Mohon tunggu...
dwi oknawati
dwi oknawati Mohon Tunggu... -

study at tribhuwana tunggadewi university

Selanjutnya

Tutup

Politik

Media masa, sebagai iklan poltik belaka

30 Oktober 2013   12:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:50 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

“ MEDIA MASA, SEBAGAI IKLAN POLITIK BELAKA “

Iklan politik di Indonesia muncul sejak era reformasi dimana pada zaman inilah pertarungan politik membutuhkan jurus- jurus yang sangat tangguh dan strategis. Layaknya seorang penjual produk atau layanan, untuk membujuk para pembeli,agar mau membelinya. Mengimplementasikan konsep marketing kedalam dunia politik, seperti halnya program kerja calon pemimpin politik disamakan produk barang dan jasa. Artinya, dapat “dijual belikan” melalui media masa.

Iklan kini tidak lagi sekedar alat promosi barang dan jasa, fungsinya pun telah bergeser dari alat marketing menjadi instrumen public relations.Bahkan, kini fungsi iklan menjadi instrumen marketing politik dasarnya hanyauntuk mengangkat citra dan popularitas tokoh yang sedang sedang berjuang dalam kompetisi politik.

Iklan politik yang ditayangkan lewat media masa, terutama pada layar kaca anda pada dasarnya sama- sama berupaya membangun citra dalam imajinasi tentang kekuasaan yang bergelayut dialam pikiran publik. Kita lihat bagaimana iklan politik menyerbu ruang publik dan menyapa pemirsa masyarakat politik, semuanya itu tidak lain sebagai bentuk simbolisme dan pencitraan.Mari kita lihat Wiranto, Harry Tanaosudjibjo yang cukup rajin menyapa pemirsa dilayar kaca. Abu Rizal bahkri, ketua umum partai golkar yang rajin menawarkan slogannya dan masih banyak lainya.

Iklan itu suatu bentuk dari sambunngan komunikasi yang teputus antara masyarakat dengan pemerintah. Apakah iklan pilitik itu bermakna buat rakyat? Jika dijawab sesungguhnya lklan plitik tetap saja seperti iklan yang lainya. Tujuan utamanya adalah memasarkan, target utamanya agar citra dapat diminati khalayak masyarakat. Tapi yang sedang berlangsung saat ini adalah upaya pembodohan terhadap masyarakat, dimana dalam pemasaran politik itu, para parpol dan politisinya hanya mengagungkan politik simbolismenya dan pencitraan dengan menjadikan masyarakat awam sebagai objek eksploitatf politik untuk memenangkan kepentingan kekuasaan. Betapa sangat memprihatinkan bila diera reformasi ini tingkat kesadaran masyarakat RI yang semakin tinggi, dengan hati nurani yang semakin terkelola ini, praktik pembodohan masyarakat lewat ”obral janji dan kata- kata manis”, dan mereka yang masih hidup dalam kesengsaraan yang dijadikan barang dagangan dalam politik pemilu demi kemenanganmerebutkan sebuah kursi .Bila hal ini terjadi, maka yang dapat mnjawabnya adalah kemanakah etika dan moral mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun