Mohon tunggu...
Achmad Candra Dwinursetiadi
Achmad Candra Dwinursetiadi Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance ilustrator

internet lover

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Malam Takbiran Ini Milik Siapa?

22 Agustus 2012   10:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:27 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Malam ini adalah malam 1 Syawal 1433 Hijriyah. Malam yang sangat membahagiakan bagi umat Islam tentunya. Karena di malam ini, adalah saat kemenangan setelah satu bulan penuh memerangi hawa nafsu. Menahan rasa lapar dan menahan emosi.
Semua masyarakat, terutama di Indonesia yang mayoritas Muslim tumpah ruah di jalanan untuk merayakan malam yang mereka sebut dengan Malam Takbiran. Jalanan penuh sesak dengan kendaraan. Dari yang kecil hingga besar. Jalan-jalan yang semula gelap, kini menjadi terang benderang.
Di masjid-masjid, dengan lantang anak laki-laki menyebut nama Sang Khalik tanpa lelah. Suara yang saling silih berganti dan bersahut-sahutan.Keramaian anak-anak yang lain di pedesaan yang berkumpul dan bermain di malam yang terang benderang karena lampu jalan telah menyala semua.
Rasa bahagia meliputi hatiku. Rasa ingin ikut meneriakkan namaNya pun semakin menyesak, seakan-akan ingin berteriak dengan suara paling keras agar surga di langit ke-tujuh ikut bergetar karena suaraku. Namun dengan daya seorang manusia, suaraku hanya sampai di RW sebelah meskipun dibantu dengan ‘TOA’ masjid.
Karena rasa lelah, aku berhenti sejenak dari mengumandangkan takbir dan diganti dengan dengan sekelompok teman yang lain. Aku berjalan-jalan di sekitar masjid dan lama kelamaan aku sudah menyusuri kampung, mengarah ke jalan raya. Ya, aku tanpa terasa berjalan bersama beberapa temanku menuju keluar kampung.
Terlihat dari batas kampung warna warni lampu di jalanan yang benderang sangat menarik perhatianku dan teman-temanku. Kami memutuskan untuk semakin mendekat ke jalan raya dan menjauhi kampung kami.
Meskipun jalanan yang kami lewati gelap, tapi kami tak khawatir, karena kami sudah hafal dengan keadaan geografis dari satu-satunya jalan yang menghubungkan kampungku dengan kota di seberang jalan sana.
Langkah demi langkah telah membawa kami semakin mendekati jalan raya. Lampu-lampu jalanan yang menghiasinya tampak semakin benderang di mata kami. Bagaikan terhipnotis, kami terus berjalan menuju jalan raya.
Sesampainya di tepi jalan raya, kami mencari tempat yang nyaman untuk melihat iring-iringan para masyarakat yang merayakan malam takbiran ini.
Ternyata, apa yang kami bayangkan sebelumnya berbeda 180 derajat. Kendaraan yang paling banyak adalah sepeda motor. Banyak pula para penunggangnya yang berpasang pasangan. Selain tidak menggunakan peralatan berkendara dengan lengkap, mereka mengendara dengan agak serampangan. Salip kanan salip kiri. Tak sedikit yang tidak menggunakan baju muslim. Para wanitanya menggunakan pakaian yang seksi dan juga banyak yang menggunakan celana yang mereka sebut dengan ‘hot pans’.
Tak lama kemudian lewatlah beberapa mobil pribadi. Dari dalam mobil itu terdengar suara dentuman yang cukup terasa untuk menggenjot dada. Ketika mobil-mobil itu berhenti, terdengar suara musik yang aku tahu alirannya, dari dalam mobil tesebut. Iya, suara musik yang terdengar. Bukannya suara orang bertakbir.

Kemudian dari kejauhan terlihat sebuah truk yang sepertinya sarat muatan melaju mendekat. Suara riuh ramai sepertinya terdengar dari dalam truk yang sedang mendekat itu. Kami tak menyangka bahwa truk itu berhenti sekitar 50 meter dari tempat kami. Dari dalam baknya terdapat beberapa pasang sound system dengan ukuran yang besar. Beberapa pemuda turun dari dalam truk itu dan kemudian berjoget-joget seperti orang kesurupan mengikuti alunan musik dangdut yang diteriakkan oleh sound system tersebut.
Aku dan teman-temanku berfikir tentang apa yang telah kami lihat. Apa yang terjadi dengan kota kami? Apakah kami terlalu lama tinggal di kota lain untuk menuntut ilmu sehingga kami terlalu ‘katrok’ untuk mengikuti perkembangan jaman yang makin tak jelas ini.
Keinginan kami untuk mengobati rasa rindu melihat iring-iringan manusia yang meneriakkan nama Sang Khalik di sepanjang jalan kini telah buyar tak berbekas. Semua berganti dengan tingah laku ajakan setan yang tidak mereka sadari.
Mereka yang masih konsisten meneriakkan namaNya hingga hilang suaranya mulai tersingkir menepi, tergusur oleh mereka yang ‘katanya’ mengikuti perkembangan jaman.
Suara-suara takbir hanya terdengar di masjid-masjid kampung, tidak lagi di jalanan kota seperti dulu. Acara malam takbiran sejati telah menjadi dan hanya milik orang-orang kampung dan menjadi acara kampungan.

Bagi sebagian besar orang, malam takbiran adalah acara pesta pora karena telah lepas dari kekangan dan terbebasnya nafsu mereka. Acara malam takbiran kini bukan lagi milik orang-orang muslim, tetapi telah berganti menjadi acara untuk berpesta pora karena tak ada lagi aturan ketat yang akan mengekang keinginan duniawinya dan nafsu manusia lainnya.
Sudahlah. Kami yang telah merasa kecewa mulai melangkahkan kaki menuju kampung kami kembali. Kampung di balik pesawahan di seberang jalan raya. Kami kembali memasuki jalan masuk desa yang gelap dengan perasaan kecewa. Kemudian salah satu dari kami mencoba menghibur kami dan mengajak aku dan teman-teman lainnya untuk melanjutkan malam takbiran ini dengan mengucap takbir di masjid kesayangan kami hingga pagi menjelang.
Allahu akbar… Allahu akbar…
Laillahailallahu wallahu akbar…
Walillah ilham….

18 Agustus 2012/malam 1 Syawal 1433 H.
22.55 WIB

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun