Mohon tunggu...
Dedi Dwitagama
Dedi Dwitagama Mohon Tunggu... Guru - Pengamat Pendidikan

Pendidik yang bermimpi makin banyak anak negeri yang percaya diri dan berani berkompetisi. PENGAMAT PENDIDIKAN - Blogger sejak 2005: http://dedidwitagama.wordpress.com, http://fotodedi.wordpress.com dan http://trainerkita.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

PR Gubernur Baru di Jakarta: Pelajar, antara Motor, Rokok, dan Guru

16 Oktober 2017   08:50 Diperbarui: 16 Oktober 2017   22:25 2767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa siswa yang terjaring rasia saat mengeluarkan motor dari kantong-kantong parkir diluar sekolah(KOMPAS.com/wijaya kusuma)

Hari ini warga Jakarta punya Gubernur baru, selamat buat Pak Anies dan Pak Sandi, perjalanan menulis sejarah di negeri berpenduduk seperempat milyar lebih, sebagai pendidik saya melihat ada beberapa hal yang perlu diperhatikan di sektor pendidikan, di antaranya:

1. Pelajar bersepeda motor
Dinas Pendidikan telah melarang pelajar Jakarta mengendarai sepeda motor ke sekolah sejak tahun 2015, dan sebagian besar sekolah sudah menerapkan peraturan melarang murid membawa sepeda motor dan memarkirnya di dalam lingkungan sekolah. Tetapi kenyataanya para pelajar masih membawa sepeda motor dan memarkir di tempat-tempat tertentu di sekitar sekolah, sehingga muncul kantong-kantong parkir sepeda motor yang dikelola masyarakat atau pemilik lahan di sekitar sekolah. 

Bahkan ada kantong parkir yang berjarak hanya beberap meter dari gerbang sekolah dan terlihat oleh guru dan kepala sekolah, sepertinya hal itu dibiarkan, barangkali dengan pemikiran bahwa sepeda motor diparkir bukan di dalam lingkungan sekolah, padahal larangan dari Kepala Dinas Pendidikan itu isinya melarang murid membawa kendaraan bermotor ke sekolah, bukan parkir di lingkungan sekolah. Kepolisian pasti tahu tentang keberadaan kantong-kantong parkir di sekitar sekolah, entah kenapa seolah itu dibiarkan.

Sumber: http://kumparan.com
Sumber: http://kumparan.com
Bis-bis sekolah sudah terlihat beroperasi pagi dan sore hari, mungkin karena rute jalurnya tidak bisa melewati lokasi tempat tinggal semua murid sekolah, sehingga seolah tak berfungsi optimal. Pelayanan ojek online saat jam masuk dan pulang sekolah terlihat sangat membantu pelajar yang datang dan pulang sekolah. Pelayanan transportasi umum Jakarta harus terus diperbaiki agar pelajar tak berkendara dan bisa mengurangi korban kecelakaan lalu lintas atau membiasaan pendidikan karakter yang mematuhi peraturan lalu lintas, di mana penduduk yang belum berumur 17 tahun dan memiliki SIM (Surat Izin Mengemudi) dilarang membawa kendaraan bermotor.

2. Pelajar merokok
Saat pagi hari ketika berangkat ke sekolah dan sore hari saat pulang sekolah tak sedikit pelajar yang berjalan atau berkendara sambil merokok, mungkin ada guru yang mencium aroma bau rokok dari mulut atau badan murid hingga menemukan rokok atau korek api di pakaian atau tas muridnya tak berani memberi sangsi karena murid dan orang tua sangat sensitif terhadap hukuman di sekolah dihubungkan dengan isu-isu hak azasi manusia, maka banyak pelajar yang sudah kecanduan rokok sejak di Sekolah Dasar atau Sekolah Lanjutan tingkat Pertama. Bisa saja Pak Gubernur menugaskan kepada Kepala Dinas Pendidikan agar memberi sangsi yang berat kepada murid yang diketahui merokok, membawa rokok, misalnya dikeluarkan dari sekolah atau dicabut KJP, atau apapun sangsinya yang bisa membuat penghentian kebiasaan buruk merokok sejak kecil. 

Pemerintah daerah harus memastikan bahwa tak ada penjual rokok dan iklan rokok pada jarak tertentu dari sekolah, termasuk tak mengizinkan iklan atau promosi produk rokok, agar murid tak memiliki pandangan keliru tentang rokok.

dok.pribadi
dok.pribadi
3. Ketersediaan dan kesejahteraan guru
Banyak sekolah di Jakarta memiliki kekurangan guru, usaha pemerintah mengangkat guru baru dari PTT dan guru bantu dilakukan dengan kurang optimal di mana banyak guru yang ditempatkan tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan. Sementara kesejahteraan guru di Jakarta kurang mendapat perhatian di mana guru honor yang dibayar oleh pemerintah daerah sekitar 3,4 juta sama dengan tenaga tata usaha, tetapi sangat jauh dari tenaga tata usaha yang sudah menjadi PNS.

Penghasilan guru dan kepala sekolah PNS jauh lebih kecil dari kepala subag tata usaha di sekolah, hal ini tak seharusnya terjadi karena pekerjaan mendidik murid lebih berat dibanding mengelola arsip sekolah, sebagai mantan menteri pendidikan pasti Pak Anies tentu faham.

Selamat bekerja. Semoga pendidikan di Jakarta punya ciri khas dan lebih baik dari semua daerah di Indonesia, kami siap membantu ... salam OKE OCE.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun