Mohon tunggu...
Dwi Mariyono
Dwi Mariyono Mohon Tunggu... Dosen - Doctor at the Faculty of Islamic Religion, Malang Islamic University

Doctor at the Faculty of Islamic Religion, Malang Islamic University. This position has been trusted as Head of the Human Resources Division since June 2023

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengurai Sebab, Akibat, dan Dampak Serta Solusi Maraknya Kasus Jual Beli "WTP"

18 Mei 2024   11:43 Diperbarui: 18 Mei 2024   11:43 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan

Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) merupakan opini audit tertinggi yang dapat diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan keuangan pemerintah maupun lembaga tertentu. Namun, maraknya praktek jual beli hasil audit WTP mengindikasikan adanya masalah serius dalam integritas dan transparansi pelaporan keuangan di Indonesia. Artikel ini akan menguraikan sebab, akibat, dampak, serta solusi untuk mengatasi maraknya jual beli hasil audit WTP.

Sebab Maraknya Jual Beli Hasil Audit WTP

  1. Tekanan dari Pimpinan dan Pemangku Kepentingan: Para pimpinan daerah dan lembaga sering kali merasa tertekan untuk mendapatkan opini WTP sebagai bentuk prestasi yang bisa meningkatkan citra dan reputasi mereka. Tekanan ini bisa datang dari atasan, pemangku kepentingan, atau kebutuhan politik yang mengharuskan mereka menunjukkan hasil yang baik untuk mendapatkan dukungan dan anggaran lebih besar dari pemerintah pusat.

  2. Korupsi dan Kolusi: Praktek korupsi dan kolusi yang sudah mengakar di berbagai sektor menjadi salah satu penyebab utama maraknya jual beli hasil audit WTP. Kolusi antara pejabat pemerintahan dan auditor bisa terjadi, dimana pihak yang diaudit memberikan imbalan tertentu untuk mendapatkan opini WTP tanpa memperhatikan keadaan sebenarnya dari laporan keuangan mereka.

  3. Kurangnya Pengawasan: Sistem pengawasan yang lemah baik secara internal maupun eksternal membuka peluang bagi praktek manipulasi dan jual beli hasil audit. Pengawasan internal yang tidak efektif dan kurangnya mekanisme check and balance dari pihak luar membuat celah bagi oknum untuk menyalahgunakan kewenangan mereka.

  4. Insentif Finansial dan Politik: Opini WTP sering kali dihubungkan dengan insentif baik dalam bentuk finansial maupun politik. Daerah atau instansi yang mendapatkan opini WTP biasanya mendapatkan tambahan anggaran atau dukungan politik yang lebih besar, sehingga memotivasi para pejabat untuk melakukan segala cara, termasuk korupsi, untuk mencapai opini tersebut.

  5. Budaya Birokrasi yang Buruk: Di beberapa daerah dan instansi, budaya birokrasi yang tidak transparan dan akuntabel menjadi lahan subur bagi praktik jual beli hasil audit. Budaya kerja yang permisif terhadap praktek korupsi dan suap memperparah kondisi ini, dimana pegawai dan pejabat cenderung menganggap normal tindakan menyimpang demi keuntungan pribadi atau kelompok.

  6. Keterbatasan Kapasitas dan Sumber Daya Auditor: Keterbatasan jumlah dan kemampuan auditor juga bisa menjadi faktor yang mendorong praktek jual beli hasil audit. Ketika auditor menghadapi beban kerja yang tinggi dan kekurangan sumber daya, mereka mungkin lebih rentan terhadap tawaran suap untuk memberikan opini yang diinginkan tanpa melakukan pemeriksaan yang mendalam dan objektif.

  7. Kurangnya Pendidikan dan Kesadaran Etika: Banyak pejabat dan auditor yang mungkin kurang memiliki pendidikan dan pemahaman tentang etika dan integritas dalam menjalankan tugas mereka. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran ini bisa menyebabkan mereka lebih mudah tergoda untuk terlibat dalam praktek jual beli hasil audit, terutama jika mereka tidak memahami dampak negatif jangka panjang dari tindakan tersebut terhadap institusi dan negara.

Akibat dari Jual Beli Hasil Audit WTP

  1. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun