Penulis skenario film 5 cm mustinya lebih bisa menjiwai suasana di suatu puncak gunung, dan piawai dalam mengadaptasi sebuah novel. Melakukan orasi bukanlah cara umum yang dilakukan para pendaki gunung di belahan dunia manapun. Ketimbang orasi, jika ingin memaksakan nilai patriotisme dan nasionalime lebih elegan jika, misalnya, melakukan sujud syukur semuanya atau mencium bendera merah putih satu per satu dengan keharuan sembari menitikkan air mata sebagai perlambang kecintaan akan tanah air.
Detail tetaplah detail. Dengan demikian, dibutuhkan kecermatan dan ketelitian tingkat tinggi dalam pengambilan gambar agar tidak nampak segi-segi yang janggal secara logika umum. Riset lebih mendalam adalah kuncinya. Baik pra maupun pasca sebelum film diedarkan ke khalayak publik. Juga pelibatan banyak keahlian dan kompetensi orang seputar tema sentral film.
Film-film asing (antara lain produksi Holywood) bergenre abad-abad lampau, misalnya, pemilihan kostum atau asesoris yang dipakai para pemeran film diperhatikan dengan saksama. Tak jarang para kru film mendatangkan sejarawan, arkeolog, psikolog dan sebagainya untuk dimintai masukannya tentang film yang akan diproduksi. Pendek kata, detail sangat diperhatikan. Sungguh lucu kan, sebagai contoh, film berlatar Perang Dunia I para serdadu yang tengah berperang menggunakan senapan AK-47? :)
****
Secara umum, sebagai tontonan Film 5 cm cukup baik. Menghibur. Para pemerannya juga memiliki talenta berakting baik. Pula cukup menjiwai peran yang dibawakan. Raline Shah dan Pevita Pierce tidak pula hanya jual tampang. Lumayan aktingnya.
Sebagai tuntunan, film dengan 'side mission' mengenalkan keindahan panorama alam Indonesia nan eksotik dan spirit mencintai tanah air Indonesia patut diapresiasi. Namun perlu digarisbawahi, mencintai negeri ini bukan sekedar lewat kata-kata belaka... ia musti diejawantahkan melalui tindakan nyata.
Oya, ada sebuah scene yang saya sendiri kurang setuju. Hanya lantaran pengalaman dramatis ke puncak Semeru, Ian yang diperankan Igor Saykoji membatalkan niatnya studi lebih lanjut ke manca negara. Studi master ke kota Manchester Inggris. Alasannya karena ia mencintai Indonesia.
Mencintai dan berbakti buat negeri letaknya pada komitmen di hati. Bukan karena soal studi di dalam negeri atau luar negeri. Banyak pendiri republik ini, seperti Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Tan Malaka, Tjipto Mangoenkoesoemo, Soetomo dan Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara) bersekolah di luar negeri. Namun, apakah mereka kurang patriotis dan nasionalis? Mereka tetap patriotis dan nasionalis sejati. Ketika mereka kembali ke Indonesia, jiwa dan raga mereka ditasbihkan hanya untuk kemajuan dan kejayaan tanah air tercinta Indonesia.
Para pendiri republik tersebut memiliki mimpi-mimpi dan keyakinan yang mereka percayai untuk kemajuan tanah airnya, sebagaimana sebuah dialog dalam film 5 cm, "yang bisa dilakukan seorang makhluk bernama manusia terhadap mimpi-mimpi dan keyakinannya adalah mereka hanya tinggal mempercayainya...."
*****
Tulisan ini tayang beberapa saat sebelumnya di blog personal http://dwikisetiyawan.wordpress.com