Mohon tunggu...
Dwiroso Dwiroso
Dwiroso Dwiroso Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja freelancer
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Wacana Pemilu 2024 Ditunda, Siapa Untung?

25 Januari 2023   09:53 Diperbarui: 25 Januari 2023   10:15 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wacana Pemilu 2024 Ditunda, Siapa Untung?

Disaat pandemi kian mengalah menjadi endemi, usulan penundaan pemilu 2024 justeru kian panas. Namun hingga kini presiden Jokowi belum angkat bicara soal usul penundaan ini. Lantas apa konsekuensinya bila wacana penundaan pemilu ini terwujud? Siapa yang akan diuntungkan? Situasi pandemi dan ekonomi djadikan alasan penundaan pemilu 2024.

Menurut Prof. Yusril Ihza Mahendra bahwa untuk sekarang alasan apapun tidak bisa menunda pemilu, walaupun ada perang hari ini yang meluluhlantakan ibu kota Jakarta, ada tsunami, gempa bumi menghancurkan pulau Jawa, tidak bisa menunda pemilu berdasarkan konstitusi yang ada sekarang. 

"Memang kalau menghadapi krisis konstitusional seperti itu, oleh UUD dikatakan pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali, pas 5 tahun pemilu tidak terlaksana karena ada gempa bumi dahsyat, ada tsunami yang lebih dari tsunami di Aceh, ada perang yang meluluhlantakan ibu kota Jakarta, orang tidak bisa menunda pemilu, tidak ada jalan konstitusional untuk menunda pemilu oleh UUD 1945 yang diamandemen sekarang ini."

Jadi alasan apapun tidak bisa menunda pemilu dengan UUD yang sekarang, tapi apakah kalau UUD diamandemen baru bisa ? 

Dalam hal ini Pakar Hukum Tata Negara tersebut menjelaskan, bahwa jika UUD di amandemen, peluang untuk dilakukan penundaan pemilu bisa saja terjadi,  atau opsi kedua  presiden mengeluarkan dekrit, atau presiden menciptakan suatu konvensi ketatanegaraan.

Diluar 3 cara tersebut mustahil (bisa ada penundaan), karena UUD 1945 hasil amandemen itu menyisakan suatu persoalan besar yaitu kalau negara dihadapkan kepada keadaan krisis konsititusi, maka ia tidak dapat memberikan suatu jalan keluar apapun untuk mengatasi keadaan itu, misalnya negara tahun 1967 saat presiden Sukarno diberhentikan oleh MPRS, maka MPRS bisa menunjuk pejabat presiden (Suharto) untuk menggantikan posisi Sukarno (sebagai presiden).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun