Ada kata yang berulang kali saya dengar disetiap waktu, setiap tempat diskusi tentang lingkungan, lebih khusus tentang air bersih yakni "Permasalahan kelangkaan air merupakan masalah clasic yang selalu berulang dan berulang, bahkan akan selalu begitu hingga bumi ini berhenti berputar". Air sejak jaman nenek moyang kita, Adam dan Hawa pasangan manusia pertama pun menempatkan air sebagai satu elemen yang sangat penting. Adam dan Hawa beserta anak turunya pun bermukim sekitar sumber mata air.Â
Banyak sumber sejarah baik berupa prasasti maupun naskah kuno yang selalu mengaitkan pusat kebudayaan dengan titik dimana air ditemukan. Kebudayaan tertua Babilonia di Timur tengah, Sungai Nil Mesir, Sungai Indus india, hingga Kerajaan tertua di Indonesia Kerajaan Kutai pun berdiri megah terletak tak jauh dari sumber air yakni di Muara Sungai Mahakam dan tentunya masih banyak lagi contoh lainnya.
Air dimasa kini pun tetap menjadi satu hal yang pokok, bahkan telah menjelma menjadi komoditi yang dapat memberikan kekayaan luar biasa, tengok Aqua, Cocacola Company, Sosro, PDAM, dll. PDAM merupakan salah satu perusahaan yang mampu menyejahterakan banyak karyawannya melalui keuntungan pengelolaan air bersih, PDAM mampu menjangkau banyak desa, menjangkau hingga jauh dan memiliki hampir seluruh titik sumber air di Indonesia.Â
Yogyakarta, dalam hal ini di Kabupaten Kulon Progo memiliki sumber mata air yang melimpah, masyarakat pun dapat menikmati air yang melimpah sejak puluhan tahun silam. Keadaan seperti inilah yang diharapkan banyak masyarakat di daerah lainnya. Dari sekian banyak sumber mata air di Kulon Progo, sumber mata air Celereng dan Waduk Sermo menempati urutan utama dalam hal penyuplaian air bersih, keduanya dikelola oleh PDAM, bahkan untuk mata air clereng kini sudah memiliki produk lain selain air untuk rumah tangga, yakni produk air mineral AirKu (Akronim Air Kulon Progo).Â
Inovasi, kreasi dan aksi kerja nyata dari sinergi pemerintah, LSM dan putra-putri Kulon Progo pun berbuah manis, hanya masih ada sedikit catatan saja dari BPS, untuk angka kemiskinan di Kulon Progo masih terlampau tinggi, sebenarnya saya tak begitu menghiraukan namun ketika dihadapkan pada kondisi lapangan yang ternyata rerata harga sembako yang masih tinggi bahkan tak jarang lebih tinggi dari kabupaten-kota 4 lainnya di DIY, ditambah dengan kaitannya topik pembahasan diatas tentang kebutuhan air khususnya pada tarif bayar PDAM yang masih sangat tinggi, bahkan bisa 2 hingga lima kali lipat lebih mahal dari tarif bayar listrik PLN. Â
Tampaknya masih banyak PR untuk pemerintah Kulon Progo, LSM dan seluruh komponen di dalam sebuah tempat indah yang bernama Kulon Progo. Sengaja saya tulis seperti itu karna tak adil ketika hanya pemerintah yang dijadikan subjek, saya meyakini banyak komponen dari LSM, organisasi kepemudaan, dari masyarakat yang dibutuhkan untuk menciptakan Kulon Progo sebagai daerah yang sejahtera, daerah dimana para orang tua merasa aman terhadap putra-putrinya.Â
PR-PR tersebut tentunya perlu disikapi dengan bijak bila tak akan menjadi sebuah blunder. Lebih-lebih bila dilakukan tanpa pikir panjang, salah satunya seperti adanya oknum karyawan PDAM yang terlalu terburu-buru menjawab kalaumasalah baiaya rekening air pdam yang tinggi itu karena volume bak air yang terbatas, distribusi terkendala listrik, biaya pengelolaan mahal, yang paling sering yakni wajar pada pemakaian yang berlebih akan mahal, atau bisa jadi hanya kerusakan kecil pada argo/meteran air dan mungkin hanya sedikit yang mengalami jawabnya. Namun tahukah bahwa ada beberapa pedusunan di kawasan Pengasih yang warganya rame-rame mogok alias mulai tak menggunakan air PDAM karena harga tarif yang kian mencekik?Silakan cek jumlah statistik pelanggan PDAM 2 tahun terakhir, saking banyaknya PDAM kehilangan pelanggan, beberapa bulan lalu PDAM melakukan promo pasang air gratis.Â
Baiklah saya tak mau berpanjang lebar, anggap saja itu mungkin terbatas hanya pada sebagian kawasan saja di Kulon Progo, dan tak menyembunyikan sesuatu pun jujur tetap bersyukur karena kondisinya jelas tetap lebih baik dibanding dengan daerah-daerah yang berada di dataran tinggi lainnya (terutama daerah timur), namun mudah-mudahan ini tetap akan diperhatikan dengan serius karena sungguh tak tega melihat kakek, nenek yang tinggal hanya berdua di desa dan harus menanggung biaya air yang mencapai lebih dari 150ribu sebulan, padahal kebutuhan air hanya untuk minum, mandi, cuci, tak lebih dari itu, sungguh sangat sedih mendapatkan laporan warga meminum air tak layak konsumsi hanya gegara tarif tagihan air yang tinggi.
Harapan besar tentunya harus disertai usaha yang besar, meski Pasal 33 ayat 3 UUd 45 berbunyi bumi, air dan kekayaan alam terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (kesejahteraan penduduk) namun akan lebih baik pengelolaan PDAM ataupun perusahaan/lembaga yang dimiliki pemerintah lainnya lebih berorientasi pada asas kekeluargaan, penyejahteraan rakyat kecil, lebih mendengarkan, menanggapi, melibatkan dan selalu mematuhi aturan.Â
Tindakan nyata yang diusulkan:
- Bangun penampungan pengolahan air lebih besar, bila alasan stok air kurang (padahal ada belasan waduk mini di Jogja, Kulon Progo) yang selalu dijadikan alasan hingga hanya mengalir sebentar dalam sehari (itu pun pihak pengelola memasang tarif yang tinggi pada pelanggan, duh)
- Perbanyak kantong-kantong penampung air disetiap pedusunan sehingga tak terlalu sering berhenti mengalir mengingat ketika paralon besar air PAM sering kali putus dan mengakibatkan tak mengalir hingga berhari-hari. (Harga air meski tak mengalir hingga seminggu lebih tetap tarifnya sama, malah terkadang naik, duh)
- Ganti argo/meteran yang rusak dengan yang baru, jangan sampai pemakaian 3meter kubik tercatat 300meter kubik. (Petugas apakah benar mengecek ke lapangan?ke meteran air langsung?kenapa masih saja banyak lansia, para janda yang harus membayar tarif PDAM yang mahal disetiap bulannya?padahal saya yakin belum tentu mereka mengahbiskan air sesuai catatan meteran)
- Perbanyak petugas yang cekatan mengelola PDAM, jangan perbanyak yang hanya cekatan marah-marah (faktanya kebanyakan sudah jam pelayanan siang, sering telat, orangnya kurang ramah-betul sistem rekruitmentnya perlu dipertanyakan)
Mungkin itu saja dulu, ini hanya sebatas uneg-uneg saya yang saya tuangkan di kompaiana, mungkin bisa jadi kurang objektif, bisa jadi juga tak layak baca tak layak masuk topik pilihan, besar harapan kami ada sebuah perbaikan, lebih spesifik memohon evaluasi dan rotasi pimpinan (layaknya pegawai kontrak di akar rumput) setiap satu tahun melibatkan masyarakat dan mahasiswa (universitas) tetap perlu dicanangkan dan dilaksanakan.Â