"Maksudmu, Mbah?"
"Mbah, Mbah Temu. Kopinya lagi, gulanya lima sendok!"
"Gak sak pabrik, Mbah."
"Bagiku, siapa saja yang jadi presiden gak masalah. Yang penting dia harus memenuhi tiga syarat. Syarat pertama menjaga kehidupan. Syarat kedua menjaga alam. Syarat ketiga menjaga roso dan nalar."
"Ngantuk, Mbah .."
"Turuo, aku tak ngonyang. Syarat pertama ... menjaga kehidupan. Kita semua bisa ada di dunia ini karena Tuhan memberi kita urip atau hidup. Oleh karena kita ada karena Tuhan memberi kita kahuripan atau kehidupan, kita harus menjaga kehidupan. Jangan sampai meniadakan kehidupan, termasuk menghukum mati seseorang. Oleh karena itu, aku akan nyoblos capres yang nantinya bisa menghapus hukuman mati."
"Mbahku jenenge Urip, Mbah."
"Syarat kedua ... menjaga alam. Presiden 2024 harus bisa memilih menteri kesehatan dan menteri lingkungan hidup yang bisa mengarahkan kepala-kepala daerah mengolah sampah dengan benar, meniadakan bakar sampah, dan memberi air bersih ke seluruh rakyat. Entah Anies, entah Ganjar, entah Prabowo ... semuanya harus bisa memberi udara dan air bersih ke kita semua. Percuma ada jutaan puskesmas, kalau masih ada udara kotor. Percuma kita makmur, dapat bansos, segala macam, tapi minum air kotor."
"Tapi kopinya Mbah Temu resik lho, Mbah, airnya. Lha wong dari sumber Umbul Jambe neng Alas Ketonggo kene, je."
"Syarat ketiga ... menjaga roso dan nalar. Dulu rumahku di pinggir sawah yang tenang, segar, banyak burung berkicau. Tapi sekarang, sawah itu jadi jalan tol. Mulai dari pagi sampe pagi lagi, jutaan truk, bus lewat di sebelah rumahku. Paru-paruku jadi bosok menghirup asap beracun. Otakku jadi edan permanen gara-gara suara keras parah dari mesin banaspati-banaspati dobol itu. Kalo yang mbangun punya roso, harusnya mbangun jalan tol itu juga mbangun hutan di kanan kirinya. Jadi gak ada warga yang stress gak sembuh-sembuh gara-gara hidupnya nempel di jalan tol. Presiden 2024 harus punya roso yang tinggi."
"Lha itu, Mbah, yang ... menjaga nalar?"