Mohon tunggu...
dwi hijrah
dwi hijrah Mohon Tunggu...

haloo

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Teori Sapir-Whrof

3 Juli 2013   04:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:06 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Teori Sapir-Whrof

Edward Sapir ( 1884 – 1939 ) linguis Amerika memiliki pendapat yang hampir sama denan Von Humboldt. Sapir mengatakan bahwa manusia hidup di dunia ini di bawah “ belas kasihan “ bahasanya yang telah menjadi yang telah menjadi alat pegantar dalam kehidupannya bermasyarakat. Menurut Sapir, telah menjai fakta bahwa kehidupan sesuatu masyarakat Bagaikan “ didirikan “ diatas tabiat – tabiat dan sifat – sifat bahasa itu. Karena itulah, tidak ada dua buah bahasa yang sama sehingga dapat dianggap mewakili satu masyrakatyang sama.

Setiap bahasa dari satu masyarakat telah “ mendirikan “ satu dunia tersendiri untuk penutur bahasa itu. Jadi, berapa banyak masyarakat manusia di dunia ini adalah sama banyaknya dengan jumlah bahasa yang kit dengar, kita alami, dan kita perbuat sekarang ini adalah karena sifat – sifat ( tabiat – tabiat ) bahasa kita telah mengariskannya terlebih dahulu.

Benjamin Lee Whorf ( 1897 – 1941 ), murid Sapir, menolak pandangan klasik mrngenai hubungan bahasa dan berfikir yang mengatakan bahwa bahasa dan berfikir merupakan dua hal yang berdiri sendiri – sendiri. Pandangan klasik juga mengatakan meskipun setiap bahasa mempunyai bunyi – bunyi yang berbeda – beda, tetapi semuanya menyatakan rumusan – rumusan yang sama yang didasarkan pada pemikiran dan pengamatan yang sama. Dengan demikian semua bahasa itu merupakan cara – cara pernyataan pikiran yang sejajar dan saling dapat diterjemahkan satu sama lain.

Sama halnya dengan Von Humblodt dan Sapir, Whorf juga menyatakan bahwa bahasa menentukan pikiran seseorang sampai kadang – kadang bisa membahayakan dirinya sendiri. Sebagai contoh Whorf yang bekas anggota pemadam kebakaran menyatakan “ kaleng kosong “ bekas minyak bisa meledak. Kata kosong digunakan dengan pengertian tidak ada minyak di dalamnya. Padahal sebenarnya ada cukup efek – lepas ( after effect ) pada kaleng bekas minyak bisa meledak. Jika isi kaleng dibuang, maka kaleng itu akan kosong, tetapi dalam ilmu kimia hal ini tidak selalu benar. Kaleng minyak yang sudah kosong masih bisa meledak kalau terkena panas. Di sinilah, menurut Whorf, tampak jalan pikiran seseorang telah ditentukan oleh bahasanya.

MenurutWhorf selanjutnya system tata bahasa suatu bahasa bukan hanya merupakan alat untuk menyuarakan ide – ide tetapi juga merupakan pembentuk ide – ideitu, merupakan program kegiatan mental seseorang. Dengan kata lain, tata bahasalah yang menentukan jalan pikiran seseorang ( Simanjuntak 1987 ).

Posisi ini diperpanjang pada tahun 1930 oleh muridnya Whorf, yang, dalam bagian lain banyak dikutip, menyatakan bahwa:

Kami membedah alam di sepanjang garis yang ditetapkan oleh bahasa asli kita. Kategori-kategori dan jenis yang kita mengisolasi dari dunia fenomena yang kita tidak menemukan ada karena mereka menatap setiap pengamat di wajah, sebaliknya, dunia disajikan dalam fluks kaleidoskopik tayangan yang harus diselenggarakan oleh pikiran kita - dan ini berarti sebagian besar oleh sistem linguistik dalam pikiran kita. Kami memotong alam, mengatur ke dalam konsep, dan menganggap signifikansi seperti yang kita lakukan, terutama karena kita adalah pihak mencapai kesepakatan untuk mengatur dengan cara ini - kesepakatan yang memegang seluruh masyarakat tutur kami dan dikodifikasi dalam pola bahasa kita. Perjanjian ini, tentu saja, satu implisit dan tak tertulis, namun istilah-istilah yang benar-benar wajib, kita tidak bisa bicara sama sekali kecuali dengan berlangganan organisasi dan klasifikasi data yang perjanjiannya keputusan. (Whorf 1940, hlm 213-14, penekanannya)

Aku tidak akan mencoba untuk menguraikan rincian sudut pandang pribadi Sapir dan Whorf pada tingkat determinisme yang mereka rasakan terlibat, meskipun saya berpikir bahwa ekstrak di atas memberikan gambaran yang wajar tentang apa ini adalah. Saya harus mencatat bahwa Whorf menjauhkan diri dari sikap behavioris bahwa pemikiran sepenuhnya linguistik (Whorf 1956, hal. 66). Dalam versi paling ekstrim 'yang hipotesis Sapir-Whorf' dapat digambarkan sebagai terdiri dari dua prinsip terkait. Menurut pertama, determinisme linguistik, pemikiran kita ditentukan oleh bahasa. Menurut kedua, relativitas linguistik, orang-orang yang berbicara bahasa yang berbeda memandang dan berpikir tentang dunia cukup berbeda.

Atas dasar ini, perspektif Whorfian adalah bahwa terjemahan antara satu bahasa dan yang lainnya adalah setidaknya, bermasalah, dan kadang mustahil. Beberapa komentator juga menerapkan ini untuk 'terjemahan' pemikiran unverbalized ke dalam bahasa. Lain menunjukkan bahwa bahkan dalam satu bahasa apapun reformulasi kata memiliki implikasi makna, namun halus. George Steiner (1975) berpendapat bahwa setiap tindakan komunikasi manusia dapat dilihat sebagai melibatkan semacam terjemahan, sehingga lingkup potensi Whorfianism memang sangat luas. Memang, melihat membaca sebagai semacam terjemahan adalah pengingat berguna dari reduksionisme mewakili reformulasi tekstual hanya sebagai 'perubahan makna' yang menentukan, karena makna tidak berada dalam teks, tetapi dihasilkan oleh interpretasi. Menurut sikap Whorfian, 'isi' terikat dengan linguistik 'bentuk', dan penggunaan media memberikan kontribusi untuk membentuk makna. Dalam penggunaan umum, kita sering berbicara tentang formulasi lisan yang berbeda 'yang berarti hal yang sama'. Tapi bagi orang-orang dari persuasi Whorfian, seperti sastra teori Stanley Fish, 'tidak mungkin berarti hal yang sama dalam dua (atau lebih) cara yang berbeda'. Merumuskan sesuatu mengubah cara di mana makna dapat dibuat dengan itu, dan dalam pengertian ini, bentuk dan isi tidak bisa dipisahkan. Dari sikap ini kata-kata tidak sekedar 'pakaian' pemikiran.

Obyek yang saya ambil dalam teori Sapir – Whorf ini adalah masyarakat di Asia tenggara( Indonesia, Malaysia, Filipina, dll ). Bahwa hidup dan pandangan hidup bangsa – bangsa di Asia tenggara adalah sama karena bahasa – bahasanya mereka mempunyai struktur yang sama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun