Tersebutlah, seorang Kyai Muballigh, menyampaikan taushiyah pada sebuah acara. Diantara taushiyahnya, beliau menceritakan kisah nyata tentang Kyai Sepuh.
Kisah terjadi pada waktu Kyai Sepuh masih hidup dan telah beberapa tahun lampau beliau wafat.
***
Kyai Sepuh adalah seorang ulama pengasuh pondok-pesantren yang alim, bijaksana, berwibawa dan dihormati. Suatu ketika, Kyai Sepuh memanggil Lurah pondok.
Kata Kyai Sepuh, “Tolong dituliskan nama santri-santri nakal. Diranking dari ternakal, nakal sekali, nakal, dan agak nakal”.
Mendapat tugas demikian Lurah pondok merasa senang, karena upaya pengurus pondok untuk membina santri kategori nakal sudah tak kepalang tanggung. Namun sejauh ini, keras hatinya tak juga berubah.
“ Sekarang, kena batunya kalian. Kyai Sepuh sendiri yang akan menangani. Rasakan akibatnya”, pikir Lurah Pondok .
Dengan penuh semangat, lurah pondok kemudian mencatat apa yang menjadi permintaan Kyai.
Santri ternakal : fulan bin fulan asal dari kota xxx
Santri nakal sekali : fulan bin fulan asal dari kota xxx
Santri nakal : fulan bin fulan asal dari kota xxx
Santri agak nakal : fulan bin fulan asal dari kota xxx
Daftar tersebut kemudian diserahkan kepada Kyai.
Setelah menyerahkan daftar tersebut, lurah pondok dihinggapi rasa penasaran dan juga gelisah. Apa gerangan tindakan yang akan dilakukan oleh Kyai Sepuh?.
Sepekan-dua pekan kemudian, tak nampak ada tindak lanjut dari kyai. Santri yang masuk daftar tetap seperti semula, belum berkurang nakalnya dan tidak ada pemanggilan, pengadilan maupun sanksi pemulangan dari Kyai. Tak ada kejadian apapun.
Guna mengobati rasa penasaran dan gelisahnya, akhirnya Lurah Pondok memberanikan diri, menghadap Kyai, menanyakan mandat yang pernah Kyai amanahkan kepadanya.
”Maaf Kyai Sepuh, sampai sejauh ini mengapa belum ada seorangpun santri yang mendapat teguran, sanksi, atau hukuman dipulangkan”, tanya Lurah Pondok.
“Lho, santri yang mana”?
“Santri yang dulu pernah Kyai Sepuh tugaskan kepada saya, catatan nama santri dari yang ternakal, nakal sekali, nakal, dan agak nakal”!
“Bukankah karena sifat nakalnya itu mereka dititipkan ke pesantren ini? Mereka ada di pesantren ini untuk dididik, agar menjadi lebih baik. Kalau kemudian disini mereka hanya melulu mendapatkan hukuman, apalagi sampai pemulangan/pengusiran, maka mereka akan tetap nakal. Tak akan ada perubahan. Bukankah mereka ada di sini agar mereka menjadi tidak nakal dan lebih baik ”!
“ Lalu kenapa Kyai menugaskan kepada saya untuk mencatatkan nama-nama mereka Kyai?”
Kyai Sepuh tersenyum.
“ Bukankah Lurah pondok tahu, setiap tengah malam sampai akhir malam, kita dianjurkan melaksanakan ibadah. Nah, selesai sholat saya sering bermunajat kepada Alloh swt, mendoakan santri, memohon semoga Alloh swt menganugerahkan kebaikan-kebaikan kepada para santri. Nah, lebih khusus kepada santri yang terdapat dalam daftar tersebut”!
“ ooo, begitu Kyai”
“iya, mendidik santri itu harus menyeluruh. Njobo njero“.
(njobo njero : ilmu dan akhlaq)
***
Pernah suatu ketika Kyai Muballigh meyampaikan cerita tersebut pada sebuah acara di Jawa Tengah, di sebuah pesantren yang diasuh oleh Kyai Muda. Puluhan ribu jamaah yang menghadirinya.
Ketika Kyai muballigh menceritakan kisah tersebut, hadirin lebih banyak tertawa, akan tetapi Kyai Muda selalu nampak tertunduk.
Kyai Muballigh berfikir, “ apakah Kyai Muda ini tidak mendengar dan tidak memahami apa yang saya sampaikan. Banyak hadirin yang tertawa, lha dari awal kok malah tertunduk sendiri”
Setelah Kyai Muballigh turun dari mimbar, Kyai Muda buru-buru menghampiri Kyai Muballigh, menyalami kemudian memeluk merangkulnya.
Kyai Muda berbisik, “Masya Alloh, alchamdulillah Kyai, Kyai tidak menyebut nama. Sayalah daftar nama santri ternakal Kyai Sepuh “!!
“Allohu Akbar”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H