"Kowe nyapo, Mbah, kok neng kene terus gak mulih-mulih?"
"Aku sudah gak kuat. Orang-orang di desaku pada sukses jadi pengusaha penyewaan alat-alat manten, termasuk terop sama sound, TOA. Lha yang sound ini bikin aku gak kuat. Setiap hari tetangga sebelahku, boss sound nomor satu se-kabupaten, mulai pagi sampai malam, sampe pagi lagi, sukanya nyetel sound, termasuk TOA, keras-keras. Katanya, "Latihan, biar tidak mengecewakan para manten." Lagunya sih asyik-asyik aja, kesukaanku, dangdut koplo, tapi kalau volumenya puol sampe njebolke kuping, trus gak ada mandeg e, ya bocor no kupingku. Ndrodok jantungku."
"Ketambahan, omahmu persis jejere jalan tol."
"Naah, jian ajurr kojurr. Budeg sound, budeg jalan tol, mulai bangun tidur sampe bangun lagi menghirup asap beracun. Makanya aku cabut, kabur neng Alas Ketonggo kene. Di sini aku bisa mendapatkan ketenangan dan keheningan, sehingga bisa kembali waras."
"Jagomu sopo, Mbah? Anies, Ganjar, atau Prabowo?"
"Nyapo takok? Semua bagus. Jujur wae, aku bingung milih yang mana. Ingat toh, dulu semua murid sekolah pada ketakutan saat menghadapi ujian nasional. Murid bisa gak lulus jika nilai mereka di bawah batas tertentu. Tapi Anies merombak ujian nasional yang bisa 'membunuh' itu, sehingga ujian nasional tidak lagi setan yang menakutkan."
"Iya, Mbah, aku dulu nyontek pas ujian nasional. Kalo gak gitu, gak lulus, Mbah."
"Ingat toh, mantan pemimpin Jawa Tengah itu, begitu dekat dia sama rakyat kecil. Suka ngontel ke kampung-kampung, dan ngobrol sama orang-orang kampung. Rosonya Ganjar itu lho."
"Kalau Prabowo, Mbah?"
"Aku hormat sama Prabowo. Dia orang Mojopahit."
"Maksudmu, Mbah?"
"Keluarga Prabowo itu ngopeni Mojopahit dengan cara yang luar biasa."