Mohon tunggu...
Dwi Lestari Wiyono
Dwi Lestari Wiyono Mohon Tunggu... Buruh - Pekerja di industri Food and Beverage yang menyukai dunia kepenulisan

Dwi Lestari atau Dwi Lestari Wiyono adalah seorang Pekerja - Penulis – Sajak – Cerita, serta menjadi bagian dari NaDi Collection Series @nadicollectionseries (instagram akun) sebuah seni dalam tumbler. Dwi pun bisa dijumpai: Facebook : Dwi Lestari Wiyono (Dwi) Instagram: @dwilestariwiyono

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sepotong Kuas XIII

24 April 2024   12:10 Diperbarui: 24 April 2024   12:24 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Dwi Lestari Wiyono 

Oleh: Dwi Lestari Wiyono
 

"Mengapa, aku selalu sendiri?"
 
***
 
Iblis berdebat denganku di keheningan malam. Ia mempertanyakan alasanku meninggalkannya. Ia mencium gelagatku rupanya. Aku lupa bahwa ia iblis yang berada satu tingkat di atasku.

"Mikael ... kau tidak bisa menghapus kontrak begitu saja. Kau tidak bisa membuangku seenaknya."
"Setidaknya selesaikan kontrakmu denganku. Aku masih bertoleran padamu karena aku sang iblis punya budi padamu di masa silam. Ketahuilah Mikaela tidak ada yang gratis di dunia ini. Aku telah mengganggapmu sebagai saudaraku. Kita punya tanda yang sama. Tanda yang sama Mikael."
"Tanda yang sama."
 
Perkataan iblis dengan perkataan pria asing yang menemuiku tempo lalu memiliki kemiripan, benar-benar mirip. Ada apa? Mengapa semuanya terlihat seperti benang merah yang akan tersambung? Entahlah, ingatanku belum mampu menjangkaunya. Entah apa yang mereka katakan. Saat ini aku memang belum sepenuhnya mengerti. Beri aku waktu untuk mencernanya. Beri aku waktu agar aku bisa memecahkannya. Kau bilang kau tak memaksaku. Tapi perkataan dan pernyataanmu padaku sungguh membuatku terperanjat. Baunya memang tak asing. Baunya memang ku kenal. Aku bingung Tuhan. Benarkah kasatria itu aku? Benarkah ...?
 
***
 
Aku menyembunyikan semuanya dengan baik. Aku bersandiwara, aku berolah peran. Agamaku, keyakinanku aku kesampingkan demi dirinya. Aku menolak, menolak keras pada awalnya namun dorongan ini begitu kuat hingga tangan ini dengan mudah membubuhkan sebuah tanda. Ya, tanda kesepakatan antara aku dengannya, dengan sang iblis. Aku menandatanganinya di Eropa. Aku memulai perjanjian ini di benua biru, bertepatan dengan selesainya program studi akdemikku di negara tersebut. Itulah mengapa aku begitu termasyur. Itulah mengapa aku begitu terpandang. Karena perjanjian ini bukanlah perjanjian biasa. Ini sebuah perjanjian di mana ketidaksengajaan menjadi kata kuncinya. Iblis berkata, ini takdir. Iblis berkata, bahwa aku satu-satunya manusia yang diberi kelonggaran olehnya. Aku adalah jembatan. Iblis berkata aku adalah jembatan, sebuah jembatan yang akan mempertemukan dirinya dengan orang yang ia kasihi pada masa silam. Ia mencari kawan seperjuangannya. Ia mencari seseorang yang dulu mengulurkan tangan padanya pada masanya. Ia mencari; masih. Mencari. Kau gila, iblisku adalah Tuhanku di bumi. Iblisku adalah seseorang yang ..., seseorang yang ..., maaf aku tak bisa membuka kartuku di hadapanmu ini terlalu pribadi. Siapa? Siapa nama iblisku? Lucifer? Bintang Fajar? Aku lupa nama iblisku. Entahlah, ia memiliki nama yang berbau asing. Ia selalu memakai bahasa asing setiap bercakap denganku. Ini bukan bahasa bumi. Ini bukan bahasa yang bisa kau cari terjemahannya di mesin pencarian. Ini bahasa alam, bahasa yang tidak akan pernah kau atau kalian pahami. Kau berada di tingkat mana? Itu yang selalu iblisku katakan. Lancang sekali bukan. Sayang ia adalah Tuhanku di bumi, kalau tidak ..., Kau mengerti maksudku?
 
***
 
Semakin tinggi tingkatan seseorang maka semakin tinggi pula penampakannya. Ia tidak akan merunduk sekalipun kau terjatuh di hadapannya. Ia tidak akan memberikan saputangannya padamu sekalipun kau meronta, menangis darah di hadapannya. Ia membatu, beku, dingin selayaknya sebongkah es pada gunungan salju abadi.  Kau tak mungkin mampu menjangkaunya karena ia adalah gunung, puncak gunung di lautan salju. Ia dingin, teramat dingin.
 
Apa? Hal apakah yang mampu membuatnya berpaling padamu? Aku? Kau bertanya padaku. Aku membuat perjanjian dengannya. Aku membubuhkan jiwaku sebagai tandanya. Tidakkah kau tahu, ia benar-benar tidak bisa kau ajak bercanda. Iblisku berada pada tingkatan tertinggi. Aku tak tahu seberapa tinggi tingkatannya. Yang jelas jika ia mau iblisku bisa mencabut nyawamu tanpa kau sempat menyadarinya berkedip pun bahkan kau tak sempat. Hebat bukan ... sungguh hebat Tuhanku di bumi ini. Kau, kalian pasti bingung dengan jenis perjanjianku. Aku sendiri saja bingung apalagi dirimu. Mikael ... Mikael, ayo selesaikan tugasmu iblismu tengah menunggu. Jangan biarkan iblismu menunggumu. Ssttt ....
 
bersambung ...
 
(2017/2024)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun