Taman Buaya Bekasi berdiri semenjak awal dekade 1990-an. Kondisinya mengenaskan. Salah satu wahana rekreasi alternatif ini, pindahan dari Taman Buaya Pluit Jakarta Utara yang kini berubah fungsi, dan di sana berdiri dengan megah Mal Pluit. Di Pluit, Taman Buaya telah menemani masyarakat sedari 1982 hingga 1990.
Terletak di Jalan Raya Cibarusah Kecamatan Serang Kabupaten Bekasi. Menempati lahan seluas 1 ¼ hektar, dengan jumlah koleksi satwa reptil kurang lebih 500 ekor. Kondisi Taman Buaya Bekasi sangat mengenaskan dan memprihatinkan. Eksistensi Taman Buaya, di satu sisi menjadi simbol ironi di tengah gencarnya proses industrialisasi di kawasan Bekasi.
Kurangnya pemberitaan dan minimnya biaya promosi menjadi salah satu sebab keberadaan Taman Buaya ini tidak dikenal masyarakat, bahkan oleh sebagian besar warga Bekasi sendiri. Akibatnya pengunjung obyek rekreasi sepi. Di hari Sabtu dan Minggu serta hari libur lainnya, hanya dikunjungi kurang lebih 150 orang. Sementara di hari biasa, tak lebih dari jumlah jari di tangan.
Tatkala peserta Amprokan Blogger 2011 mendatangi tempat rekreasi ini, saya berbicang dengan Setu Utomo, salah seorang karyawan senior, yang telah bekerja sebagai orang kepercayaan Lukman Arifin, pemilik Taman Buaya, selama 36 tahun. Menurutnya, diakui dengan harga karcis masuk Rp 20 ribu untuk orang dewasa, dan Rp 10 ribu untuk anak, tempat rekreasi ini kurang mampu bersaing dengan tempat rekreasi lainnya. "Harga karcis sebenarnya wajar. Tidak sebanding dengan biaya operasi. Untuk memberi makan 500 ekor buaya di 5 kolam besar yang ada, rata-rata per hari menghabiskan biaya Rp 300 ribu," ujarnya.
Selanjutnya Setu Utomo menambahkan, kompoenen biaya operasional lainnya untuk menggaji karyawan yang ada, dan pemeliharaan fasilitas. Lantaran tidak sebanding antara pemasukan dengan pengeluaran, maka fasilitas mulai dari gedung utama, infrastruktur jalan, taman, dan kandang dan lain-lain di dalam kompleks rekreasi itu jarang direnovasi. Kondisi Taman Buaya Bekasi yang mengenaskan ini tidak berubah dengan semenjak didirikan lebih dari 20 tahun silam.
"Sebagai pemilik dan pencinta satwa, utamanya buaya, Lukman Arifin(91 tahun) juga memiliki 2 (dua) Taman Buaya lainnya. Yaitu Taman Buaya di Kalipasir Tangerang (1000 ekor), dan Taman Buaya Denpasar Bali (500 ekor). Kedua tempat rekreasi ekologi tersebut kondisinya juga sama dengan di sini," kata Setu Utomo menerawang tanpa ekspresi.
Dikatakan pula, saat masih berdiri di daerah Pluit Jakarta Utara, Taman Buaya mengalami masa keemasan lantaran jumlah pengunjung tiap harinya yang banyak.
***
5 kolam besar yang ada masing-masing dihuni kurang lebih 100 ekor buaya. Jenis buaya yang dipelihara adalah buaya air payau. Terdiri dari Buaya Kalimantan, Buaya Sumatera, dan Buaya Irian. Terdapat pula buaya langka lantaran kelainan pigment dan cacat, yakni Buaya Putih dan Buaya Buntung. Di samping 5 kolam besar yang ada, terdapat beberapa kandang berukuran sedang dan kecil. Kandang-kandang dihuni beberapa ekor buaya untuk maksud-maksud khusus.
Di Taman Buaya Bekasi ini, kita dapat menyaksikan buaya-buaya berukuran besar. Yang barangkali tidak kita temukan di kebun-kebun binatang yang ada di tanah air. Selain berfungsi sebagai arena rekreasi ekologi, Taman Buaya ini juga berfungsi sebagai tempat penangkaran atau pembudidayaan.
Dari pembudidayaan tersebut, pengelola memanfaatkan kulit buaya sebagai bahan industri asesoris, seperti industri kerajinan tas dan sepatu. Selain itu daging buaya dapat digunakan sebagai bahan makanan dan obat.