"Judul diatas memang agak serem" Baru saja inget kata-kata Bang Yus, dan kali ini saya mau berbagi tentang hal yang lain, namun tetab pada garisnya.
Ada yang pernah merasakan yang pernah saya rasakan ini?
Merasa kebingungan, was-was, khawatir, ketakutan, putus asa saat menghadapi sesuatu yang berat dan penuh tantangan dalam kehidupan?Adakah?
Hampir semua orang yang saya temui pernah mengalami pengalaman yang sama, bahkan ada yang bilang bahwa hidupnya selalu seperti itu.
Justru bila Ada yang belum menjumpai kondisi seperti itu sekalipun, mungkin bisa jadi berdiam diri, belum mencoba banyak hal, mencari aman dan belum benar-benar memaksimalkan potensi dalam diri.
Seseorang yang bekerja keras mencapai tujuan dan bemenepati target tapi gagal akan lebih baik daripada yang tidak berani mencoba, takut gagal.
Berjuang dan tapi gagal akan menghasilkan pembelajaran-kemajuan,kematangan berfikir, namun belum apa-apa sudah takut gagal hanya menghasilkan penyesalan dikemudian hari dan rasa minder.Percayakah anda?Yes or No, saya menyerahkn bagian ini pada anda.
Untuk yang pernah berjuang keras tapi gagal, jangan khawatir. Ini seperti mendaki gunung, seandainya hari ini belum sukses mencapai puncak, anda tak perlu turun kebawah (putus asa), anda hanya perlu melanjutkan perjuangan dan bersabar. Esok atau lusa puncak tergapai asal anda terus mendaki.
Kita tidak pernah mengetahui apa yang akan terjadi pada esok hari namun jika menginginkan hasil yang berbeda dari biasanya maka anda harus melakukan hal yang berbeda.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan mereka sendiri”
Pernah seorang kawan pribumi bilang beruntung kalangan etnis Tionghoa, mereka dilahirkan untuk kaya raya. Awalnya saya sepakat, namun tidak setelah berjumpa dengan seorang dari etnis tionghoa asli. Ia bercerita tentang awal kedatangan mereka di banyak negara, beratnya jadi etnis tionghoa yang dulu disubordinatifkan atau dengan bahasa kerennya didiskriminasikan. Sehingga untuk makan saja sulit, nasi yang tak cukup untuk sekeluarga diolahnya dengan banyak air supaya cukup, sehingga konon katanya bubur adalah makanan utamanya. Dalam sector mencari penghidupan pun sulit, jangankan jadi pegawai pemerintahan, jadi pegawai rendahan pun tidak. Akhirnya mereka rela bekerja apa saja, bahkan mencucikan pakaian dalam pun mau.
Cerita berlanjut, kehidupan etnis tionghoa pada masa awal kedatangan di Indonesia walaupun sangat-sangat sangatlah berat namun lebih baik dibanding yang sampai dinegara lain. Datang tak bermodal apapun dan tak memiliki keahlian khusus. Beruntung bagi yang tiba di Jawa, pasalnya Orang pribumi (red.Jawa) tak keberatan etnis tionghoa menetap di Jawa, bahkan tradisi Jawa sejak dulu adalah mengagungkan tamu, bahkan menghormati mereka. Lebih dari itu, bahkan orang Jawa mau berbagi tanah. Sehingga tak dipungkiri di Jawa etnis tionghoa berkembang pesat.
Kehidupan sekarang bisa dibilang hampir semua orang etnis tionghoa hidup kecukupan, masa yang sulit dan pahit pada kakek-nenek buyut generasi pertama telah berbuah manis pada generasi sekarang. Tinggal mempertahankan melalui nilai-nilai perjuangan dan kegigihan yang diajarkan secara nonformal dan informal dalam keluarga.
Dari situ kita tau bahwa sebenarnya seandainya etnis tionghoa pada masa awal kedatangan berputus asa dan tidak mengubah keadaan dengan rela bekerja apa saja maka sekarang tak akan menjumpai keadaan seperti ini, bisa dibilang diatas angin. Dan juga beruntung yang sampai di Indonesia. Tidak seperti etnis Rohingya, mereka diusir dan dibunuh oleh etnis pribumi(Red.Myanmar). Yah, sekali lagi sangat beruntung etnis tionghoa sampai di tanah ini, sungguh arif dan amat terpuji orang-orang pribumi disini, di Indonesia.
Mari kita melihat di Negara Cina sejenak, kehidupan etnis tionghoa di Negara Cina-negaranya sendiri malah berbanding terbalik, penduduk yang sangat banyak, pengangguran dan upah yang sangat kecil menjadi PR pemerintah hingga saat ini. Bahkan mereka hanya memperbolehkan memiliki satu anak saja. Dan teman saya tadi mengatakan sangat beruntung di Indonesia, ia memiliki banyak saudara.
Puzzle-puzzle kisah tadi bisa dilihat dari beberapa sudut berbeda, namun saya memilih melihat dan ingin sekali meniru-mengikat erat untuk saya tanamkan pada diri dan pada keluarga makna tentang kegigihan yang ada pada etnis tionghoa dan kearifan pada etnis pribumi(red.jawa,dll).
Semakin banyak teman ngobrol bukan berarti saya semakin bijak dalam menulis, kadang dalam menuliskan pengalaman disini saya masih banyak kekurangan dan tentunya tidak sedikit pula ada beberapa hal tulisan yang akan menunjukan seberapa dangkalnya pemahaman saya untuk itu membuka ruang bagi yang ingin mengutarakan pengalaman yang berbeda dari saya atau hal-hal lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H