[caption id="attachment_249524" align="alignleft" width="225" caption="Pohon Nangka (http://karanganyar.olx.co.id)"][/caption]
Sepotong Kayu untuk Tuhan adalah cerita pendek (cerpen) karya sastrawan sufistik Kuntowijoyo. Cerpen ini mengisahkan tentang seorang lelaki tua yang ingin memberikan sumbangan demi agama, tanpa diketahui orang banyak. Dalam cerpen ini si lelaki tua ingin merahasiakan sumbangan yang akan diberikan dengan maksud agar dirinya tidak menjadi sombong atau riya‘.
Di benak si lelaki tua dalam cerpen Sepotong Kayu untuk Tuhan tersebut, memberi sumbangan demi agama musti dilakukan dengan kegembiraan dan keikhlasan, bukan untuk pamer dan bukan pula agar orang memandang sebagai orang kaya atau berjasa.
Cerpen Sepotong Kayu untuk Tuhan rasanya merupakan paradoks dengan beberapa peristiwa yang senantiasa berulang di bulan Ramadhan ini. Di mana kita saksikan berita melalui media massa cetak maupun elektronika, tentang seseorang memberi suatu sumbangan atas nama agama kepada orang miskin secara demontratif. Yang terjadi kemudian, di samping terkesan pamer, tidak jarang demonstrasi sumbangan tersebut berakhir dengan ricuh. Tak jarang mengakibatkan jatuh korban sia-sia dari kalangan orang miskin. Sungguh kasihan benar nasib orang miskin…
Dengan hanya membaca ringkasan cerpen Sepotong Kayu untuk Tuhandi bawah ini, harapan saya kepada sidang pembaca, hendaknya jika kita ingin berderma sesuatu kepada institusi atau orang lain yang sedang membutuhkan musti dilandasi oleh keikhlasan. Semata-mata diniatkan untuk mencari ridha-Nya. Seyogyanya secara diam-diam. Bukannya malah kita demonstrasikan, yang terkesan ada motif riya’ dibaliknya. Bukan berkah yang didapatkan, namun bencana yang menghampiri.
Semoga kita bukan termasuk orang-orang semacam itu….
***
Kini marilah kita simak ringkasan cerpen Sepotong Kayu untuk Tuhan dimaksud. Dikisahkan bahwa seorang lelaki tua di sebuah dusun terpencil ditinggalkan oleh istrinya, yang sedang menjenguk cucu-cucunya. Istri si lelaki tua tersebut, tipikal perempuan bawel, dan senantiasa mengatakan suaminya adalah seorang pemalas. Dalam kenyataannya, si lelaki tua itu adalah seorang laki-laki yang gemar bekerja keras.
Tatkala lelaki tua itu sendiri saja di rumah, ia senang alang kepalang. Lantas muncul keinginannya untuk bermalas-malas, menikmati hari-hari luang tanpa mendapat gerutuan istrinya. Namun demikian, kesadarannya bangkit: seorang yang beragama tidak boleh bersantai-santai dan bermalas-malasan. Ia kemudian tersadarkan bahwa tidak jauh dari rumahnya akan dibangun sebuah rumah ibadah. Ia bermaksud memberi sumbangan.
Maka bergegas ia ke kebun miliknya, dan menemukan ide bahwa sebaiknya ia memberikan sumbangan sebatang kayu nangka yang kuat dan besar. Kayu nangka itu sudah tua usianya dan baik untuk tiang bangunan tempat ibadah. Dalam pikirannya toh pohon itu ia sendiri yang menanamnya dan merawatnya hingga besar.
Berbeda dengan orang lain, ia ingin menyampaikan sumbangannya tanpa diketahui oleh banyak orang. Diam-diam ia menebang pohon nangka itu bersama seorang penebang kayu yang bersedia merahasiakan maksud-maksudnya.