Sebagai wujud demokrasi, diadakannya pemilu atau pemilihan umum untuk memilih seseorang untuk mengisi jabatan tertentu. Pemilu menjadi sarana bagi masyarakat untuk memilih secara langsung Presiden dan Wakil Presiden yang akan memimpin selama 5 tahun ke depan, beserta pemilihan anggota DPR, DPRD, DPD, juga Gubernur dan Wakil Gubernur, Walikota dan Wakil Walikota, serta Bupati dan Wakil Bupati.Â
Pemilu juga diidentikan sebagai pesta demokrasi, di mana setiap rakyat yang sudah memiliki hak pilih dapat menggunakan haknya untuk memilih siapa yang pantas menjadi pemimpinnya. Pesta yang identik dengan kegembiraan dan antusiasme tinggi, diharapkan dapat dirasakan oleh rakyat dalam menggunakan haknya dan berpartisipasi secara aktif.
Perhelatan pemilu dalam perkembangannya sudah tidak terasa seperti "pesta rakyat". Dewasa ini pemilu hanya sebatas pergantian kekuasaan.Â
Dengan kata lain, pemilu hanyalah prosedur pemilihan kalangan elite. Pemilu tak lagi dirasa sebagai pesta rakyat, sebab saat ini kalangan elite seperti merepresentasikan rakyat. Para elite politik seakan punya kuasa penuh untuk menentukan siapa saja yang akan rakyat pilih.
Tidak mengherankan jika angka golput meningkat pada pemilu lalu. Pemilu dirasa hanya menjadi pesta elite politik yang hanya mengutamakan perebutan kekuasaan demi kepentingan pribadi. Dan bisa kita lihat sekarang, setelah kekuasaan didapat, mereka menjadi lalai dengan janji-janji yang ditebar sebelum pemilihan.Â
Meskipun begitu, pemilu memiliki keterikatan langsung dengan perjuangan mempertahankan kekuasaan politik dan merebut kekuasaan. Bisa dikatakan, setiap pemilu hanya berisikan perebutan kekuasaan antar elite politik.
Jadi, apakah pemilu "masih" merupakan pesta dari rakyat, untuk rakyat, oleh rakyat?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H