Mohon tunggu...
Dwi Rahayu
Dwi Rahayu Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bayi: Aku dibuang dan Tak Diinginkan

8 Februari 2018   14:09 Diperbarui: 8 Februari 2018   18:01 1060
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bayi-bayi mungil nan merah itu bisa bicara, mungkin dia akan mengatakan: "Ibu, kenapa aku dibuang, untuk apa Ibu melahirkanku jika tidak diinginkan?" Nyesek gak sih, lihat bayi mungil yang tampak merah, masih ada darah dan tali pusar menempel pada tubuhnya tergeletak di pinggir jalan atau di tempat sampah? Mereka tidak berdosa, tidak minta Andai dilahirkan. Tapi kenapa Ibunya begitu tega membuang darah dagingnya sendiri? Padahal di luaran sana banyak sekali pasangan nikah yang menanti hadirnya bayi-bayi ini tapi tak kunjung datang.  Sementara mereka dengan sangat kejinya membuang bayi itu untuk menutupi 'dosa' yang pernah dan mungkin akan terus dilakukannya.

Menurut data IPW (Ind Police Watch) sepanjang Januari 2018, bayi yang di buang di Indonesia sebanyak 54 bayi. Jumlah ini mengalami kenaikan 100% lebih dari tahun sebelumnya. Dimana pada Januari 2017 jumlah bayi yang dibuang sebanyak 26 (Hidayatullah.com, 31/01/2017). Pada bulan berikutnya di tahun yang sama (2017) bayi yang dibuang di jalanan sebanyak 179 bayi, 79 bayi tewas, 10 masih dalam bentuk janin dan 89 bayi berhasil diselamatkan. Angka pembuangan bayi di tahun 2017 lalu tergolong tinggi sepanjang sejarah Indonesia. Namun mirisnya lagi, angka ini sepertinya akan meningkat 2 kali lipat pada tahun 2018, mengingat pada awal tahun ini saja sudah ada 54 bayi yang dibuang. Masih ada 11 bulan berjalan, mengingat system pergaulan saat ini begitu bebas. Jika mengikuti data IPW kasus pembuangan bayi urutan tertinggi di pegang Jawa Timur diikuti Jakarta dan Jawa Tengah.  

Lalu, apa penyebab terjadinya kasus tersebut? Sekulerisme. Ya, paham sekuler adalah penyebab utama terjadinya pembuangan bahkan pembunuhan terhadap bayi-bayi tak berdosa. Paham ini begitu mengagung-agungkan kebebasan, salah satunya adalah kebebasan bertingkah laku. Agama hanya dijadikan sebagai pengatur urusan individu dengan Tuhan saja. Sementara untuk urusan yang lain tidak boleh ikut campur. Banyak kita temui anak-anak remaja usia sekolah yang berani mengumbar kemesraan di depan umum, bahkan di upload di sosial media. Mereka tidak malu lagi melakukan pacaran dengan gaya 'dewasa', tanpa 'tedeng aling-aling' alias 'blak-blakan'. Yang lebih parah lagi, ada yang melakukan adegan dewasa dan di rekam. Tak pelak rekaman ini akhirnya bocor dan viral di dunia maya. Jika sudah seperti itu, apalagi yang masih tersisa selain rasa malu dan penyesalan? Bahkan kasus pembuangan bayi tersebut rata-rata terjadi pada perempuan usia 17-21 tahun yaitu usia pra nikah. Mudahnya akses media dan sinetron 'menye-menye' dengan gaya pergaulannya turut menyumbang angka kahamilan diluar nikah yang berakibat pada tingginya jumlah aborsi dan pembuangan bayi.

Untuk itu, pemerintah harus tegas dalam menerapkan aturan. Karena ternyata perluasan pasal zina juga menjadi pemantik makin besarnya tingkat pergaulan bebas. Seharusnya ada hukum yang jelas bagi pelaku perzinahan agar kejadian serupa tidak terus berulang seperti lingkaran setan. Memang benar, hanya aturan Islam yang mampu mengatur segala urursan manusia. Tidak terkecuali hukum yang berkaitan dengan perzinahan. Islam melarang ikhtilat atau campur baur antara laki-laki dan perempuan tanpa adanya hajat yang syar'i. Islam juga melarang berkhalwat yaitu berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim karena yang ketiga adalah setan. Bisa dibayangkan jika setan sudah ikut andil dalam hal ini, apa yang terjadi? Zina. Padahal dalam Al Qur'an Surat Al Isra' ayat 32 dijelaskan bahwa dilarang mendekati zina. "Dan janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu jalan yang buruk". Jika mendekati saja sudah haram apalagi melakukannya? Pasti jauh lebih dosa hukumnya. Jika sudah terlanjur terjadi zina bagimana? Maka Islam punya cara untuk mencegah zina terulang kembali baik oleh orang yang sama atau orang yang akan melakukannya. Ketika zina dilakukan oleh orang yang sudah menikah maka hukumannya adalah rajam. Dan jika dilakukan oleh orang yang masih lajang maka hukumannya adalah di dera masing-masing 100 kali dera. Sehingga dengan hukuman seperti itu, orang yang hendak melakukannya akan berfikir 1000 kali sebelum berbuat. Bukankah sudah jelas efek langsung yang dirasakan oleh para pezina ini? Tidakkah takut dengan azab Allah yang akan ditanggung di akherat kelak? Ingatlah, bahwa setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak di yaumul akhir. Tidak ada satupun hal yang terlewat dari hisab Allah. Untuk apa mendapatkan kenikmatan sesaat jika akhirnya harus menanggung derita di akherat? Bayi-bayi itu tidak salah. Mereka juga tidak berdosa. Mengapa harus dibuang? Mengapa pula bayi-bayi itu harus menanggung dosa orang tuanya? Jika malu melahirkan bayi sebelum menikah, kenapa tidak malu saat melakukan zina? Situ sehat?      

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun