Perluasan pasal zina dalam Rancangan Kitab Undang-undang hukum Pidana (RKUHP) dapat menimbulkan over kriminalisasi. RKUHP ini menui kontroversi dari berbagai pihak.
Baik dari pihak yang pro maupun yang kontra. Sebelumnya penolakan perluasan pasal 292 KUHP oleh Mahkamah Konstitusi yang berbunyi: "Orang yang cukup umur, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sama kelamin, yang diketahui atau sepatutnya diduga bahwa belum cukup umur, diancam dengan pidana paling lama lima tahun." Hal ini menunjukkan bahwa jika pelaku sudah cukup umur dan atas perlakuan kedua belah pihak maka tidak akan dipidana, karena dalam pasal tersebut hanya menyebutkan jika diduga belum cukup umur. Jadi, jelas jika dilakukan oleh orang dewasa meski sesama jenis alias homoseksual yang sekarang ini lebih tren disebut dengan LGBT tidak akan dipidanakan.
Bandingkan dengan pasal 484 Ayat (1) Huruf e draf RKUHP hasil rapat pemerintah dan DPR per 10 Januari 2018 yang menyatakan: "Laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan." Padahal kita tahu bahwa yang dimaksud pernikahan yang sah disini adalah pernikahan yang tercatat oleh negara. Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yang berbunyi:" Perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan berdasarkan hukum agama dan dicatatkan oleh negara." Artinya pernikahan yang dilakukan secara adat, pernikahan siri, dan poligami akan masuk dalam tindakan pidana. Padahal jenis pernikah ini sebenarnya sah secara agama, hanya saja tidak dicatatkan di negara.
Banyak faktor yang menjadi penyebab kenapa seseorang tidak mencatatkan perkawianannya di negara, diantaranya karena keterbatasan dana bagi orang miskin, karena faktor geografis bagi yang tinggal di daerah terpencil yang jauh dari balai nikah sehingga mereka lebih memilih nikah secara adat atau agama. Toh pernikahan seperti itu juga sah. Sementara bagi yang memilih untuk poligami, hal tersebut juga bukanlah suatu kesalahan. Selain hal tersebut tidak dilarang dalam agama (Islam), juga poligami lebih melindungi kaum perempuan daripada kumpul kebo alias zina. Dalam poligami, perempuan akan mendapatkan hak yang sama dengan istri pertama, baik secara moril maupun materiil. Suami diwajibkan untuk memenuhi nafkah lahir dan batin setiap istrinya. Maka sebagai suami, ketika dia memutuskan untuk poigami dia sudah pasti akan membagi keadilan atas istri-istrinya.
Namun, sayangnya yang seperti ini justru ditentang mati-matian. Sementara yang jelas-jelas bertentangan dengan agama dan adat berusaha diperjuangkan agar diterima di tengah-tengah masyarakat. LGBT semakin berani menampakkan aktivitasnya secara terang-terang pasca penolakan MK atas perluasan pasal zina pasal 292 KUHP tersebut. LGBT bukan sekedar identitas, tetapi merupakan campaign substance and cover atas pelanggengan Same Sex Attraction (SSA).
Dimana akhirnya akan menimpulkan perilaku menyimpang terhadap sexualitas. Mereka juga meminta pengakuan atas perbuatan kejinya itu, dan akan menginvasi yang lain untuk mendukung dan bahkan berperilaku sama dengannya. Bukankah kita semua tahu bahwa perilaku ini dapat menimbulkan kerusakan? Baik dari segi tananan social maupun kesehatan. Karena terbukti bahwa LGBT dapat menimbulkan penyakit kelamin maupun penyakit social yang akan terus berkembang jika hal ini dibiarkan atau bahkan dilindungi dengan undang-undang.
Jika demikian, lebih baik mana antara nikah siri yang secara hukum adat dan agama adalah sah, dengan LGBT yang jelas-jelas bertentangan dengan hukum agama dan adat bahkan cenderung merusak dan menghancurkan generasi bangsa? Nikah siri akan menghasilkan keturunan yang sah dan menjadi generasi penerus bangsa, sementara nikah sejenis? Jangankan generasi penerus, keturunan saja tidak akan diperoleh. Apakah negara ini hendak menghilangkan peradaban manusia dengan cara mematikan atau menghentikan tingkat kelahiran dengan cara menghalalkan pernikahan sejenenis ini? Karena tahu dengan pasti LGBT tidak akan bisa menghasilkan keturunan sampai kapanpun. Ingat, sampai kapanpun!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H