkkkk

Bu  Nadia  tersungkur membentur bahu jalan beberapa meter dari jarak sekolah putrinya karena menghindari jalan berlubang. Beberapa pengendara motor menepikan  motornya untuk membantu Bu Nadia. Seorang Bapak setengah baya membantu melepaskan helm Bu Nadia. 

Namun beberapa menit Bu Nadia tersadar dari pingsan. Luka lecet d telapak tangan kiri mulai terlihat. Bu Nadia merintih kesakitan. Setelah Meminum air putih yang diberikan oleh seseorang pemuda pengguna jalan yang turut membantu, Bu Nadia sedikit agak tenang.

Bu Nadia berusaha menggerakkan gerakkan kakinya, kedua tangannya, dan berusaha bangkit untuk mengecek motornya.

"Alhamdulillah,  syukurlah, semua masih baik-baik saja," batin Bu Nadia merasakan tubuhnya bisa bangkit lagi setelah terjatuh dari motor.

Beberapa pengendara motor tampak masih khawatir poada  keadaan Bu Nadia yang tetap ingin melanjutkan perjalanannya ke sekolah untuk mengajar.

"Ibu yakin akan melanjutkan perjalanan?" tanya seorang bapak setengah baya tadi.

"InsyaAllah Pak, saya bisa lanjut." jawab Bu Nadia sambil menganggukkan kepala.

"Apa tidak perlu menghubungi keluarga dulu, Bu?" tanya bapak itu lagi.

"Mboten, Pak, InsyaAllah saya kuat naik motor lagi sendir," jawabBu Nadia .

Motor merah Bu Nadia turut tersenyum melihat keggigihan Bu Nadia  melanjutkan perjalanan untuk melaksanakan tugasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun