Mohon tunggu...
Dedi Dwitagama
Dedi Dwitagama Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Pendidik yang bermimpi makin banyak anak negeri yang percaya diri dan berani berkompetisi. Mengajar Matematika di SMKN 50 Jakarta - Blogger sejak 2005: http://dedidwitagama.wordpress.com, http://fotodedi.wordpress.com dan http://trainerkita.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sulitnya Mencari Guru Teladan dan Guru Berprestasi

15 September 2016   17:08 Diperbarui: 16 September 2016   06:38 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo menyematkan Bintang Satyalencana Pendidikan kepada para guru dan tenaga kependidikan berprestasi dalam puncak acara Hari Guru Nasional di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (24/11/2015). (KOMPAS/YUNIADHI AGUNG)

Mencari penduduk teladan dan berprestasi di negeri ini seperti mencari jarum di jerami. Isi mass media cetak dan elektronik setiap hari seperti didominasi oleh berita buruk, kejahatan, jarang sekali teladan dan prestasi. Hal ini mungkin cermin pengelolaan sumber daya guru di sekolah.

Kegiatan Lomba atau Pemilihan Guru Teladan dan Guru Berprestasi diadakan setiap tahun mulai dari tingkat kecamatan hingga tingkat nasional. Selama puluhan tahun hal itu berlangsung hingga kini. Di setiap pelaksanaan selalu ada yang terpilih jadi juara yang terdiri dari beberapa orang, mulai juara satu hingga juara harapan.

Hingga kini, mungkin sudah ratusan atau ribuan guru yang pernah menjadi juara. Ada tradisi saat seleksi tingkat nasional, seluruh negeri dikumpulkan di Ibu Kota negara dan diantar menjadi tamu kehormatan pada berbagai kegiatan tahunan negeri seperti di gedung parleman, istana negara, dan tur ke beberapa objek wisata. 

Tahun tujuh puluh hingga delapan puluhan, animo mengikuti pemilihan guru teladan sangat besar. Mungkin karena penghormatan negara terhadap guru teladan sangat terasa, di antaranya dengan memberikan hadiah berangkat haji, hadiah rumah ,atau-atau hal-hal lain yang membuat kehormatan guru lebih terangkat.

Tahun 1990-an, hadiah haji dan rumah tak ada lagi, berganti hadiah umrah. Pada tahun 2015, juara guru berprestasi  yang didapat pemenang adalah insentif sejumlah uang dan barang seperti laptop. Selain itu, pemberian penghargaan nontunai. Jika ada yang mau, negara memberikan beasiswa S2 di dalam maupun luar negeri. Hanya ada insentif, laptop yang nilainya tak seberapa, sementara banyak guru yang sudah menamatkan pendidikan S2 sehingga beasiswa jadi tak terpakai.

Jika Anda guru, perhatikan ketika sekolah Anda akan memilih dan mengutus perwakilan guru untuk mengikuti kompetisi di tingkat kecamatan atau kotamadya. Jarang sekali guru yang secara sukarela mau menjadi utusan sekolah. Jika dipilih pun biasanya guru menolak dengan berbagai alasan. Maka, tak jarang guru yang tak pantas untuk ikut kompetisi karena jauh dari teladan dan berprestasi seolah dipaksa oleh kepala sekolah mengikuti pemilihan guru berprestasi. Mengapa demikian? 

Saat ini guru sudah cukup mendapat apresiasi dalam hal penghasilan, dari gaji sebagai PNS, tunjangan sertifikasi, tunjangan kinerja daerah yang secara akumulatif menerima penghasilan yang cukup layak untuk hidup di negeri paman besut. Sistem penilaian kinerja yang mementingkan kehadiran, seragam plus kelengkapan adminisratif membuat guru merasa cukup datang dan pulang dari sekolah tepat waktu, mengajar di kelas, cukup. Ikut serta pada seleksi guru berprestasi harus mempersiapkan berkas-berkas administrasi, alat peraga, hasil penelitian yang kadang hingga beberapa kontainer yang cukup menampung beberapa bayi di bawah tiga tahun, menggerus energi, biaya dan waktu yang banyak sekali.

Fakta-fakta masa lalu, di mana para juara guru teladan atau guru berprestasi adalah mereka yang aktif di kegiatan organisasi guru seperti MGMP, PGRI, dan sering menjadi narasumber kegiatan pelatihan di bidang studi yang diampunya. Kini makin sulit dicari guru yang jadi aktivis karena guru sepertinya sangat sulit mendapat kesempatan diizinkan meninggalkan sekolah untuk aktivitas organisasi atau menjadi narasumber.

Apalagi kegiatan yang menggunakan anggaran pemerintah daerah, narasumbernya seolah harus dari luar. Sepertinya guru yang juga merupakan karyawan pemda tak boleh menjadi narasumber pada jam kerja dan mendapat honor sebagai narasumber karena harus bekerja dan berada di sekolah sebagai guru walau guru itu mumpuni dan menguasai bidang yang diampu atau bidang lain dengan bukti profesional yang resmi dan sudah terbukti. 

Pengelolaan sumber daya tenaga pendidik yang kaku dan penghargaan pada prestasi atau pencapaian guru yang rendah membuat guru enggan berprestasi dan membuat negara makin sulit mencari Guru Teladan dan Guru Berprestasi, guru-guru gemar berseragam dalam pakaian, ide, dan perbuatan. Jika kegiatan kompetisi tetap berlangsung, para juara yang terpilih tak punya bobot yang hebat, mereka kemudian tenggelam entah ke mana hingga seolah kegiatan kompetisi tak pernah ada atau tak membawa hasil yang diharapkan.

Pemilihan guru yang berprestasi bertujuan untuk:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun