Mohon tunggu...
Dwi Dio Alfaruq
Dwi Dio Alfaruq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Cinematic

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Dekontruksi pemikiran Derrida Terhadap Perkembangan Religius Di Zaman Sekarang

11 Januari 2025   11:09 Diperbarui: 11 Januari 2025   11:09 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Sumber Gambar (Contoh: Foto Langit Malam (Sumber: Freepik/Kredit Foto))

Latar Belakang Jacques Derrida

Jacques Derrida, seorang filsuf terkemuka dari Prancis, lahir pada 15 Juli 1930 di El Biar, Aljazair, yang saat itu berada di bawah kekuasaan kolonial Prancis. Derrida berasal dari keluarga Yahudi Sephardi yang menghadapi tantangan diskriminasi dan marginalisasi dalam lingkungan kolonial. Pengalaman masa kecilnya di Aljazair, termasuk pengusiran dari sekolah karena kebijakan anti-Yahudi yang diterapkan oleh pemerintah Vichy selama Perang Dunia II, memberikan pengaruh mendalam terhadap pandangan hidup dan pemikirannya. Konteks sejarah dan sosial kehidupan Derrida termasuk pengalaman hidup di tengah kolonialisme, ketegangan identitas, dan diskriminasi berkontribusi pada pengembangan kritiknya terhadap hierarki, struktur kekuasaan, dan dominasi budaya Barat. Ia kemudian dikenal sebagai pelopor dekonstruksi, sebuah pendekatan yang menantang asumsi-asumsi dasar dalam filsafat, bahasa, dan budaya. Derrida mulai dikenal secara internasional pada 1960-an setelah mempresentasikan esainya, "Structure, Sign, and Play in the Discourse of the Human Sciences," yang mengkritik pemikiran strukturalisme. Karya-karyanya, seperti Of Grammatology (1967), Writing and Difference (1967), dan Speech and Phenomena (1967), menjadi tonggak dalam perkembangan poststrukturalisme.

Biografi Derrida

Derrida yang mempunyai nama lengkap Jacques Derrida ini adalah seorang keturunan Yahudi. Ia lahir di El-Biar, salah satu wilayah Aljazair yang agak terpencil, pada 15 Juli 1930. Pada 1949, Derrida pindah ke Prancis untuk melanjutkan sekolah. Pada 1952, Derrida resmi belajar di École Normal Supériuere, sekolah elite yang dikelola oleh Michel Foucault, Louis Althusser, dan sejumlah filsuf garda depan Prancis. Namun, pada 1957-1959, dia kembali ke Aljazair untuk memenuhi kewajiban militernya dengan mengajar bahasa Prancis dan Inggris untuk anak-anak tentara di sana. Setelah dua tahun di Aljazair, Derrida kembali ke Prancis pada 1959. Selain di École Normal Supériuere, dia menyempatkan diri belajar di Husserl Archive, yakni salah satu pusat kajian fenomenologi di Louvain, Prancis. Setelah meraih gelar kesarjanaannya yang pertama, Derrida resmi mengajar di Husserl Archive. Pada 1960, dia diminta untuk mengajar filsafat di Universitas Sorbonne. Empat tahun kemudian, sejak 1964 sampai dengan 1984, Derrida mengajar di École Normal Supériuere. Pada akhir tahun 1965, dia mulai memperoleh perhatian publik melalui dua artikelnya yang membahas buku-buku tentang sejarah dan bentuk penulisan yang dimuat dalam jurnal Critique. Pada 1966, dia menyampaikan sebuah ceramah legendaris di Universitas John Hopkins, dengan judul “Structure, Sign, and Play in the Discourse of the Human Sciences”.

Dekontruksi Pemikiran Derrida

Dekonstruksi muncul dari kritik Derrida terhadap logosentrisme—sebuah kecenderungan dalam filsafat Barat untuk memprioritaskan "kehadiran," seperti makna yang langsung atau pusat yang stabil, dalam memahami teks dan realitas. Bagi Derrida, makna tidak pernah benar-benar hadir secara utuh; ia selalu bersifat cair, berubah-ubah, dan ditentukan oleh konteks serta relasi antar kata dalam sistem bahasa.

Konsep kunci dalam dekonstruksi adalah différance, sebuah istilah yang diciptakan Derrida dari kata Prancis différer, yang berarti "menunda" dan "membedakan." Dengan différance, Derrida menunjukkan bahwa makna tidak pernah final; ia selalu tertunda karena bergantung pada perbedaan dengan kata-kata lain. Dalam hubungan ini, teks menjadi arena di mana makna terus-menerus dirundingkan, diperebutkan, dan dipertanyakan.

Dekonstruksi juga mengungkap cara kerja oposisi biner, seperti benar atau salah, maskulin atau feminin, atau kehadiran/ketidakhadiran, yang sering menjadi landasan pemikiran tradisional. Derrida menunjukkan bahwa oposisi ini tidak sesederhana kelihatannya. Alih-alih saling bertentangan, keduanya saling bergantung dan sering kali bertukar peran dalam struktur makna. Dekonstruksi menggali kontradiksi internal dalam teks untuk menunjukkan bahwa hierarki tersebut tidaklah mutlak.

Derrida sering mengatakan bahwa "tidak ada sesuatu pun di luar teks" (il n'y a pas de hors-texte), yang tidak berarti bahwa realitas tidak ada, tetapi bahwa pemahaman kita tentang realitas selalu dimediasi oleh bahasa. Segala sesuatu, termasuk konteks, harus dibaca dan dipahami seperti teks, karena ia juga merupakan konstruksi linguistik.

Dekonstruksi bukan berarti menghancurkan makna, melainkan membuka ruang untuk berbagai kemungkinan interpretasi. Ia mendorong kita untuk tidak terpaku pada satu cara memahami teks, melainkan terus menggali potensi makna baru. Melalui pendekatan ini, Derrida tidak hanya mengubah cara kita membaca teks, tetapi juga cara kita memahami dunia dan struktur berpikir di baliknya.


Meskipun Derrida sudah memberikan kontribusi besar dalam berbagai bidang, teori ini juga mendapatkan banyak kritik, baik dari filsuf maupun praktisi dari berbagai disiplin ilmu. Beberapa kritik utama terhadap teori dekonstruksi Derrida , yaitu dia menapatkan kritikan Abstraksi dan Kompleksitas yang Berlebihan : bahwa karya Derrida terlalu sulit dipahami karena gaya penulisan yang kompleks, abstrak, dan sering kali tidak langsung. Hal ini membuat dekonstruksi tampak eksklusif dan sulit diakses, bahkan oleh para akademisi. Dan ada lagi kritikan dari teori ini yang sangat sulit sekali untuk di pahami yaitu Dekonstruksi sebagai Negasi : 

dekonstruksi cenderung meruntuhkan atau mendekonstruksi makna tanpa memberikan alternatif konstruktif. Mereka merasa bahwa dekonstruksi lebih fokus pada pembongkaran asumsi-asumsi tanpa menawarkan landasan baru untuk memahami realitas.

DEKONSTRUKSI TERHADAP PERKEMBANGAN RELIGIUS

Di tengah perubahan zaman yang ditandai oleh globalisasi, pluralisme, dan kemajuan teknologi, agama dan religiusitas mengalami transformasi yang signifikan. Jacques Derrida, melalui konsep dekonstruksinya, menawarkan cara pandang kritis untuk memahami bagaimana tradisi religius berkembang dan menyesuaikan diri dengan realitas modern. Pendekatan dekonstruksi tidak berusaha menghancurkan agama, melainkan menggali ulang struktur makna, otoritas, dan nilai-nilai yang selama ini dianggap tetap dalam agama. Era digital dan media sosial juga membawa dampak besar terhadap perkembangan religiusitas. Platform-platform digital menjadi "teks baru" di mana diskusi agama berlangsung secara global dan lintas budaya. Dekonstruksi memungkinkan kita untuk memahami bagaimana agama beradaptasi dengan medium ini, di mana otoritas tradisional sering kali tergantikan oleh pemaknaan kolektif yang lebih inklusif dan terbuka. dekonstruksi juga mengkritisi sisi gelap perkembangan religius di zaman modern, seperti fundamentalisme atau politisasi agama. Dengan membongkar asumsi-asumsi biner seperti "benar vs. salah" atau "sakral vs. sekuler," dekonstruksi menantang klaim absolut yang sering kali digunakan untuk membenarkan kekerasan atau penindasan atas nama agama. Pada akhirnya, dekonstruksi memberikan perspektif bahwa agama bukanlah struktur yang kaku, melainkan entitas yang hidup dan dinamis. Dengan pendekatan ini, perkembangan religius di zaman sekarang dapat dipahami sebagai proses yang terus berubah, membuka ruang bagi dialog, kritik, dan pembaruan. Dekonstruksi tidak hanya menggugat keabsahan tradisi lama, tetapi juga merangkul kemungkinan baru untuk menemukan makna religius yang relevan dengan kebutuhan manusia modern.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun