Oleh: Dwi Lestari Wiyono
Â
Kau menanam harapan pada tanah kosong
Kau memupuk harapan pada tempat yang tak seharusnya kau datangi
Jangan sesali keputusanmu bila yang kau tuai hanya sebuah angan kosong
Menarilah bersama angin
Menarilah bersama cahaya
Menarilah seakan hidupmu hanya tinggal menunggu hari esok.
***
Kugenggam bintang dan kuhempaskan ia selayaknya angin. Helaan napasku semakin panjang, semakin berat. Mungkinkah pria tua itu sudah lama mengamatiku? Aku tak bisa menjelaskannya dengan otakku, pemikiranku terhambat, tersumbat oleh beban masa lalu. Pria asing itu datang dan menemuiku tanpa terduga. Menemui atau bertemu tanpa sengaja? Entahlah kata-kataku menjadi tak karuan, susunannya tak beraturan. Aku kacau; merasa frustasi.
Â
***
Â
Kasatria dan petarung? Pada masa kini? Tentunya tanpa baju jirah dan tanpa sebilah pedang. Jika aku berjalan dengan memakai pakaian atau kostum semacam itu tentulah mereka akan mengira aku sedang mengikuti sebuah festival? Tapi, festival di mana?
Â
Ada banyak hal yang kusimpan. Ada banyak hal yang sengaja kurahasiakan secara rapat. Aku tertutup dan cenderung menaruh curiga. Bagaimana bisa kau membagi kisahmu bila itu terlalu kelam dan terlalu menyakitkan. Aku menyembunyikan kisahku pada sebuah senyuman.
Â
"Mikael ... Mikaela, Apa kau sudah cek persediaan bulan ini?"
"Dalem ibunda, semuanya sudah clear."
Â
Tak mungkin aku membagi kisahku pada orang lain. Tak mungkin, dan tak mungkin. Mereka akan terperanjat dan kaget bila mendengar kisahku. Bahkan mungkin mereka akan memberikan stigma gila padaku. Psikologi atau bahkan psikiater? Omong kosong, aku tidak gila.
Â
***
Â
Kulumuri pusaka ini dengan doa. Kulumuri pusaka ini dengan puji-pujian khusus. Aku hormati leluhurku, aku hormati mereka yang sudah ada melampaui diriku. Aku orang yang mudah beradaptasi, bahkan teramat mudah. Terkadang julukan dingin disematkan padaku dengan mudahnya. Tenanglah ... tenang aku tak akan membunuhmu karena aku masih seorang manusia dan aku masih punya hati.
Â
***
Â
Berkati aku dalam pemujaan kali ini
Berkati aku hingga aku tak bodoh dan tak salah dalam melangkah
Berkati aku,
...
....
***
Satu
Dua
Tiga.
Menyalalah. Datanglah engkau wahai jiwa yang kupuja.
Â
bersambung ...
(2017/2024)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H