"Sebuah bahtera yang berlabuh bertahun-tahun lamanya mungkin akan kembali berlayar, tetapi cinta dan kematian adalah perjalanan tanpa kembali." [Hikmah Berserakan]
Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un (انا لله وانا اليه راجعون). Bak disambar petir, hari ini Rabu (27/8/2014) saya dapat kabar salah seorang sahabat baik, Taufik H Mihardja, berpulang menghadap Sang Khalik dalam usia 52 tahun. Semoga arwah almarhum mendapat tempat layak di sisi-Nya. Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jualah kami kembali.
Samar-samar terkenang pertemuan dan perkenalan kali pertama saya dengan mas Taufik sebagai jurnalis muda lebih dari 15 tahun silam. Tempatnya di kantor Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Jalan Diponegoro No. 16-A Menteng Jakarta Pusat. Kala itu, pada kurun 1995-1997, saya mendapat amanah jadi Ketua Bidang Diklat Bakornas Lembaga Pers di era Taufiq Hidayat menjabat Ketua Umum PB HMI.
Sebagai wartawan Kompas peliput kegiatan organisasi kepemudaan masyarakat (OKP) tingkat nasional, Taufik Mihardja rajin berburu berita dari tokoh-tokoh pemuda atau mahasiswa. Mewawancarai sebagai narasumber atau sekedar ngobrol sebagai latar berita yang akan ditulisnya.
Tidak seperti era reformasi saat ini dimana informasi apapun dengan mudah kita dapatkan, masa Orde Baru itu informasi-informasi kategori A-1 atau sangat penting dari sumber terpercaya dan bernilai tinggi, sukar mengaksesnya. Hanya orang-orang tertentu saja yang memilikinya. Lantaran jaringan luas birokrasi hingga ring satu istana yang dimiliki HMI, dengan sendirinya ketua umum dianggap punya info A-1, dan kompeten menjadi sumber berita utama.
Selain Taufiq Mihardja, wartawan lain yang masih saya ingat di PB HMI kurun tersebut meliput kegiatan PB HMI antara lain M Adib (harian Suara Merdeka), Solemanto (harian Terbit) dan Sururi Al-Faruk (Jawa Pos yang kini pemred harian Sindo). Menjelang Kongres HMI Yogyakarta Agustus 1997, Taufik Mihardja sudah tidak meliput kegiatan OKP khususnya PB HMI. Posisinya diganti Elly Roosita.
Lebih dari satu dekade kemudian, tepatnya Sabtu 21 Februari 2009, baru saya bertemu muka kembali Taufik Mihardja di Kopi Darat (Kopdar) pertama Kompasiana di Bentara Budaya Palmerah Jakarta Barat.
Dalam kopdar itu, saya menyinggung masa-masa almarhum meliput kegiatan di PB HMI. Dia menanyakan kabar Taufiq Hidayat, Ketua Umum PB HMI Periode 1995-1997. Saya mengatakannya beliau kini anggota DPR dari Partai Golkar. Dengan bercanda saya berkata tidak banyak yang berubah dari sosok beliau. "Kecuali rambut mas Taufik saja," ujar saya diiringi tawa lepasnya.
Satu hal yang tak terlupakan dari kopdar pertama Kompasiana itu, saya bersama Wijaya Kusumah dan satu peserta lain mendapat doorprize menginap satu malam di hotel Santika. Lebih istimewa lantaran hadiah doorprize tersebut diserahkan oleh Taufiq Mihardja.
Semenjak kopdar pertama itulah, secara rutin apabila ada event penting Kompasiana saya berjumpa Taufik Mihardja.