Mohon tunggu...
Dwi Rahayu
Dwi Rahayu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Negeri Salatiga

Saya mahasiswa Dari Universitas Islam Negeri Salatiga Program Studi HukumTata Negara , Saya tertarik kedalam bidang kepenulisan, seperti, Novel,Cerpen, dan saya ingin berlatih menulis artikel dengan baik dan benar.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Problematika Toleransi Beragama Ponpes Al Zaytun dalam Pandangan Islam dan Negara Kesatuan

18 Desember 2023   20:00 Diperbarui: 18 Desember 2023   20:15 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS


TOLERANSI BERAGAMA MENURUT NEGARA KESATUAN


Dengan menerapkan sikap toleransi bertujuan mewujudkan sebuah persatuan diantara
sesama manusia dan warga negara Indonesia khususnya tanpa mempermasalahkan latar
belakang agamanya, persatuan yang dilandasi oleh toleransi yang benar maka persatuan itu
sudah mewujudkan sebenarnya dari persatuan itu sendiri. Tujuan dari toleransi beragama
seperti persatuan seperti yang digambarkan dalam semboyan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yaitu “Bhineka Tunggal Ika”yang artinya walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu
jua. Makna dari semboyan tersebut adalah meskipun Indonesia dihadapkan dengan berbagai
perbedaan dalam berbagai hal, salah satunya yaitu agama, tetapi tetap bersatu padu adalah
tujuan utama toleransi. Kehadiran agama-agama besar mempengaruhi perkembangan
kehidupan bangsa Indonesia dan menambah corak kemajemukan bangsa Indonesia, walaupun
kemajemukan itu mengandung potensi konflik, namun sikap toleransi diantara pemeluk
berbagai agama besar benar-benar merupakan suatu kenyataan dalam kehidupan bangsa
Indonesia.3
bangsa Indonesia. Antara masyarakat, negara, dan pemerintahan masing-masing
memiliki peranan yang penting dalam kontribusinya membangun perdamaian. Masing-masing
tak dapat dipisah dan berjalan sendiri-sendiri karena antara masyarakat, negara, dan
pemerintahan saling memiliki keterkaitan. Negara berdiri karena adanya masyarakat yang
kemudian di dalamnya terdapat pemerintahan yang mengaturnya.
3 Djohan Effendi, “Dialog antar Agama, bisakah melahirkan kerukunan?”, Agama dan Tantangan Zaman,
(Jakarta: LP3ES, 1985), hlm.169.
5
Islam adalah agama yang diyakini kebenarannya bagi umat Islam, sedangkan Pancasila
adalah dasar negara Indonesia, di mana mayoritas penduduknya adalah umat Islam. Ajaran
agama Islam tidak ada pertentangannya dengan nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu jika ada
yang membenturkan nilai-nilai Pancasila dengan ajaran agama Islam berarti sebuah bentuk dari
perbuatan pengingkaran terhadap sila-sila Pancasila. Perdebatan antara Islam dan Pancasila
harus diakhiri. Jika terjadi perbedaan pendapat, itu sesungguhnya karena kurangnya
pengetahuan tentang ajaran Islam dan Pancasila.
Inti masalah sesungguhnya bahwa perselisihan atau konflik antar agama adalah terletak
pada ketidak-percayaan dan adanya saling curiga. Masyarakat agama saling menuduh satu
sama lain sebagai yang tidak toleran, dan keduanya menghadapi tantangan konsep-konsep
toleransi agama. Tanpa harus mempunyai kemauan untuk saling mendengarkan satu sama lain.
Inilah sah satu satu sebab terjadinya ketidakharmonisan umat beragama di Indonesia.4 Tetapi
sikap toleransi yang sebaliknya pun bisa menjadikan masalah karena mencampur adukan
agama yang ada. Dimana konsep toleransi beragama yang sebernyanya yaitu menghargai
hadirnya suatu agama dan umatnya saling menghormati tanpa ikut melakukan apa yang
dilakukan agama lain juga. Panikkar dan Budhy Munawar Rachman masing-masing
menyebutkan istilah plura- lisme dan paralelisme. Sikap teologis para-lelisme bisa
terekspresikan dalam macam- macam rumusan, misalnya: “agama-agama lain adalah jalan
yang sama-sama sah untuk mencapai Kebenaran yang Sama”; “agama-agama lain berbicara
secara berbeda, tetapi merupakan Kebenaran-kebenaran yang sama sah”; atau “setiap agama
mengekspresikan bagian penting sebuah kebenaran”.5


PRAKTIK TOLERASI BERAGAMA DI PONDOK PESANTREN AL ZAYTUN


Dasar negara didukung oleh NU, PSII, Muhammadiyah, dan Persatuan Umat Islam
(PUI). Ini adalah agama (Islam) dan menentang konsep sekularisme negara. Di sisi lain,
kelompok nasionalis tidak ingin agama menjadi dasar negara. Dasar negara harus dipikirkan
secara netral dan sekuler. Hasil konsensus yang dituangkan dalam Piagam Jakarta 22 Juni 1945
akan menentukan kemunculannya (Arief, 2021). Karena sebagian besar perbuatan yang
dilarang dalam KUHP juga dilarang menurut agama, seperti pembunuhan, penyerangan,
pencurian, penipuan, pemerkosaan, dan lain-lain, pengertian delik agama yang pertama sangat
4 Siti Khurotin, Skripsi Pelaksanaan Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural dalam membina toleransi
Beragama Siswa di SMA “Selamat Pagi Indonesia” Batu, (Malang: Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim, 2010) hlm. 43.
5 Flood, Beyond Phenomenology: Rethinking The Study of Religion, 87.
6
jelas dalam KUHP, terutama dalam Pasal 156a, yang menyatakan bahwa melakukan penodaan
agama diancam dengan pidana penjara paling lama lima tah. yang pada dasarnya membenci,
menyalahgunakan, atau menodai agama Indonesia. B). Menurut Ade Risna Sari et al., Konflik
Az-Zaitun Islam bertujuan untuk mencegah masyarakat menganut agama apa pun yang tidak
didasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa (Supanto, 2020).
Peneliti mengklaim bahwa kasus Panji Gumilang memiliki beberapa kesamaan dengan
kasus Ahok, mantan gubernur Jakarta. “Jadi jangan percaya sama orang ya?” kata Ahaok saat
menyambutnya. Bapa dan ibu tidak bisa memilih saya, kan? berpura-pura menggunakan surat
Al-Maidah 51 dalam berbagai cara. Tuan, itu hak Anda. Tidak masalah jika Anda merasa tidak
dapat dipilih atau takut akan dibodohi (Wahyuni, 2014). Pada tanggal 11 Oktober 2016, Majelis
Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan pendapat dan sikap keberagamaan Majelis Ulama
Indonesia yang mengkategorikan pernyataan Basuki Tjahaja Purnama sebagai:
Menghina Al-Quran diketahui, Pondok Pesantren Al Zaytun menjadi sorotan tajam
karena diduga melakukan penyimpangan ajaran agama. Bentuk penyimpangan tersebut, antara
lain dibolehkannya perempuan menjadi katib, serta ucapan Panji Gumilang yang menyebut Al
Quran bukan firman Tuhan dan menghina ulama yang sah konsekuensi. Sebab, berbohong
terhadap ulama yang mengemukakan dalil surat Al-Maidah ayat 51 tentang larangan
menjadikan non-Muslim sebagai pemimpin merupakan penghinaan terhadap ulama dan umat
Islam. Ahok menilai Surat Al-Maidah adalah alat untuk menipu umat atau masyarakat atau
Surat Al-Maidah 51 sebagai sumber kebohongan. Dengan anggapan tersebut, menurut
pengadilan, terdakwa telah merendahkan dan menghina Surat Al-Maidah ayat 51. Majelis
hakim menyebut Ahok sengaja memasukkan kalimat terkait pemilihan gubernur. Menurut
hakim, hal tersebut mempunyai makna negatif dalam putusannya. Majelis hakim menyatakan
kesalahan Ahok adalah mengutarakan pendapatnya tentang Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 51
di muka umum yang dianggap menghina atau menghujat agama Islam yakni Al-Qur'an. 39;an
dan Ulama. Mengeluarkan pendapat dianggap melawan hukum karena perbuatan tersebut
dilarang oleh Pasal 156a KUHP (Kementerian Hukum dan HAM, 2018).
Kemiripan kasus Ahok dan Panji Gumilang adalah sama-sama mendapat Fatwa dari
MUI sehingga menimbulkan geger di masyarakat. Bedanya, perkataan Panji Gumilang tidak
berkaitan dengan unsur politik, perkataan Panji Gumilang dilakukan dalam konteks yang lebih
privat, Panji Gumilang adalah pimpinan pesantren yang mempunyai kompetensi lebih tepat
dibandingkan Ahok, dan diksi yang digunakan ada dalilnya meski menurut MUI menyimpang.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti berpendapat bahwa kasus Panji Gumilag yang berkaitan
dengan sabda Al-Qur'an yaitu sabda Nabi Muhammad SAW, baris-baris salat, gaya azan, dan
lain sebagainya, lebih sulit dikenai tindak pidana penodaan agam dibandingkan kasus Ahok.


PENUTUP


KESIMPULAN
Toleransi beragama dalam pandangan Islam bukanlah untuk saling melebur dalam
keyakinan. Tidak juga untuk saling bertukar keyakinan dengan kelompok agama yang berbeda-
berbeda. Toleransi di sini adalah dalam pengertian mu‟amalah (interaksi sosial), sehingga
adanya batas-batas Bersama yang boleh dan tak boleh dilanggar. Inilah yang menjadi esensi
dari toleransi tersebut di mana masing-masing pihak mampu mengendalikan diri serta
menyediakan ruang untuk saling menghargai keunikannya masing-masing tanpa merasa
terganggu ataupun terancam keyakinan maupun hak-haknya.
Seperti diketahui, Pondok Pesantren Al Zaytun menjadi sorotan tajam karena diduga melakukan penyimpangan ajaran agama. Bentuk penyimpangan tersebut, antara lain
dibolehkannya perempuan menjadi katib, serta ucapan Panji Gumilang yang menyebut Al
Quran bukan firman Tuhan. Berdasarkan beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
konflik yang terjadi di Pondok Pesantren Az-Zaitun yang menimbulkan kegaduhan di
masyarakat sejalan dengan teori konflik sosial modern yang menyatakan bahwa konflik tidak
hanya disebabkan oleh oleh faktor ekonomi tetapi karena perbedaan keyakinan dan budaya.
Peneliti berharap konflik ini dapat bersifat konstruktif dengan cara menegosiasikan hal-hal
yang dapat memecah belah bangsa. Secara normatif peneliti berpendapat bahwa perbuatan
Panji Gumilang terkait ucapan bahwa Al-Quran adalah kalam nabi, perbedaan tata cara shalat,
tata cara adzan, dan sebagainya lebih sulit dibuktikan dan dipenuhi.


SARAN


Penulis beharap hasil penulisan jurnal ini bermanfaat bagi para pembaca.Selain itu,
penulis menyadari bahwa terdapat kekurangan dalam penulisan. Oleh karena itu penulis
berharap saran dari pembaca, agar dalam pembuatan dan penulisan jurnal yang selanjutnya
lebih baik dan lebih sempurna.

DAFTAR PUSTAKA


Flood, Gavin. Beyond Phenomenology: Rethinking The Study of Religion. London:
Bloomsbury Academic, 2013.
Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional, 2008, hlm. 1538.
Siti Khurotin, Skripsi Pelaksanaan Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural dalam
membina toleransi Beragama Siswa di SMA “Selamat Pagi Indonesia” Batu, (Malang:
Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, 2010).
H. M Ali dkk, Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik, (Jakarta: Bulan Bintang,
1989).
Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen
Agama, 1989, hlm. 1112.
Departemen Agama RI, Hubungan Antar Umat Beragama (Tafsir Al-quran Tematik), Jakarta
:Departemen Agama,2008.
Djohan Effendi, “Dialog antar Agama, bisakah melahirkan kerukunan?”, Agama dan
Tantangan Zaman, (Jakarta: LP3ES, 1985).
Ajie Ramdan. (2018). Aspek-Aspek Konstitusional Penodaan Agama Serta
Pertanggungjawab1an Pidananya Di Indonesia Aspek Konstitusi Penodaan Agama Dan
Pertanggungjawaban Pidananya Di Indonesia.Jurnal Konstitusi, Jil. 15 (3), 1–26.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun