Di moment kemerdekaan ini, ada baiknya kita merefleksikan seluruh organ-organ Kita yang terus bergerak menuntut terkabulnya nafsu - nafsu dalam jiwa.
Menilik-nilik sekitar dengan raga dan hati yang lapang. Memberikan kesempatan pada dunia untuk bernafas karna saking padat dan kokohnya nafsu manusia.
Pada saat ini Penulis sebenarnya ingin Berperan menjadi tiga orang pemain wayang. Bergerak, melihat, mendengar, menghirup, dan berbicara sesuai perannya. Kita sebut saja Grahita Sembrani, Susastro dan Slaka Wedhar.
Grahita Sembrani,
Salah seorang pelakon aparat kepolisian di sebuah Negeri Antahberantah. Kabarnya dia seorang aparatur yang taat, Â cinta tanah air, dan membela kebenaran. Pemberantasannya tak pandang bulu dari jalur proletar sampai bangsawan dia raup semua. Tak kenal dana gelap apalagi rayuan dengan iming-iming jabatan tinggi. Baginya, Menegakan kebenaran adalah alasan dia dihidupkan.
Susastro,
Seperti namanya yang memiliki Ma'na Salah satu macam jenis tulis-menulis. Susastro berperan menjadi seorang mediawan, penyebar kabar legal Jalur apapun. Dari koran sampai Reporter lapangan dia lakoni. Dia terus menebarkan fakta fisik. Baginya, semua orang harus sama-sama mengetahui keadaan yang Ada dan tersedia.
Slaka Wedhar,
Rakyat buruh, Pekerja kasar, berkerja hanya saat ada yang butuh. Terkadang Ia menjadi Petani sawah saat masa panen tiba, juga menjadi pengangkut barang di pasar saat beberapa Pemilik Toko kekurangan tenaga. Tekun dan Ulat salah satu sifatnya yang sering disukai Mandor-mandor yang pernah menggunakan jasanya.
Walau begitu, hari-harinya lebih sering dihabiskan di laman pos kamling Desa. Dia bukan penjaga keamanan resmi, juga bukan pemuda semberono yang kurang kerjaan. Baginya, menjaga kampung halaman adalah tujuan dari sebuah hidup. Percuma jika sepasang sayap hanya bisa menerbangkannya jauh ke langit tinggi tapi tidak bisa menjaga kesuburan kampung halamannya sendiri.
Sampai suatu waktu tiba, ketiga lakon dipertemukan dalam suatu kondisi lapangan yang tidak terkondusifkan. Brahmani meraup dengan garang berusaha menegakan keamanan yang dimandatkan pada pundaknya.Â
Slaka sibuk mempertahankan salah satu warung kopi milik seorang Nenek tua yang hampir-hampir kena gusur dengan menyerang para Aparat yang ada dan begitupun Susastro yang tak henti-hentinya menayangkan keadaan  yang Tersaji di depannya, sorotan demi sorotan terus diraihnya demi mendapati semua fakta yang tersedia.Â
Hingga semua berakhir dilerai kesadaran masing-masing Pelakon.
Pada satu Tragedi yang ada, Penulis yakin Pembaca bisa dan dapat menilai dengan sendirinya, kenyataan yang ada. Setidaknya yang harus kita tau dan sedikit disadari, "Tidak ada Kebenaran Versi Manusia yang Harus Dipertahankan Secara Mati-Matian". Semua memiliki kebenaran dan kesalahannya sendiri. Untuk yang menjadikannya persoalan atau tidak, masing-masing dari diri kitalah yang bisa menjawabnya.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!