Namaku Zahra...
Begitulah orang–orang kebanyakan memanggilku...
Tak banyak orang yang tau siapa nama lengkapku dan dari mana aku berasal...
Teman-temanku hanya mengenalku semenjak aku bergabung dalam tim ini...
Zahra...
Aida Azahra namaku....yang berarti keberuntungan sebuah bunga
atau mungkin lebih tepatnya bunga yang beruntung...
Hidup memilihku untuk menjadi seorang pelayan masyarakat sebagai “Perawat”
Sejak kecil dalam keluargaku tidak pernah satupun yang memiliki mimpi apalagi memiliki cita-cita...
Karena hidup mengesampingkan kami untuk bermimpi...
Kalau kuingat dahulu semenjak masih tinggal disebuah kolong jalanan Ibukota,
Ibu yang selalu mengingatkanku bahwa apapun yang terjadi pada diri kita saat ini,
inilah kenyataan dan harus dijalani sedangkan hari esok bisa jadi hanya sebuah angan kosong untuk kita...”
Saat itu aku yang hampir berusia 10 tahun hanya dapat mengangguk lesu tanda setuju...
dan seketika itu juga ucapan ibu terhenti
ketika tangisan adikku yang berusia 4 tahun mulai semakin keras karena lapar...
“hei.... Zahra...!”
Sebuah sapaan dan sentuhan dipundak menyadarkanku..
“Ira... ada apa?
...dengan sedikit salah tingkah karena telah melamun dan mengabaikan panggilannya tadi..
“Kau ini Ra.. selalu melamun saat perjalanan, dari tadi kulihat matamu tak henti-hentinya menunduk kebawah...” memang kau menemukan sesuatu?
Atau jejak sesuatu mungkin,? Dari tadi itu Mas Khidir manggil dirimu...
tapi dirimu gak merespon sama sekali..” sembari berkata wajahnya tampak mulai bersungut-sungut menaikkan sedikit alis mata sebelah kanannya yang tebal.. membutnya tampak lucu ..
“Iya maaf.. sambil tersenyum kecil saya menghampiri seseorang yang semenjak tadi memanggil,
Dengan langkah kecil kudekati Mas Khidir..
Ada yang bisa saya bantu Mas?
Sembari berdiri dihadapannya kutatap sebentar wajahnya lalu tak lama kutundukkan pandangan ...
Dengan tersenyum simpul..... Mas Khidir lalu berkata dengan sopan...
“Afwan ya Aida...
hanya mau menanyakan apakah persiapan obat dan keperluan lainnya sudah disiapkan dalam box ?”
“Iya Mas Insya Allah semuanya sudah saya letakkan disana,
tapi memang beberapa obat seperti antibiotik tidak seluruhnya lengkap, namun semoga mencukupi..”
“Alhamdulilah kalau begitu Aida.. saya senang menengarnya,
karena walau bagaimanapun kita tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi nanti,
jadi alangkah baik jika semua sudah disiapkan di tempatnya.”
kulihat wajahnya tersenyum dengan ramah.
“Iya Insya Allah Mas semua sudah ada 4 Box, mudah-mudahan semua lancar ya mas... “
“Aaminn ya Allah... Terimakasih Aida,,,”
“Sama-sama mas... sembari tersenyum langkahku kembali mendekati Ira yang sejak tadi berjalan di belakangku... “
Mas khidir kembali berjalan mendekati tim medis pria lainnya..
Semenit kemudian kukatupkan mata perlahan
Kumaknai situasi alam dalam fikiranku sejenak,
entah hanya perasaanku atau anggota tim yang lain ikut menyadarinya..
Entah mengapa kurasakan sayup udara hari ini begitu lembab....
Angin sedikit mengarak awan hitam di perjalanan kami...
Kudengar kicauan beberapa hewan langit yang membumbung begitu tinggi di langit...
Mereka berkejaran saling mendahului seperti hendak segera sampai pada rumah masing – masing..
Mungkin memang hujan akan turun kebumi siang ini...
Kulihat pukul 11 .00 WITA..
Udara yang membawa bau tanah kering terasa semakin jelas dalam indra penciumanku..
Mungkin hujan telah turun terlebih dahulu di daerah lain,
kemudian sebentar lagi akan menuju wilayah ini ...
namun aku tidak pernah ingin mendahului takdir Allah..
tetapi tidak ada salahnya bila dapat mengantisipasi.
Ah... alangkah lebih baik bila kami mencari tempat rehat sejenak dalam perjalanan
sebelum hujan datang karena kami membawa beb
erapa obat-obatan yang mungkin akan rusak bila terkena percikan hujan..
tapi sebaiknya kepada siapa akan ku katakan hal ini?
sedangkan ketua rombongan tim ini sudah jelas adalah Dokter Husein...
bagaimana sebaiknya seorang anggota wanita ini bisa memberikan sebuah saran..
sedangkan aku bahkan tidak memiliki keberanian...
karena bisa saja ini hanya perasaan pribadi,
bisa saja hujan tidak turun dalam perjalanan kami tapi justru ke arah yang berlawanan...
ah entahlah...
Kata hatiku terus berkecamuk tak mampu kureda,,,
akhirnya kukatakan saja kecemasanku kepada Sandi... ya kalau dia aku yakin pasti bisa meyakinkan Ketua tim ini dan anggota lainnya....
Kupercepat langkahku mendekati Sandi yang ada di depanku
“ Maaf Sandi... sedang sibuk tidak?sapaku ramah... kulihat dia sedang membaca sebuah buku kecil yang dibawanya sejak dalam perjalanan tadi...
“ Hei Ra... gak ko... memang ada apa?” Tanyanya penasaran.
Sandi berumur hampir sama denganku... hal ini membuat komunikasiku lebih mudah dan lebih lancar..
“ Begini Sandi... menurutmu cuaca hari ini sepertinya kurang bersahabat ya dengan kita?
“ Hah maksudnya?...
dia kemudian menutup buku kecilnya lalu menatapku dengan penasaran...
Merasa sedikit tidak nyaman dengan tatapan Sandi lantas kualihkan pandangan menerawang kelangit..
“ Begini .... sepertinya cuaca kali ini akan hujan...San...
karena mendung sudah sedikit tampak saat di perjalanan tadi,
udara pun mulai agak lembab... saya hanya khawatir kita malah akan kehujanan dalam perjalanan,
sedangkan perjalanan kita masih cukup jauh dan yang lebih saya khawatirkan adalah obat-obatan dalam box itu...San., karena tidak akan ada artinya kalau obat-obatan itu rusak karena hujan.... ya meskipun belum tentu juga hujan akan turun...”
“mhh.. kamu benar Ra... memang cuaca sepertinya akan memburuk...
sedangkan perjalanan kita akan semakin menanjak dan berbahaya... memang sebaiknya begitu..”
“Nah karena dirimu sudah sepakat...
bagaimana kalau sebaiknya mencoba membujuk Pak ketua Tim untuk istirahat sejenak... ?”
yah kau tau sendiri... saya bukan orang yang mudah untuk berbicara dengan lancar
apalagi di depan pak Ketua .. ya.. mau kan?
Dengan senyum simpul dan merapatkan kedua tangan
tanda memohon bantuan kepada Sandi kuakhiri kata-kataku...
Sandi yang sejak tadi masih menyimak pembicaraanku kemudian tersenyum kecil,,,
dan sedikit bergurau...
“ Baiklah ........ Aida Azahra... heheheh... akan kucoba untuk mengatakan kepada pak Ketua ye..
heheh eh tapi nanti dulu.. berhubung nih permintaan tolong,
nanti Sandi boleh ya minta tolong sesuatu ke dirimu Ra... tapi nggak sekarang... hehhe “
“Jiah.... ni anak katanya mau bantuin kok malah minta imbalan?... baiklah-baiklah... insya Allah selama itu baik dan tujuannya baik... hehehe”.
Sembari tersenyum tak mau kalah darinya...
“ Tenang Ra... iye ane tau dah .... jadi kagak mungkin kan ane macem-macem sama engkau?” HAHAHHA.. tawanya semakin puas...
Tak mau meladeni kekonyolannya lebih jauh, lantas aku kembali ke tim wanita ....
Sandi memang orang asli dari Jakarta... ya semua terlihat dari gaya bicaranya yang lebih santai,
dan mungkin karena itulah orang-orang lebih mudah dekat dengannya.
Pada dasarnya Sandi adalah orang yang baik, lucu, meskipun kadang-kadang sangat konyol...
tapi jauh di dalam dirinya dia adalah orang yang sangat penyayang dan menghargai orang lain,
itulah yang membuatnya selalu menyenangkan,
dan aku sudah berteman dengannya kurang lebih sejak 1 tahun lalu.
Mungkin dialah orang dengan image yang paling tidak cocok dengan profesinya sebagai perawat..
pernah karena penasaran kutanyakan padanya sebuah pertanyaan
yaitu alasan dia untuk jadi seorang tenaga kesehatan...
lantas dia menjawab dengan wajah sangat serius berbeda dengan dirinya sehari-hari
yang penuh dengan kekonyolan...
“Buatku... menjadi bagian dari tim medis adalah sebuah kehormatan...yang luar biasa Allah berikan untukku,
aku sadar sepenuhnya gaji kami tidak akan seberapa dibandingkan menjadi pengusaha, ekonom,
atau pekerjaan lainnya... tapi buatku yang tidak punya cita-cita ini,
menjadi bagian dari tim medis adalah amanah..
karena dengan itu Allah memberikan kepercayaan padaku untuk menjaga umatnya yang tengah sakit
dan dirudung duka..meskipun kita tidak bisa sepenuhnya merasakan penderitaan mereka..
inilah hidup yang sebenarnya ...
ketika tanganku dapat menghidupkan kembali harapan mereka yang terluka” ...
Ya.. jawaban tegas dan lugas ini yang keluar dari mulut seorang yang kukenal sangat lucu dan konyol...
bahkan aku yang tidak memiliki alasan demikian tulus menjadi seorang tim medis merasa sangat malu...
aku bahkan tidak memiliki alasan seindah itu...
begitu indahnya sampai kutuliskan apa yang diucapkannya dalam buku diary hijau lumutku...
untuk selalu kuingat untuk selalu kukenang beberapa bagian hidupku yang berharga,,,
karena aku tau bahwa manusia adalah tempatnya lupa ..
maka aku memerlukan buku diary ini untuk mengingatkanku kembali....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H