Mohon tunggu...
Dedi Dwitagama
Dedi Dwitagama Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Pendidik yang bermimpi makin banyak anak negeri yang percaya diri dan berani berkompetisi. Mengajar Matematika di SMKN 50 Jakarta - Blogger sejak 2005: http://dedidwitagama.wordpress.com, http://fotodedi.wordpress.com dan http://trainerkita.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Balada Pensiunan Guru

5 Juni 2018   08:29 Diperbarui: 5 Juni 2018   09:24 664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pak Joko, menjadi pegawai negeri sebagai guru di sebuah sekolah pemerintah di ibukota negeri paman besut sejak tahun delapan puluhan, beliau mengajar mata pelajaran olah raga. Latar belakang aktif di resimen mahasiswa saat kuliah membuatnya biasa tampil tegas, bersuara lantang, melengkapi karakter yang riang mewarnai hari-hari bekerja. Jarak yang jauh dari rumah di luar ibukota ditempuhnya dengan gembira, setelah sholat subuh beliau menggelinding dengan roda dua setiap hari ke ibukota negeri.

Saat penghasilan guru masih sangat kecil, beliau mengajar di beberapa sekolah dan tiba di rumah setelah matahari terbenam. Setelah perhatian pemerintah terhadap pendidikan dan profesi guru membaik, Pak Joko hanya mengajar di satu sekolah pemerintah dan menerima penghisal yang sangat layak, di atas sepuluh juta kepeng sebulan. Pak Joka berusaha menyisihkan penghasilannya untuk ditabung, dua tahun sebelum pensiun beliau merasa tenang karena tabungannya melampaui nilai seratus juta kepeng.

Putera-puterinya tiga orang, dua orang yang pertama perempuan telah bekerja setelah disekolahkan sampai batas yang diinginkan oleh kedua anaknya. Anak ketiga Pak Joko seorang lelaki yang punya idealisme dan ingin jadi abdi negara sebagai polisi setelah menamatkan pendidikan sekolah menengah atas.

Dua tahun sebelum Pak Joko pensiun putera terakhirnya lulus SMA dan mendaftar ikut tes menjadi polisi. Saat proses pendaftaran ada seseorang yang tinggal tak jauh dari kediamannya menawarkan bantuan agar putera Pak Joko bisa diterima atau lulus tes calon polisi hingga dilantik menjadi bintara, dengan biaya tujuh puluh lima juta kepeng.

Menurut Pak Joko, itu nilai yang sedikit, karena banyak orang yang dalam situasi yang sama harus membayar biaya hingga ratusan juta kepeng. Dengan senang hati Pak Joko menggunakan sebagian besar tabungan selama menjadi guru untuk memasukkan anaknya menjadi polisi negeri paman besut ditambah berbagai biaya selama proses pendidikan puteranya membuat tabungannya hampir habis hanya sedikit yang tersisa.

Setelah pensiun Pak Joko sangat bangga bercerita pada teman-temannya bahwa anaknya kini sudah menjadi polisi dan bertugas di ibukota negeri paman besut. Beliau sering ke sekolah masa lalunya untuk mampir setelah kegiatan di berbagai tempat dan bercerita tentang bisnis barunya yang dia kerjakan, yaitu menjadi pedagang makanan burung, tempat minum burung dan barang-barang apa saja yag sedang trend dan laris dijajakan, seperti baju koko, sendal, sepatu, dsb. Keuntungan yang dihasilkan seribu atau dua ribu kepeng.

Pak Joko berjualan di lokasi-lokasi tempat masyarakat berkegiatan lari pagi saat hari sabtu dan minggu atau di lokasi-lokasi keramaian yang banyak pedagang kaki lima, dengan menggelar terpal sebagai alas dan mendisplay barang-barang dagangannya di atas terpal dan Pak Joko duduk bersila menunggu pembeli. 

Suatu kali beliau bercerita betapa sedihnya ketika tiba-tiba ada petugas satpol PP yang melakukan pembersihan dan menyita semua barang dagangan, kemudian barang-barang dagangan itu harus ditebus dengan uang lebih dari seratus ribu kepeng.

Apakah Pak Joko berjualan karena sekedar mengisi waktu luangnya?  atau karena benar-benar membutuhkan penghasilan untuk membiayai hidupnya sehari-hari?

Pada suatu kesempatan Pak Joko mampir lagi ke sekolah, mungkin karena kangen teman-teman masa lalu atau ada keperluan yang melalui route tempat kerjanya dahulu, beberapa temannya bertanya mengapa tak terlihat di resepsi teman guru di sekolah itu beberapa hari sebelumnya.

"Saya sedang tak punya uang." Jadi tak bisa datang ke resepsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun