Revolusi di Indonesia tidak hanya sekedar cerita sejarah, tetapi juga merupakan unsur yang kuat dalam persepsi bangsa. Ini pertama kalinya rakyat Indonesia bebas dari paksaan asing. Revolusi didukung oleh kekuatan sosial, generasi muda, kiri, Islam, perjuangan bersenjata dan diplomasi.
REVOLUSI Indonesia, lahir pada tanggal 17 Agustus 1945 mempunyai arti dan makna yang berbeda-beda bagi setiap golongan. Bagi para pimpinan tertinggi Republik, ini lebih kepada soal rasionalitas dan perhitungan sekalipun gerakan itu merupakan cita-cita kemerdekaan Indonesia, kedudukan dan tanggung jawabnya wajib disepakati para pemimpin Republik dengan fakta yang ada. Namun bagi mereka warna revolusi berbeda dengan warna revolusi yang merajai di kalangan rakyat biasa, di kalangan pemuda yang berjuang melawan revolusi itu sendiri.
Pemuda dan hasrat idealisme revolusi
Pemuda Indonesia memandang revolusi sebagai sarana untuk membawa perubahan masyarakat, menantang nilai-nilai lama dan menciptakan kemajuan baru. Mereka merasa bertanggung jawab untuk menyelamatkan revolusi dan membebaskan rakyat dari penderitaan. Euforia revolusi menyebar di Indonesia, khususnya kaum muda yang dengan antusias menerima tantangan kemerdekaan. Di tengah suasana revolusi, "sindiran" dan berbagai partai dan organisasi nasionalis bermunculan.
Menjamurnya revolusi di kalangan pemuda dan masyarakat terekam dengan jelas oleh maestro Pramoedya Ananta Toer, dimana ia dengan halus menggambarkan suasana yang merajai di sebuah keluarga di kota kecil Blora. Lukisannya secara akurat "menggambarkan" makna hidup berkeluarga di sebagai elemen baru. (Pramoedya ananta toer, "Dia yang menyerah" dalam ceritera dari Blora, Balai pustaka, jakarta, 1952 hlm. 279-280).
Pemudi yang juga tertular virus hasrat revolusi
Suasana psikologis ini juga merambah pada perempuan, khususnya remaja putri. Mereka juga terpanggil menjadi anggota untuk mengentaskan kemiskinan dan mengusir penjajahan Belanda. Perilaku mereka tegas bahkan tak segan-segan menampar penumpang angkutan umum yang dianggap tidak patuh pada aturan revolusioner. Mereka menggeledah setiap penumpang kendaraan umum yang disangka sebagai mata mata musuhnya. Salah satunya, Seorang ibu tua dari desa dipukuli oleh gadis-gadis laskar karena takut digeledah lalu lari. Ibu tua ini adalah seorang bodoh dari desa. Pemudi-pemudi laskar menganggap bahwa "tugas mulia" (menjaga dan menggeledah penumpang-penumpang kendaraan umum untuk mencegah mata-mata belanda dan pencoleng ekonomi) dari hidup dan cita-cita mereka dilampaui. Sikap keterlaluan ini pernah dikecam oleh majalah pemuda sendiri.
Aktivitas pemuda saat itu
Pada bulan September 1945, pemuda Jakarta mengambil alih stasiun , trem listrik, dan stasiun radio tanpa perlawanan Jepang. Fasilitas di kota-kota seperti Yogyakarta, Surakarta, Malang Bandung juga dikuasai oleh anak muda Indonesia. Pertemuan besar di Surabaya dan Jakarta dihadiri ribuan orang dan pemuda. Sukarno menggunakan bakat oratorisnya untuk mempengaruhi semangat generasi muda. Dan tidak lupa diiringi lagu yang dinyanyikan untuk mendorong semangat revolusi, diantaranya lagu "darah rakyat". Dalam suasana fisiologis ini, kita dapat memahami mengapa lagu darah rakyat menyebar begitu cepat setelah dinyanyikan pada bulan September 1945 di lapangan ikada.
Banyak generasi muda yang tergabung dalam organisasi perjuangan Sumatera. Laskar Masyumi dari Hizbullah telah menerima banyak pejuang baru dan kini telah bergabung dengan kelompok militan lain yang umumnya disebut Sabilillah. Pada bulan September, kerusuhan antara pemuda Indonesia dan pemuda Eropa terjadi di Surabaya, dan ketegangan meningkat di tempat lain. Pada bulan Oktober, terjadi pertempuran antara kekuatan Republik Muda dan pasukan Belanda, kolonial, Tiongkok, dan Jepang Indo-Eropa.
Surabaya menjadi tempat tercurahnya herois dan romantisme revolusi pemuda