Dion memahat bordiran hiasan cermin dengan perlahan, khawatir cermin yang ia sedang agungkan pecah berserakan. Tiga hari lamanya Pak Dion membuat cermin yang akan dijadikan cinderamata pada hari pernikahan Ratu Mona. Ia diberi waktu 1 minggu untuk menyelesaikan cermin-cermin tersebut. Â Â Â Â Â Pak Dion adalah seorang pengrajin cermin ternama di wilayah desanya. Para pengawal kerajaan diutus untuk mencari pengrajin cermin terbaik untuk menghasilkan cermin yang mewah sebanyak 1000 buah. "Tenang saja, Tuan. Aku akan membuatkan 1000 cermin dengan ukiran terindah dan bertabur intan di setiap inchi-nya. Ratu memang tak salah pilih, jauh-jauh Tuan datang kemari, aku janji tak akan mengecewakan Yang Mulia." Ujar Pak Dion sambil mengepuk-ngepukan dadanya. Â Â Â Â Â Â Oleh karenanya, untuk sementara waktu toko Pak Dion tutup. Ia benar-benar mendedikasikan 1 minggu penuh untuk merakit, mengukir, memahat dan meleburkan kaca demi sang Ratu. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari depan tokonya. "Wah, jangan-jangan para pengawal ingin memberiku uang pangkal terlebih dahulu. Aku harus segera membuka pintunya." Kata Pak Dion kegirangan. Namun yang ia lihat bukanlah pengawal melainkan seorang kakek tua. Ia berpakaian lusuh, compang-camping seperti tidak terawat.
     "Tok.. Tok.. Tok.. Tok.." Pak     "Permisi, Pak. Apakah tokomu ini buka ? Aku berniat ingin membeli sebuah cermin berbentuk hati untuk hadiah ulang tahun putriku. Dan esok lusa aku akan mengambilnya dan membayarnya. Sudikah kiranya mengabulkan permintaanku ?" Tanya kakek tua dengan suara sedikit lirih.
Kecewa dengan apa yang ia temukan, Pak Dion menolak permintaan kakek tua dengan kasar. "Maaf, aku sedang sibuk. Aku sedang membuat pesanan untuk pernikahan sang Ratu. Dan aku tidak ingin membuang waktukku dengan membuat 1 cermin saja. Memangnya berapa uang yang kamu punya ? Sudah pergi sana !" Jawab Pak Dion lalu menghantam pintunya dengan marah.
       Ia pun kembali melanjutkan pekerjaannya dengan wajah gusar. Dileburkannya kaca sampai suhu tertinggi, dan "AAARRGGHH, KAKIKUUUU" saat hendak menuang lelehan kaca ke dalam cetakan, kaki Pak Doni terkena lelehannya. "PANAAAS.." jeritnya hingga air matanya menetes. Walaupun begitu, ia terus melanjutkan pekerjannya tanpa mengobati lukanya terlebih dahulu.
                                                             --0--
     Hari ke-6 pun tiba. Pak Dion berhasil menyelesaikan 1000 cermin sebelum tepat pada waktunya. Para pengawal sudah datang di depan toko dan.. ooh ternyata, bahkan sang Ratu ikut untuk melihat hasil pekerjaan Pak Dion.
"Silahkan masuk Yang Mulia, lihatlah ini semua aku buat khusus untuk engkau. Kau tak 'kan pernah melihat cermin semewah dan seindah ini di toko cermin manapun." Ujar Pak Dion dengan meyakinkan sang Ratu.
Namun, Raut wajah sang Ratu seolah tak sependapat. "Apa benar kau yang membuat ini semua ? Aku tidak percaya. Lihatlah dirimu, bajumu compang-camping, rambutmu tak terurus, belum lagi di sini banyak lalat. Apa kau mau mempermainkanku ?" Jawab Ratu Mona sinis. "Ta.. ta-pi ini benar-benar aku yang membuatnya Yang Mulia, kau bisa tanya pada para pengawal." Ujar Pak Dion membela diri. "Sudah.. sudah.. Ayo kita cari ke tempat lain. Aku tak tahan dengan keadaan disini." Kata Ratu sambil berlalu pergi.
     Pak Dion merasa sedih dibuatnya, perjuangannya selama 1 minggu penuh tidak dihargai sama sekali. Hasil kerjanya terasa sia-sia. Seribu cermin berjejer di setiap tembok, tapi ia belum pernah berkaca pada dirinya sendiri. Ia tatap pantulan dirinya dengan rasa sedih. Rambutnya tak terurus, menandakan ia belum sama sekali membersihkan badan. Bajunya compang-camping, isyarat bahwa ia belum berganti pakaian sedari 1 pekan lalu. Seksama kembali, pipinya tirus, seakan pertanda jadwal makannya menjadi tak teratur. Dan sumber lalat datang adalah luka kakinya yang belum diobati.
Ia mulai bergumam, betapa mudahnya manusia melihat sesuatu hanya tampak dari luarnya saja. Begitupun apa yang ia lakukan pada si kakek tua. Mungkin apa yang Ratu lihat sama seperti aku saat melihat si kakek tua. Dan tak henti ia menatap pantulan dirinya yang mulai kabur dipenuhi genangan air mata.
Berkaitan dengan bahaya lidah yang bisa berfungsi ganda, Allah subhanahu wata’ala berfirman: