Evaluasi merupakan kata dasar yang mengandung arti “penilaian”. Dalam penilaian ini tidaklah mudah karena kita tidak diperolehkan untuk bersikap objektif, semuanya harus sesuai dengan kriteria-kriteria penilaian yang ada. Dalam ilmu perencanaan, evaluasi ini dapat memberikan informasi yang valid mengenai keberlangsungan suatu kebijakan publik. Kebijakan publik adalah serentetan instruksi atau perintah dari para pembuat kebijakan yang menjelaskan tujuan-tujuan serta cara untuk mencapai tujuan (Soenarko, 2000). Oleh karena itu, dalam pelaksanaan suatu kebijakan publik harus dilakukan tahap evaluasi dari kegiatan yang telah dilakukan, dengan melihat apakah sudah sesuai atau telah mencapai tujuan dari kebijakan publik tersebut. Beberapa kriteria yang dijadikan landasan dalam melakukan evaluasi kebijakan public adalah efektifitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas, dan ketepatan. Salah satu metode evaluasi yang paling popular untuk mengukur kriteria efisiensi adalah DEA atau data envelopment analysis. Efisiensi merupakan suatu ukuran keberhasilan yang dinilai dari segi besarnya sumber/biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan yang dijalankan (Danfar, 2009). Emerson dalam Hasibuan (1984) mengungkapkan efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara input dan output (hasil antara keuntungan dengan sumber-sumber yang dipergunakan), seperti halnya juga hasil optimal yang dicapai dengan penggunaan sumber yang terbatas. Dengan kata lain hubungan antara apa yang telah diselesaikan. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa metode DEA ini nantinya akan membandungkan input dan output untuk mengukur tingkat keberhasilan suatu aktivitas. Berikut ini adalah pembahasan lebih lanjut terkait metode DEA.
Mengenali Metode DEA
Data Envelopment Analysis (DEA) diperkenalkan oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes. Metode ini merupakan salah satualat bantu evaluasi untuk meneliti kinerja dari suatu aktifitas dalam sebuah unit entitas. Nugroho dan Erwinta (2006) mengemukakan DEA adalah sebuah teknik pemrograman matematis yang digunakan untuk mengevaluasi efisiensi relative dari suatu kumpulan unit-unit pembuat keputusan (decision making unit/DMU) dalam mengelola sumber daya (input) dengan jenis yang sama sehingga menjadi hasil (output) dengan jenis yang sama pula, dimana hubungan bentuk fungsi dari input ke output diketahui. Kemudian menurut Sitompul (2004), DEA adalah alat evaluasi atas aktivitas proses disuatu sistem atau unit kerja. Evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi komparatif atau relative antara satu unit dengan unit yang lain pada satu organisasi. Pengukuran secara relative ini menghasilkan dua atau lebih unit kerja yang memiliki efisiensi 100% yang dijadikan tolok ukur bagi unit kerja lain untuk menentukan langkah-langkah perbaikan. Dari pernyataan-pertanyaan tersebut dapat disimpulkan bahwa metode DEA ini digunakan untuk mengevaluasi kinerja suatu unit yang mana dengan menggunakan analisa ini dapat diketahui unit mana dan faktor apa yang harus ditingkatkan dalam unit tersebut.
Secara prinsip metode DEA ini menganut pendekatan non parametric yang berbasis program linier (Linier Programming). Beberapa software yang dapat digunakan untuk analisis DEA adalah Banxia Frontier Analysis (BFA), Warwick for data envelopment analysis (WDEA) (Kurnia, 2004), LINDO (Adhi, 2012), dan lain sebagainya.
Kelebihan dan Kelemahan DEA
Setiap metode analisa pasti memiliki kelebihan maupun kekurangan begitu pula dengan metode DEA ini. Kelebihan teknik evaluasi ini adalah :
·Dapat menangani multipler inputs dan multiple ouputs
·Tidak perlu mengetahui hubungan antara input dan outputnya
·Dapat digunakan dengan data input dan output yang berbeda unit
·Hal yang diperbandingkan dapat terlihat secara langsung dari output olahan yang dihasilkan
Sedangkan kelemahan dari analisa DEA ini adalah :
·Untuk mengukur tingkat kesalahan dipengaruhi oleh tingkat signifikansi
·Dalam DEA tidak mengukur tingkat efisiensi mutlak
·Uji stastistik yang digunakan harus secara manual (not applicable)
Prinsip Kerja DEA (Data Envelopment Analysis)
Prinsip kerja DEA adalah dengan membandingkan data input dan data output dari suatu organisasi data, atau yang disebut dengan Decission Making Unit (DMU), dengan data input dan output lainnya pada DMU yang sejenis. Perbandingan ini dilakukan untuk mendapatkan suatu nilai efisiensi.Efisiensi yang ditentukan dengan metode DEA adalah suatu nilai yang relatif, sehingga bukan merupakan suatu nilai mutlak yang dapat dicapai oleh suatu unit. DMU yang memiliki performansi terbaik akan memiliki tingkat efisiensi yang dinyatakan dalam nilai 100%, sedangkan DMU lain yang berada dibawahnya akan memiliki nilai efisiensi yang bervariasi, yaitu di antara 0% hingga 100%.
Tahapan dalam pengukuran nilai efisiensi pada metode DEA adalah sebagai berikut :
1.Melakukan penentuan DMU (decision making unit)
2.Tentukan variabel input dan variabel output.
3.DIlakukan analisis untuk memperoleh nilai efisiensi relative. Terdapat 2 model yang sering digunakan, yakni Constant Return to Scale (CRS) dan Charnes-Cooper-Rhodes (CCR) Super Efficiency
4.DEA model CRS (Constant Return to Scale) dikenal juga dengan nama DEA model CCR (Charnes-Cooper-Rhodes). Pada model ini diperkenalkan suatu ukuran efisiensi untuk masing-masing DMU yang merupakan rasio maksimum antara output yang terbobot dengan input yang terbobot. Masing-masing nilai
bobot yang digunakan dalam rasio tersebut ditentukan dengan batasan bahwa rasio yang sama untuk tiap DMU harus memiliki nilai yang kurang dari atau sama dengan satu. Persamaan matematika untuk DEA model CRS dapat dituliskan sebagai berikut.
Persamaan matematika tersebut kemudian diolah dengan menggunakan bantuan software LINDO 6.1. Nilai efisiensi relatif yang dihasilkan dengan menggunakan DEA model CRS berkisar antara 0,0000 hingga 1,0000. Sehingga jika suatu unit memiliki nilai efisiensi 1,0000, maka DMU tersebut dinyatakan efisien, sedangkan jika memiliki nilai efisiensi di bawah 1,0000, maka DMU tersebut dinyatakan inefisien.
5.Untuk DEA model CCR Super Efisiensi,pada prinsipnya memiliki persamaan matematika yang sama seperti persamaan yang digunakan dalam DEA model CRS. Hanya saja yang menjadi pembeda adalah pada batasan kendala DMU ke-j yang ditunjukkan oleh persamaan (2), dimana pada DEA model CCR Super Efisiensi, tidak disertakan batasan kendala untuk DMU yang diukur, sehingga nilai efisiensi relatif dari DMU yang diukur tersebut nantinya dapat melebihi skala 1,0000. Dengan mengetahui nilai efisiensi dari masing-masing DMU, maka selanjutnya dapat dilakukan pemeringkatan DMU berdasarkan nilai efisiensinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H