Bagi Gendhis, Ikhlas yang ada diotak nya adalah Terluka , Terpaksa dan berakhir dengan Terbiasa. Tidak umum memang, tapi itulah yang terbersit dalam otak mungilnya.
Bukankah Ada kalanya  dalam kehidupan ini dihadapkan dengan sebuah kegagalan ataupun kekecewaan bahkan luka dan kesedihan?
Gendhis menatapnya sekilas, pria dihadapannya yang kini telah sah menyandang gelar menjadi suaminya. Tidak tampak gurat bahagia ataupun senyuman. Bukankah harusnya tidak begini?
Pernikahan bukanlah sebuah akhir, melainkan titik awal dari semuah perjalanan panjang yang tidak terlihat ujungnya.Â
Dan dimulai dengan sebuah kesedihan? Mungkin Semesta ini apakah sedang bercanda? Ini adalah hari pernikahan, bukan upacara pemakaman!Â
"Haruskah  aku melakukan semua ini? Benarkah ini semua? Kenapa aku harus melakukannya? Kenapa aku bodoh sekali? Di dunia ini ada milyaran Pria, lalu kenapa aku harus jatuh kepadanya? " Gendhis terus memikirkan kalimat itu dalam otaknya. Seperti kaset rusak, deretan kelimat itu tak hentinya menganggunya  dan membuat luka terus menganga.Â
Secara naluri, ketika seseorang sedang jatuh cinta, otak manusia akan terstimulasi untuk mengaktifkan sistem reproduksi. Hal ini dapat memicu korteks frontal, salah bagian otak manusia yang bertugas untuk membuat keputusan akan berhenti bekerja sementara.
Dengan berkurangnya fungsi kerja korteks frontal membuat seseorang tersebut akan sedikit "tumpul" dan sulit membuat keputusan logis berkenaan dengan apapun apalagi tentang sang pujaan hati.
Bodoh sekali!
Pria itu memang adalah orang yang pernah ia sangat harapkan dalam hidupnya. Manusia yang namanya pernah setiap hari ia sebutkan dalam doa. Bahkan pria itu  pernah dinanti sebelum mengenalnya.Â
Gendhis masih  mengingatnya dengan jelas. Setiap sepertiga malam ia selalu berdoa untuk dipertemukan dengan seseorang yang kelak akan menjadi jodohnya. Membuatnya jatuh cinta sedalam -- dalamnya. Ia berjanji jika kesempatan itu datang maka ia akan memberikan segalanya, seluruh dunianya.Â