Mohon tunggu...
Dwi Lestari Wiyono
Dwi Lestari Wiyono Mohon Tunggu... Buruh - Pekerja di industri Food and Beverage yang menyukai dunia kepenulisan

Dwi Lestari atau Dwi Lestari Wiyono adalah seorang Pekerja - Penulis – Sajak – Cerita, serta menjadi bagian dari NaDi Collection Series @nadicollectionseries (instagram akun) sebuah seni dalam tumbler. Dwi pun bisa dijumpai: Facebook : Dwi Lestari Wiyono (Dwi) Instagram: @dwilestariwiyono

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kotak VI

7 Juli 2023   09:00 Diperbarui: 7 Juli 2023   09:26 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Dwi Lestari Wiyono 

Oleh : Dwi Lestari Wiyono
 
Hari ini kita makan seadanya, kita bersyukur, penuh syukur bahwasanya Tuhan Yang Maha Esa masih memberikan kesehatan dan nikmat yang luar biasa akan hidup ini
Kita bersyukur pula bahwasanya Ia, Tuhan Yang Maha Esa memberikan kita kesempatan untuk menata ulang dan memperbaiki kesalahan yang pernah kita perbuat
Bersyukur, terima kasih atas hidup yang kau berikan meski tangan ini belum seutuhnya menggapai angan
Terima kasih Tuhan.
 
Lonceng, genta gereja berkumandang, berdentang, aku harus pergi menuju rumah Tuhan
Entah sudah berapa kali kutekankan tentang keimanan yang masih kupertanyakan
Aku ingin menyakininya meski hati ini belum bulat seutuhnya
Aku tergoda Tuhan yang lain, aku tergoda Semesta (Pencipta) yang lain
Bersalahkah bila aku mengganti kitabku dengan kitab suci yang lain?
Bersalahkah bila aku menyimpan butiran-butiran doaku dalam kotak tertutup? Bersalahkah?
Aku masih mencari Yang Sejati
Aku masih mencari Yang Murni
Ia yang tak ternoda oleh sumpah bumi
Ia yang tunggal dan selalu menjadi tunggal karena Ia pencipta yang satu
Ia yang bersemayam di hatiku semenjak aku mengetahui identitas, jati diriku yang sebenarnya
Aku yang menua dalam kisaran bumi
Aku yang lestari dalam perputaran kehidupan
Seumpama aku boleh memilih, aku ingin mengetahui kehidupanku di masa silam, aku ingin mengetahuinya
Angin, rembulan, bintang-bintang, aku menyakini arahmu meski diliputi kegamangan
Angin, rembulan, bintang-bintang, cahaya itu berpendar menunjukan arah sebaliknya
Angin, rembulan, bintang-bintang, Bisakah aku menggapaimu hanya dengan setengah waktu?
Angin ....
 
Racun bumi hinggap, berbisik sejenak di indera pendengarku,
Penjaga ... penjaga
Sebuah kata yang sudah lama tidak aku ingat
Sebuah kata yang aku sesumbarkan demi bertemu dengannya,
Kau membutuhkan penjaga?
Aku bodoh, benar-benar bodoh.
 
Bagaimana bila apa yang kau takutkan terwujud?
Bagaimana bila ia muncul di hadapanmu, menyapamu, dan mempertanyakan pertarungan yang kau janjikan? Bagaimana?
Ia ... tidak memiliki bukti? Ia tidak memiliki alasan untuk mempertanyakan janji itu?
Seumpama ia menggertak aku punya alasan, alibi lain
Bagaimana bila ia menyebutkan kata, sandi kata yang kau rindukan? Bukankah kau ingin bertemu dan mengenal sosok dirinya yang berbeda?
Ia yang memakai hati sebagai saringannya
Ia yang dapat membaca dengan mudah dengan ketajaman hati yang dimilikinya
Ia yang menurutmu pastilah orang yang bijak
Ia yang ...
Aku tahu ... aku tahu, tidak ada orang seperti itu di dunia ini, setidaknya belum
Aku hanya menciptakan tokoh fiktif sebagai penghibur akan dukaku
Aku hanya menciptakan tokoh fiktif sebagai penutup lukaku
Aku tahu ... aku tahu malaikat tidak akan turun ke bumi sebelum masanya, bumi akan berguncang dan bergejolak manakala ini semua tak berjalan sesuai alurnya
Aku masih memujaNya, aku masih mengenalNya meski aku belum atau tidak berTuhan untuk saat ini
Ampuni aku bila aku menjadi umatMu yang kelam.
 
Elegi itu memakan tumbal
Eegi itu menyisakan duka cita
Jangan kau korbankan ia yang tak bersalah
Jangan kau korbankan ..., mereka berhak hidup, mereka berhak menggapai semua angannya
Jangan kau korbankan nyawa orang lain demi kesuksesanmu
Jangan kau korbankan nyawa orang lain demi kemapanan yang kau miliki
Korbankan saja dirimu atau keluargamu sebagai alat bayar perjanjianmu
Jangan kau usik aku atau keluargaku, kami bukan tumbal gratismu
Eksekusi saja perjanjianmu
Kau punya pemecahnya?
 
Lentera itu menjelma
Lentera itu tercipta
Penawarku?
Apakah penawar yang selama ini kau janjikan sudah berada dihadapanku?
Aku amat menantikan teramat lama
Aku benar-benar menanti.
 

Keabadian membutuhkan pengorbanan
Keabadian membutuhkan waktu yang teramat panjang
Seandainya kau diperkenankan untuk memilih, kau ingin melanjutkan kehidupanmu saat ini atau berhenti dan memutar waktu agar semuanya berjalan sebagaimana yang engkau harapkan
Syukurilah kehidupanmu saat ini, jangan memilih, jangan menolak
Jalanilah sebagaimana air yang mengalir
Jalanilah ...
Kelak bila tiba saatnya kau berpulang sebut aku seperti kau menyebutku saat ini
Tepati janjimu dan sebut aku, panggil aku di gerbang itu
Wo ai ni, salamku dari surga untukmu kak.

(2017/2023)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun