Mohon tunggu...
Dedi Dwitagama
Dedi Dwitagama Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Pendidik yang bermimpi makin banyak anak negeri yang percaya diri dan berani berkompetisi. Mengajar Matematika di SMKN 50 Jakarta - Blogger sejak 2005: http://dedidwitagama.wordpress.com, http://fotodedi.wordpress.com dan http://trainerkita.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gap Year Anak Ingusan

2 Juli 2021   10:11 Diperbarui: 2 Juli 2021   10:33 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gap year adalah istilah yang populer digunakan alumni SMA yang memutuskan mengambil setahun tak kuliah atau tak kerja, umumnya mereka memilih belajar secara mandiri atau mengikuti bimbingan belajar agar bisa menyiapkan diri untuk mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi dan jurusan yang diinginkan.

Ibu Juleha, penduduk ibukota negeri paman besut yang sudah ditinggal suaminya menghadap sang pencipta memiliki dua orang anak, yang  sulung tamat SMP, sedangkan yang bungsu tamat SD.

Kedua anak Juleha tak bisa masuk ke SMA dan SMP negeri di dekat rumahnya karena umur keduanya masih muda, yang tertua berusia 15 tahun dan bungsu berusia 12 tahun, di kotanya anak yang berusia 20 tahun akan sangat nyaman bisa memilih SMA negeri dimanapun sesuai zonasinya karena dia menang sebagai peserta seleksi tertua dan namanya bertengger di urutan teratas daftar murid yang diterima di SMA negeri.

Juleha bekerja menjadi buruh cuci setrika di tiga rumah sejak pagi hingga hari menjelang malam,  penghasilannya hanya cukup untuk biaya makan dan sandang sehari-hari, sangat sulit Juleha menyisihkan uang untuk menabung menyiapkan biaya pendidikan untuk anaknya, walau Juleha tahu bahwa sulit untuk bisa masuk sekolah negeri, sementara bersekolah di swasta dia tak mampu membayar uang pangkal dan iuran bulanannya.

Tempat tinggal Juleha di daerah pemukiman padat sementara jumlah sekolah negeri sangat sedikit, sehingga yang diterima di sekolah terdekat adalah anak-anak yang umurnya diatas 16 tahun untuk SMA negeri dan diatas 13 tahun untuk SMP negeri.

Beruntung sekali Juleha berhasil memberi pengertian kedua anaknya untuk mau gap year selama setahun kedepan dan mencoba keberuntungan bersaing masuk sekolah negeri di tahun depan.

Setiap pagi kedua anak Juleha bermain di sekitar rumahnya, tapi tak banyak teman bermain di sekitar rumah karena anak-anak seusianya kebanyakan bersekolah di pagi hari. Kedua anak Juleha hanya bermain berdua di sekitar rumahnya, jika lelah mereka pulang untuk menonton televisi. Saat makan siang Juleha selalu berusaha pulang ke rumah setelah membeli makanan matang di sekitar tempat kerjanya, makan bersama kedua anaknya dan kembali pergi bekerja cuci setrika ke rumah yang kedua.

Juleha dulu tak sekolah, sehingga dia tak punya kemampuan untuk memberikan pelajaran kepada kedua anaknya. Anak-anaknya pun tahu bahwa seleksi masuk sekolah jalur zonasi SMA dan SMP tak menggunakan nilai hasil belajar, patokannya hanya lokasi tempat tinggal dan umur, jadi mereka fikir tak perlu belajar, karena semua buku sudah dijual ke tukang loak dan uangnya sudah habis untuk biaya makan sehari-hari.

Gap year di masa lalu umumnya dijalani alumni SMA yang sudah dewasa yang tak diterima di perguruan tinggi, sekarang gap year jadi miliknya anak-anak kecil yang baru lulus SD dan SMP, kalo kamu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun