Amien Rais memberikan pernyataan terkait wacana masa jabatan tiga periode disampaikan melalui pada Sabtu, 13 Maret 2021, yang dimana menurut Amier Rais, rencana mengubah ketentuan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode tersebut akan dilakukan dengan cara menggelar Sidang Istimewa melalui MPR, aga dpat mengubah atau mengamandemenkan UUD 1945 RI, dimana mungkin 1 atau 2 pasal diusahakan untuk diperbaiki, lanjut Amien Rais dalama tayang Kompas TV pada hari Senin, 15 Maret 2021. Tetapi pernyataan Amien Rais tentang wacana Jokowi yang akan berusaha mengubah masa jabatan Presiden Republik Indonesia menjadi tiga periode tersebut, dibantah langsung oleh jurubicara Jokowi. Fadjroel Rachman selaku juru-bicara resmi Presiden dengan tegas mengatakan bahwa Presiden akan tegak lurus pada Konstitusi UUD 1945, dan masa jabatan Presiden Indonesia adalah dua periode.
Dalam  UUD  1945  memang  jelas  bahwa  untuk  jabatan  seorang  presiden hanya dapat berlangsung 2 periode berturut-turut dengan setiap  periodenya adalah selama 5 tahun menjabat. Namun perlu diketahui bahwa Konstitusi Indonesia tidak menutup diri untuk dilakukan pembaharuan sebab pengaturan dalam Pasal 37 UUD 1945  memungkinkan  dilakukannya  amandemen  jika  usulan  perubahan  diajukan  Sekurang-kurangnnya  1/3  dari  jumlah  anggota  MPR,  kemudian  MPR  menggelar  sidang untuk perubahan  UUD 1945 apabila dihadiri sekurang kurangnya 2/3 dari  jumlah  anggota  MPR  dan  untuk  memutuskan  perubahan  pasal pasal  dalam  UUD 1945 maka MPR harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 50 persen ditambah satu suara dari jumlah anggota MPR
Menurut saya setiap warga negara mempunyai hak untuk mengusulkan apa pun demi kebaikan bangsa dan negara ini, termasuk mengusulkan perubahan Udang-Undang Dasar 1945. Menyampaikan pendapat dan pikiran, baik secara lisan maupun tertulis, merupakan hak setiap warga negara yang dijamin konstitusi. Isu presiden di Indonesia yang akan menjabat selam tiga periode atau 15 tahun menjadi perbincangan hangat belakangan ini. Sehingga presiden langsung menanggapi isu tersebut dengan tegas dan jelas bahwa beliau mentaati konstitusi. Disisi lain isu presiden 3 periode tersebut mendapat berbagai respon mulai dari masyarakat ataupun partai, berbagai tanggapan ada yang setuju dan juga ada yang tidak setuju
Bila ada yang mengusulkan masa jabatan presiden diubah,dari dua periode menjadi tiga periode, tentu boleh saja. Tapi menolaknya pun sah-sah saja. Wacana perubahan masa jabatan presiden merupakan masalah kekuasaan yang klasik. Maka logiskah bila mengubah lagi masa jabatan itu menjadi tiga periode, sampai saat ini saya belum menemukan argumntasi yang rasional dan logis untuk mengubah pasal tersebut. Jika pun ada argumentasi yang rasional, hala itu tetpa sulit diterima nalar karena perpanjangan masa jabatan presiden adalah pertaruhan untuk kepentingan sesaat demi kepentingan golongan tertentu. Dengan jelas gagasan ini mencederai semangat reformasi dan keinginan membangun demokrasi yang bermartabat.
Sehingga dengan adanya isu ini memberikan ruang perdebatan bagi publik mencerminkan bahwa isu tersebut mendapat perhatian publik. Namun sesungguhnya ada yang perlu dikritisi terhadap substansi isu jabatan presiden tiga periode. Kritik yang perlu dilayangkan adalah terkait dengan ketidakkonsistenan dalam berkonsensus. Perlunya kekuasaan presiden untuk dibatasi terkait dengan masa atau waktu. Salah satu tujuan dari pembatasan kekuasaan adalah untuk mencegah dari adanya kesewenang-wenangan dalam presiden menjalankan jabatan. Adanya pembatasan kekuasaan melalui pembatasan masa jabatan diharapkan dapat menghilangkan dan meminimlaisir tindakan kesewenang-wenangan ataupun tindakan korup dalam menjalankan jabatan.
Jika dipikir apakah perlu masa jabatan presiden menjadi tiga periode, Jika masa jabatan presiden diubah atau ditambah menjadi tiga periode, maka esensi membatasi masa jabatan presiden jelas telah tereduksi. Kita seolah kembali kepada masa sebelum amandemen UUD NRI Tahun 1945 yang mana masa jabatan presiden boleh lebih dari dua periode. Walaupun dalam isu ini lebih konkrit yaitu hanya sampai tiga periode. Tapi pada pokoknya terjadi reduksi pembatasan masa jabatan presiden. Jadi seolah-olah reduksi pembatasan masa jabatan tersebut memberikan kesan terjadinya maju mundur dalam kebijakan pembatasan kekuasaan. Hal ini menampakan terjadi adanya ketidak konsistenan dalam berkonsensus. Namun jika isu atau wacana tersebut berubah menjadi kenyataan dalam hal ini menjadi kebijakan yang legal, maka ketidak konsistenan dalam berkonsensus memang terjadi khususnya dalam hal pembatsan masa jabatan presiden. Publik yang konsisten terhadap perlunya pembatasan masa jabatan presiden dua periode tentu harus bersikap agar isu masa jabatan presiden tiga periode tidak menjadi kenyataan. Perlu tindakan pengawalan konkrit agar isu masa jabatan presiden tiga periode tidak menjadi kenyataan. Salah satu tindakan yang harus dilakukan adalah mengkampanyekan pembatasan presiden agar tetap dua periode seperti yang telah disepakati bersama dalam amandemen UUD NRI Tahun 1945. Kemudian perlu juga dikampanyekan bahwa pembatasan jabatan presiden (dua periode) untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan.
Jika membicarakan tiga periode jabatan presiden, kita teringat pada nama George Washington. Presiden pertama Amerika Serikat itu sangat dicintai masyarakatnya. Sangking cintanya, ia didudukang kembali untuk menjadi presiden untuk periode ke tiga. . Tetapi enam bulan sebelum pemilihan, ia mengumumkan akan menolak menjabat presiden buat ketiga kalinya.
Jokowi dan George Washington adalah dua sosok presiden yang hampir memiliki kesamaan karir. Mereka ini berasal dari kalangat masyarakat akar rumput, yang artinya jika George Washington adalah seorang petani sebelum menjabat sebagai seorang jendral dan panglima tertinggi dalam colonial Perang evoluis Amerika dan kemudian menjadi presiden pertama Amerika Serikat dari 1789 hingga 1797, maka Jokowi seorang pengusaha mibel di Solo, sebelum menjadi Wali Kota Solo dan Gubernur Ibu Kota Jakarta, dan kemudia menjadi presiden ke tuju Indonesia
Mereka pun berdua adalah sosok presiden yang amat dekat dan dicintai rakyatnya. Dan menjelang berakhirnya masa jabatannya di periode keduanya menjadi presiden, mereka digoda oleh dorongan pendukungnya untuk menjabat kembali sebagai presiden di periode ketiga. Jadi kita tunggu saja hingga detik akhir karir presiden Jokowi, apakah tetap konsisten menolak atau malah iman politiknya tergoda dan goyah dengan rayuan para misionaris presiden tiga periode.
Dan saran saya semoga presiden Jokowi tetap dengan iman politiknya yang tak goyah dengan godaan gemerlap dan empuknya kursi kekuasaan. Sehingga terus tolak gagasan presiden tiga periode ini, karena hanya menguntungkan kelompok elit semata, bukan rakyat dan tetap mentaati sejarah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H