Mohon tunggu...
Dwi Prasetyanto
Dwi Prasetyanto Mohon Tunggu... Guru -

Orang biasa yang hanya bisa dan sedang berupaya mengubah diri dan dunianya sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Utang Bikin Keblinger..

8 Januari 2016   14:46 Diperbarui: 8 Januari 2016   14:46 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saat buka grup WA, percakapan maya yang awalnya ringan, seputar janji main futsal, lalu berkembang menjadi percakapan tentang sepatunya. Hingga berujung pada kerjaan sampingan saya yang jualan sepatu dan berakhir pada perbincangan tentang soal hutang piutang. Sampai titik ini, perbincangan kami –yang rata-rata alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng- berkembang ke arah pemahaman tentang utang yang ada di mindset kebanyakan orang-orang yang kami kenal.

A: Ngutang bisa berarti gak dibayar yak

B: Sepertinya sih begitu

C: Kadang di masyarakat tjd begitu. Tembunge hutang, tp ditagih nesu. Ra ditagih diam2 aja.

Percakapan ringan antara 3 orang, yang ditutup dengan pernyataan oleh C. Dan saya pikir itu benar adanya, karena saya pun pernah menjadi pelaku dan korban hutang juga hahahaha..

Saya tidak bermaksud membedah percakapan ringan tersebut dengan aneka teori sosiologi atau psikologi atau gi gi yang lain. Murni dari pemahaman alam pikir saya yang sempit ini saja.

Secara personal, hutang saya pahami sebagai beban dan tanggungjawab, baik moril maupun materiil. Ketika orang –baik saya atau anda- merasa gagal bayar ya berarti orang itu gagal pula memikul beban dan tanggungjawabnya. Lantas penyelesaiannya bagaimana? Bagi saya caranya cuma satu, LUNASI titik… Sebab hanya dengan pelunasan itulah saya bisa merasa lega kembali.

Caranya gimana? Ya terserah pendapat dan kesempatan yang dimiliki masing-masing. Mau pinjam dulu di tempat lain –istilah kerennya gali lubang tutup lubang-, mengajukan keringanan bunga, atau kabur sekalian, ya terserah.. Tentu risiko dan konsekuensi pasti ada kan.

Bicara soal hutang, tiba-tiba saya teringat dengan salah satu resolusi saya untuk mengurangi dan melunasi hutang-hutang yang skalanya kecil seperti kartu kredit, smartphone, laptop, dll hehehe.. Jadi inget nasehat bos bapak saya dulu, “Kalau mau sukses, ya harus berani utang!”

Jakarta, 08012016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun