Mohon tunggu...
dwi setiawan
dwi setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Founder Sekolah Kita Menulis Cabang Langsa

CIVIL ENGINEERING ʟᴀᴋɪ-ʟᴀᴋɪ ɪᴛᴜ ᴛᴜᴀɴ ᴅᴀʀɪ ɴᴇɢᴇʀɪ ɴʏᴀ ꜱᴇɴᴅɪʀɪ. 𝗬𝗮𝗸𝗶𝗻 𝘂𝘀𝗮𝗵𝗮 𝘀𝗮𝗺𝗽𝗮𝗶

Selanjutnya

Tutup

Politik

Harapan Demokrasi dan Realitas Politik di Negeri ini

6 Desember 2023   15:24 Diperbarui: 6 Desember 2023   15:24 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Harapan mengenai adanya demokrasi memberikan kesempatan kesamarataan hak yang melekat pada setiap warga negara Indonesia untuk dapat berpartisipasi terhubung kedalam sebuah sistem pemerintahan melalui jalur politik. Katanya dengan adanya demokrasi ini setiap rakyat indonesia berkesempatan untuk dipilih ataupun memilih.


Melalui sistem pemerintahan nya, negara Republik Indonesia melakukan sistem pemilihan umum (Pemilu) setiap 5 tahun sekali, untuk meregenenasikan pergantian kemudi pejabat pemerintahan baik sebagai pejabat legislatif maupun eksekutif mulai dari tingkat daerah, provinsi, sampai tingkat pemerintahan pusat.

Partai politik merupakan gerbang pembuka, wadah kaderisasi untuk memilah dan menyerap keterwakilan masyarakat dengan harapan dapat mewakili kepentingan serta aspirasi untuk maju sebagai  penyelesai problem persoalan rakyat menjadi calon pengabdi rakyat yang kemudian berkesempatan dipilih oleh rakyat sebagai keterwakilan masyarakat untuk menduduki kursi pemerintahan melalui skema prosedural pemilu.

Namun harapan mengenai relasi yang dibangun atas nama demokrasi ternyata tidak semudah itu juga untuk dapat terlibat ke dalam nya. Realistis saja, alih-alih memberikan kesempatan yang sama pada setiap warga negara. Ternyata kebanyakan memasuki pertarungan dalam mengisi ruang kekuasaan itu punya ruang khusus sebatas kelompok yang memiliki akses dan sumber daya ekonomis (modal besar) untuk dapat menembus prosedure sistem politik.

Akhirnya pemilihan dijadikan tahapan untuk menguasai alat kebijakan publik agar bisa mempertahankan akses demi kepentingan segelintir orang. Wajar jika dari sini telah terbentuk dinasti kelompok-kelompok yang tujuan nya mengikuti pemilu dan untuk duduk di kursi jabatan yakni untuk menguasai sumber daya agar mereka tetap bisa berkuasa (oligarki). Sehingga wajar saja apabila dalam panggung dunia politik kita, banyak tokoh politik yang meregenerasikan orang-terdekat seperti anak, menantu, ataupun sanak saudara nya yang paling bisa dipercaya untuk melanjutkan bagian kepentingan ini. Ini pun tak menjadi persolan sebab ini negara demokrasi.

Kematangan demokrasi kita memang sedang di uji, belakangan media sosial (medsos) pun cukup menjadi ramai dan menjadi senjata garda terdepan untuk merubah mindset mengenai taktis berpolitik dan menciptakan pengaruh baru dengan menarasikan gagasan dan ide perubahan dari anak muda untuk terjun ke dunia politik. Medsos memang cukup mampu menjadi arena tempur untuk mempengaruhi publik dan membangun citra diri sebagai tokoh politik.

Namun selalu saja ada celah bagi mereka yang bisa melihat peluang. Belakangan kita mulai merasakan pengaruh publik di medsos cukup untuk mempengaruhi tatanan politik dinegeri ini. Sehingga banyak dari tokoh-tokoh populis yang mulai menyebrang dari dunia entertaiment dan persutingan ke dunia politik.

Para artis yang mempunyai ketokohan dalam dunia entertaiment tentunya memiliki banyak penggemar dan sudah pasti terkenal. Sehingga dengan sedikit polesan dan pengalaman tampil dimedia sosial sudah cukup menjadikan mereka layak untuk dipilih menduduki kursi-kursi kekuasan di negeri ini.
Itupun tak menjadi persoalan, sebab negara kita demokrasi dan siapaun berhak untuk berpartisipasi bukan?

Tapi melalui perkembangan-perkembangan yang ada, wajah politik kita mulai lebih baik dari masa ke masa. Dengan menguatnya rangkaian demokrasi di negeri ini untuk dapat dengan mudah berpartisipasi dalam gelanggang politik. Ini tentu sudah menunjukan kita mulai memasuki rangkaian baru menuju demokrasi yang semakin matang lagi. Untuk sekarang tak masalah dengan demokrasi yang ada anak, menantu, sanak saudara dapat mewakili kelompok yang memiliki akses dan sumber daya ekonomis (modal besar) untuk dapat menembus prosedure sistem politik. Tak masalah juga jika artis dengan nilai populis nya dapat menembus prosedure sistem politik.

Kedepan ada harapan supaya demokrasi kita dapat menjadi lebih baik, lebih terbuka untuk semua kalangan dan lebih matang lagi. Keikutsertaan anak muda, perempuan dan tokoh tua menjadi keseimbangan multi generasi dan multi tuntutan perubahan besar untuk wajah politik baru bangsa ini kedepan. Sehingga sedikit demi sedikit untuk meraih masa depan wajah politik di negeri ini yang gemilang. Terselip sebuah harapan untuk wajah politik baru dengan aktor atau tokoh-tokoh generasi kedepan yang nanti nya akan memasuki gelanggang politik republik ini. Persiapkan diri mulai sekarang, latih terus kerangka berpikir untuk kemajuan bangsa ini, kematangan pengetahuan dan pengalaman adalah unsur penting sebelum memasuki ladang pengabdian untuk rakyat. Karna kedepan kita butuh sosok yang dapat menjadi harapan kemajuan negeri ini. Bukan ladang pengabdian untuk unjuk diri ataupun uji coba menjadi publik figur saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun