Mohon tunggu...
Dwi Prakoso
Dwi Prakoso Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Perakitan 1997, rilis 1998

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pelanggaran Hukum Media Massa dalam Mengeksploitasi Kasus Pelecehan Seksual di Indonesia

18 Juni 2021   20:09 Diperbarui: 18 Juni 2021   20:37 2465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan tampilan wajah dan identitas, baik korban maupun keluarga korban kejahatan seksual dalam pemberitaan, harus mengikuti aturan yang sudah disebutkan dalam Pasal 43 huruf f Standar Program Siaran (SPS) KPI. Karena itu, setiap ada pemberitaan terkait kejahatan seksual yang tidak menyamarkan identitas korban dan keluarga korban, KPI akan menilainya sebagai pelanggaran.

Menampilkan anggota keluarga korban tanpa memberikan efek sensor pada wajahnya adalah salah satu kegiatan yang melanggar Standar Program Siaran (SPS) Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 pasal 43 huruf f yaitu menyamarkan gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya. 

Tentu peristiwa tersebut termasuk pelanggaran karena identitas korban kejahatan seksual dapat terbongkar, sebab tidak mematuhi SPS KPI Tahun 2012 Pasal 43 f, berita tersebut juga melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 22 Ayat (3) yaitu Lembaga Penyiaran dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta Pedoman perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS).

Program siaran tersebut menayangkan secara eksplisit wajah dan identitas orang tua korban pemerkosaan, KPI pun secara tersurat menegur lembaga penyiaran tersebut. KPI pusat menilai muatan demikian tidak dapat ditampilkan karena dapat mengungkap identitas korban. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas kewajiban program siaran jurnalistik untuk menyamarkan wajah dan identitas keluarga korban kejahatan seksual.

Pemilik industry media harus sadar bahwa dalam memberitakan atau menayangkan sebuah peristiwa kejadian haruslah taat hukum dan etika komunikasi media massa, bukan hanya menganggap sebuah peristiwa sebagai komoditas untuk mencari keuntungan semata tanpa memikirkan nasib korban serta mengesampingkan hati nurani. 

Kesadaran dari pemilik media bisa berupa memperbanyak literasi dan pelatihan terkait Kode Etik Jurnalistik, bagi para pelaku media seperti jurnalis, editor, sekalipun pimpinan redaki dan penanggungjawab selaku gatekeeper. Hal ini penting karena sebagai pelaku media harus pandai dalam mengambil sebuah berita/peristiwa serta memilih mana yang layak untuk ditanyangkan sesuai dengan pedoman penyiaran atau tidak.

Untuk lembaga penyiaran yang menayangkan hal seperti diatas, perlu adanya pengawasan yang ketat dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) agar bisa memberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tidak hanya oleh KPI, pemerintah pun harus mempunyai regulasi yang ketat untuk media massa. Sehingga pada nantinya, apabila lembaga penyiaran yang melanggar namun tetap pasif dengan teguran KPI, maka KPI dibantu oleh pemerintah dapat memberikan sanksi pada lembaga penyiaran sesuai ketentuan atau secara maksimal.

Selain itu, media literasi sebagai kemampuan khalayak untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan mengkomunikasikan pesan dalam berbagai bentuk medium (Livingstone, 2009). Dengan kemampuan itu publik seharusnya menyadari bagaimana media di konstruksi dan diakses. Kemampuan yang kemudian dibahasakan sebagai media literasi ini seharusnya membuat masyarakat Indonesia tak lagi dipandang secara pasif. 

Mereka diharapkan dapat memahami media massa secara utuh baik dalam konteks peranannya dalam meningkatkan kualitas hidup manusia pada dimensi kultural namun disisi lain karakteristiknya sebagai industri. 

Masyarakat umum juga diharapkan dapat menciptakan filter bagi dirinya sendiri untuk memaksimalkan porsi manfaat dan meminimalisasi dampak negatif. Idealnya selain memberikan informasi, wawasan, pengetahuan dan perkembangan budaya, televisi berperan memperlancar hubungan dan komunikasi antar manusia dalam masyarakat, memiliki kecepatan dan keakuratan dalam menyajikan berita, melebihi media massa lainnya seperti surat kabar dan radio.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun