Seperti yang kita ketahui, pada tahun 2025 mendatang, pemerintah akan menaikkan tarif PPN menjadi 12%. Kenaikan ini menjadi amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kenaikan PPN menjadi sebuah isu yang menjadi sorotan di kalangan masyarakat. Faktanya, sebanyak 171.532 orang telah menandatangani petisi untuk menolak kenaikan PPN 12%. Penandatangan petisi ini sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang dianggap menyulitkan rakyat, terutama mengingat daya beli masyarakat sedang terpuruk.
Tulisan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada pembaca mengenai latar belakang, alasan, dan dampak yang mungkin timbul dari kebijakan kenaikan tarif PPN sebesar 12%. Selain itu, tulisan ini ingin mengajak pembaca untuk mempertimbangkan sudut pandang masyarakat dan pemerintah dalam menilai kebijakan ini. Adapun relevansi dari topik ini karena kebijakan kenaikan tarif PPN akan langsung memengaruhi kehidupan masyarakat, terutama di tengah kondisi daya beli yang menurun dan ekonomi yang melambat.
Pemerintah menaikkan PPN ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi yang terus melambat sejak tahun 2012. Meski terdapat peningkatan pada tahun 2017, pertumbuhan ekonomi kembali melambat dalam beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan adanya kenaikan tarif PPN secara berkala dari 10% hingga 12% pada tahun 2025. Pertanyaannya kemudian, apakah kenaikan PPN sebesar 12% ini berdampak besar bagi perekonomian atau sebaliknya?
Dampak Kenaikan PPN
Kenaikan tarif PPN 12% tentu saja memiliki dua dampak yang saling berdampingan, yaitu dampak positif dan negatif. Dampak negatif dari kenaikan tarif ini adalah adanya masyarakat yang merasa terbebani dalam memenuhi kebutuhan sekunder hingga tersier. Â Namun, di sisi lain, kenaikan tarif PPN 12% juga memiliki dampak positif pada anggaran negara (Majid et al, 2023). Dengan tambahan penerimaan dari kenaikan ini, anggaran negara dapat dialokasikan untuk berbagai hal, seperti pembangunan infrastruktur dan layanan publik. Selain itu, langkah yang diharapkan dari penerimaan PPN ini, yaitu pembangunan secara merata di seluruh Indonesia tanpa memusatkan pembangunan di pulau Jawa. Dengan begitu, daerah diluar pulau Jawa hingga daerah pelosok yang tertinggal bisa memiliki akses yang sama dengan kota-kota lainnya, sehingga bisa mengurangi kesenjangan dan ketimpangan sosial-ekonomi yang terjadi di Indonesia.
- Berimbas pada harga barang dan jasa
Tarif PPN 12% tentu saja berimbas pada harga barang dan jasa. Akibatnya, masyarakat cenderung mengurangi pengeluaran mereka. Hal ini juga berimbas kepada kegiatan usaha, karena biaya produksi yang meningkat dan harga jual menjadi lebih besar pula, sehingga akan memberlambat roda produksi pada kegiatan usaha. Selanjutnya, jika aktivitas pembelianberkurang akibat pengenaan pajak pertambahan nilai yang tinggi, maka masyarakat kelas menengah ke bawah akan terkena dampaknya (Putri, 2024)
- Kenaikan Inflasi
Menurut data yang diproleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada April 2022 tercatat bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% cukup berpengaruh walaupun bernilai kecil yaitu sebesar 0,95% terhadap inflasi. Dikarenakan hal ini terdapat dalam Pasal 4A dan 16B yang dimuat dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, banyak barang dan jasa yang tidak dikenai berlakunya PPN (Kharisma & Furqan, 2023). Kemudian, diprediksi penyesuaian tarif PPN menjadi 12% akan meningkatkan inflasi di atas 1,4% setiap bulannya. Tentunya pemerintah masih memiliki waktu sampai dengan 1 Desember 2024, agar inflasi bisa dikendalikan (Rohman, 2024 dalam Putri, 2024). Meningkatnya inflasi akibat tekanan biaya cenderung menyebabkan harga komoditas dan harga komoditas menjadi lebih tinggi sehingga membatasi daya beli masyarakat.
- Penurunan daya beli masyarakat
Inflasi, khususnya inflasi pangan, akan menurunkan daya beli masyarakat. Kenaikan harga akibat inflasi akan meningkatkan biaya produkasi dan konsumsi, sehingga daya beli masyarakat. Hal ini merupakan akibat tidak langsung dari kenaikan tarif PPN 12%. Dalam beberapa penelitian, ditemukan bahwa sebesar 0,32%-- 0,51% akan menurunkan konsumsi rumah tangga akibat kenaikan PPN di negara berkembang selama 2-3 tahun jika terjadi peningkatan sebesar 1% (Junianto et.al, 2023). Pemerintah baru perlu memperbaiki kebijakan sebelum kenaikan PPN yang akan berlaku pada 1 Januari 2025. Jika tidak, kondisi ekonomi bisa semakin tertekan. Daya beli masyarakat yang menurun akan membuat omzet pelaku usaha turun, yang pada akhirnya berdampak pada masyarakat kelas bawah (Rahmi, 2022 dalam Putri, 2024). Pemerintah baru perlu memperbaiki kebijakan sebelum kenaikan PPN yang akan berlaku pada 1 Januari 2025. Jika tidak, kondisi ekonomi bisa semakin tertekan. Daya beli masyarakat yang menurun akan membuat pemasukan usaha dipengaruhi daya beli masyarakat turun, yang pada akhirnya berdampak pada penjualan dan kapasitas produksi. Hal ini bisa menyebabkan pengurangan sumber daya, seperti PHK. Dampak berantai ini perlu segera diantisipasi oleh pemerintah.
Kesimpulan dan saran
Dengan demikian, kenaikan tarif PPN 12% akan sangat berkontribusi terhadap APBN dan juga akan meningkatkan kondisi ekonomi dalam jangka panjang. Kenaikan ini pula tidak akan menghambat pertumbuhan ekonomi karena, seperti yang di atur dalam PP No.49 Tahun 2022, kebutuhan pokok yang meliputi gula konsumsi, sayuran, buah-buahan, susu, telur, garam, kedelai, sagu, jagung, gabah dan beras ataupun kebutuhan dasar lainnya tidak akan diberlakukannya kenaikan PPN ini. Akan tetapi, tetap ada beberapa dampak negatif bagi ekonomi dan masyarakat. Dalam menghadapi kenaikan PPN ini, masyarakat hanya memiliki 2 pilihan. Mengurangi pengeluaran dalam berumah tangga atau mencari kebutuhan barang alternatif yang lebih murah. Kami sebagai masyarakat juga berharap kepada pemerintah agar bisa mengalokasikan dana yang dihasilakan dari PPN 12% ini dengan sebaik-baiknya, sehingga permasalahan sosial dan ekonomi di Indonesia dapat terselesaikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H