Mohon tunggu...
Dwi rismayanti
Dwi rismayanti Mohon Tunggu... Lainnya - A diamond wo'nt lose its shine although it is the mud

mahasiswi UIN MALANG

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Digitalisasi Dongkrak Pemasaran Asuransi Syariah di Kala Pandemi

4 Juni 2021   14:41 Diperbarui: 4 Juni 2021   14:52 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Asuransi Syariah (Sumber Gambar: Finansialku.com)

Pandemi Covid-19 mengakibatkan perubahan besar dalam industri bisnis tidak terkecuali pada Asuransi Syariah. Terlebih adanya kebijakan pembatasan sosial dan seruan bekerja dari rumah (WFH) memaksa asuransi syariah agar mengautomasikan sistem operasionalnya. Bagi asuransi syariah yang masih mengandalkan agen distribusi ini harus menjadi perhatian khusus. 

Jika dalam praktiknya, agen bertindak sebagai pemasar produk asuransi syariah secara langsung kepada konsumen. Namun, seiring dengan adanya pandemi dan digitalisasi yang semakin berkembang mendorong asuransi syariah untuk mampu beradaptasi dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi.

Faktanya, seringkali dijumpai bahwa sistem pemasaran asuransi syariah menggunakan perantara agen. Oleh sebab itu, agen berperan besar dalam keberlangsungan proses pemasaran asuransi syariah. 

Seorang agen yang dipilih harus memiliki keterampilan komunikasi dan pengetahuan cukup terutama dalam hal asuransi syariah. Sebab, komunikasi yang baik menjadi dasar hubungan yang baik pula. 

Di sisi lain, kewajiban agen tidak hanya menawarkan produk, melainkan juga harus mampu meyakinkan calon peserta hingga muncul loyalitas dan berakhir dengan keputusan pembelian. 

Berbeda dengan karyawan pada umumnya, seorang agen akan mendapatkan komisi hanya jika berhasil menjual produknya. Agen juga harus memastikan bahwa peserta merasa puas dengan produk tersebut. 

Dalam strategi pemasaran asuransi syariah, tingkat kepuasan peserta asuransi menjadi penentu keberhasilan bagi perusahaan. Apabila calon peserta asuransi tidak mengenali produk maka minat pembelian terhadap produk cenderung minim bahkan tidak tertarik untuk membeli.

Semakin banyak produk yang terjual maka perolehan laba bagi perusahaan akan semakin besar. Pada asuransi syariah, besarnya laba ditentukan oleh premi dan hasil dari investasi. 

Peserta asuransi syariah akan membayar premi kepada perusahaan secara teratur sesuai akad yang telah disepakati. Selanjutnya, premi tersebut akan diinvestasikan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip Islam. 

Sementara itu, perusahaan asuransi syariah berkewajiban memberikan hak-hak peserta asuransi ketika pengajuan klaim. Kapan terjadinya klaim tidak dapat diduga oleh siapapun. Akan tetapi, perusahaan asuransi syariah dituntut untuk selalu siap jika sewaktu-waktu terjadi klaim. Maka dari itu, perusahaan asuransi melakukan proses underwriting/penafsiran jangka hidup melalui penggolongan risiko-risiko. 

Hasil dari underwriting ini kemudian dipergunakan untuk menentukan besarnya premi dan kelayakan dari calon tertanggung sebelum mendapat perlindungan asuransi. Sejatinya, tahap awal dari proses underwriting telah dimulai ketika agen asuransi menjadi underwriter pertama pada tahap indetifikasi. 

Sebelum menjadi peserta, calon tertanggung diminta untuk mengisi kuisioner yang berisi tentang kesehatan, tempat tinggal, gaya hidup dan pekerjaan. 

Dari indetifikasi tersebut, informasi yang didapat dikelompokkan berdasarkan jenis risiko. Apabila calon tertanggung berisiko tinggi maka premi yang didapatkan cenderung lebih mahal, begitu pula sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa kehadiran agen sangat penting bagi pemasaran. Agen merupakan tulang punggung untuk setiap kelancaran operasional perusahaan. 

Oleh karena itu, agen dan perusahaan perlu menyusun strategi pemasaran terbaik untuk meningkatkan penjualan produk sehingga laba yang diperoleh menjadi lebih optimal.

Baru-baru ini, sistem pemasaran asuransi syariah telah bertransformasi dengan diindikasikan munculnya asuransi syariah berbasis digital (insurtech). 

Berbagai langkah dilakukan melalui kolaborasi dengan platform pembayaran digital dan e-commerce. Dimana kolaborasi bertujuan untuk menyediakan layanan dan fitur-fitur yang memberikan kemudahan serta kepuasan bagi peserta asuransi. Selain itu, kolabolasi ini diyakini akan meningkatkan penetrasi asuransi syariah sekaligus menjawab tantangan di tengah pandemi. 

Dengan dukungan layanan digital pemasaran asuransi syariah kini dapat dijembatani oleh media elektronik. Sebagaimana yang diketahui bahwa dari tahun ke tahun jumlah pengguna internet semakin meningkat. 

Hal ini membuka potensi yang luar biasa bagi asuransi syariah untuk memanfaatkan digitalisasi. Tentunya tersedianya layanan elektronik memudahkan peserta asuransi syariah untuk  mengakses berbagai informasi terkait produk-produk dan layanan asuransi syariah. Tidak hanya itu, peserta asuransi juga dapat melakukan pembelian bahkan mengajukan klaim secara online. 

Mereka hanya perlu mengakses melalui website perusahaan atau platform media online dari handphone maupun perangkat yang lain dimana saja dan kapan saja. 

Ditambah lagi, peserta asuransi kini cukup menyertakan tanda tangan elektronik untuk setiap transaksinya sehingga tidak perlu khawatir terkait transaksi yang rumit. 

Disamping itu, digitalisasi dapat menekankan biaya pemasaran bagi perusahaan. Keuntungan juga dirasakan oleh para agen pemasar. Dengan teknologi informasi, para agen dapat dengan mudah dan lebih efisien dalam melakukan proses underwriting, pelayanan pembayaran serta pengajuan klaim peserta. 

Belum lagi fitur-fitur digitalisasi mampu menyajikan video conference yang lebih menarik dan aktraktif. Agen pun dengan leluasa menarik simpati dan lebih banyak menjangkau masyarakat.

Seiring dengan keefektifan yang ditawarkan oleh digitalisasi, perusahaan asuransi syariah tetap harus memperhatikan kendala yang mungkin dihadapi. 

Sebagai dampak dari Covid-19 tentu bukan hanya sistem operasional perusahaan, tetapi juga tingkah laku dari peserta asuransi maupun karyawan perusahaan juga mengalami penyesuaian. 

Jika asuransi diidentikkan dengan risiko, maka perusahaan asuransi juga harus bisa mengantisipasi terjadinya risiko. Mulai dari proses underwriting, perusahaan harus secara periodik menganalisa perubahan-perubahan yang mempengaruhi kinerja dari perusahaan agar performa serta citra senantiasa terjaga dengan baik. 

Diharapkan bagi asuransi syariah agar memiliki teknologi informasi yang handal demi terciptanya kelancaran komunikasi yang baik antara pihak yang berkepentingan. Lebih lanjut sebagai sarana meningkatkan literasi mengenai asuransi syariah di kalangan masyarakat. Dengan demikian, asuransi syariah dapat menjadi solusi dari tantangan-tantangan melalui pengoptimalan digitalisasi di tengah pandemi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun