Mohon tunggu...
Dwiroso Dwiroso
Dwiroso Dwiroso Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja freelancer
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sjafiudin

28 Juni 2023   15:10 Diperbarui: 29 Juni 2023   06:15 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sjafiudin
By. Dwiroso

Tubuh kurus Sjafiudin nampak terselip diantara ratusan demonstran.
Kepal para pemuda dan wanita setengah baya didepan kantor wakil rakyat itu bergerak begitu kompak.
Mereka menuntut agar wakilnya di parlemen bisa, menyelamatkan nasib mereka dari rencana PHK nasional bagi perusahaan padat karya.

Mereka adalah buruh perusahaan padat karya, dari sebuah pabrik kompor gas. Yang sehari hari hanya tahu produksi. Merakit bagian bagian kompor dan memastikan kompor dapat bekerja sesuai standar nasional Indonesia atau SNI.

Tangan tangan mereka begitu lincah memilah komponen dan memasang nya, "plek plek". Tanpa berfikir lagi. Otak mereka ibarat mesin yang sudah disetting mengkoordinasi para bagian nya secara otomatis.

Proses produksi yang masih mengandalkan  tenaga manusia itu, sebentar lagi akan diganti dengan tenaga robot. Tenaga manual manusia akan diganti oleh mesin, benar benar mesin. Kalau sekarang mereka bekerja seperti mesin, kelak tidak akan dijumpai lagi manusia duduk berbaris seperti robot merakit barang barang pabrikan.

Dan siang itu, tangan mereka tidak sedang mengencangkan mur dan sekrup rangka kompor.

Mereka, meskipun awalnya kikuk, mau tidak mau harus ikut komando korlap. Mengepalkan tangan sambil meneriakkan protes.
Jemari dipaksa ter cengkeram rapat, dengan lengan berdiri tegak.

Suara harus keluar lepas, persis seperti pekerja teater tengah latihan vokal.

Hingga serak parau

Mereka hanya ingin tetap bisa bernafas
Mereka hanya ingin menyambung hidup
Tuntutan lumrah, siapa saja pasti menjerit jika diinjak.
Siapa saja akan melawan jika periuk penghidupan mereka dirampas

Perlawanan mereka kaum buruh rendahan
Nampak seperti kumpulan orang orang bodoh
Tak berpendidikan berteriak kelaparan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun