Mohon tunggu...
Dwi Ayu Usnul
Dwi Ayu Usnul Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi S1 Ilmu Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Burden Sharing di Era Pandemi: Mensejahterakan Pemerintah, Mencekik Bank Indonesia?

21 November 2024   11:45 Diperbarui: 21 November 2024   11:48 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi policy mix (bauran kebijakan)

Jember, 21 November 2024 -- Pemerintah Indonesia dihadapkan pada tantangan besar terkait kewajiban utang yang berasal dari skema burden sharing dengan Bank Indonesia (BI) selama pandemi Covid-19. Kebijakan ini, yang tercakup dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) I-III antara Kementerian Keuangan dan BI, menjadi instrumen penting untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional. Dalam periode 2020 hingga 2022, BI tercatat membeli Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp836,56 triliun untuk mendukung pembiayaan APBN di tengah krisis pandemi.  

Namun, beban ini mulai menimbulkan dampak di 2025, saat utang pertama dari skema tersebut---senilai Rp100 triliun---jatuh tempo. Total utang burden sharing akan dilunasi secara bertahap hingga 2030. Dalam menghadapi hal ini, sejumlah ekonom memprediksi bahwa pemerintah akan memilih refinancing sebagai solusi utama.  

Direktur Eksekutif Segara Institute, Piter Abdullah Redjalam, menilai opsi refinancing---atau penerbitan utang baru untuk melunasi utang lama---merupakan jalan yang paling realistis. "Pilihan yang tersedia hanya itu, kecuali kalau pemerintah berhenti berutang. Namun, jika itu terjadi, akan ada konsekuensi besar seperti pemangkasan belanja negara, penghentian subsidi, atau insentif, yang justru dapat melumpuhkan perekonomian," ujar Piter, Minggu (10/11/2024).  

Piter juga menekankan bahwa langkah refinancing adalah praktik umum yang diterapkan berbagai negara, termasuk Jepang dan Amerika Serikat. Dengan memperpanjang tenor utang melalui penerbitan obligasi baru, pemerintah dapat menjaga likuiditas sekaligus memastikan kelanjutan program pembangunan.  

Utang yang Terkelola dan Kebutuhan Kredibilitas

Meski beban utang negara terus meningkat, Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono sebelumnya menyampaikan keyakinannya bahwa pengelolaan utang pemerintah tetap berada dalam batas aman. Dalam konferensi pers "APBN Kita" awal November, Thomas menegaskan bahwa kinerja pembiayaan negara dikelola secara efisien dan tetap terkendali.  

"Selama pemerintah kredibel dalam menerbitkan surat utang baru dan ada yang membelinya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Ini adalah mekanisme yang biasa dilakukan banyak negara," jelas Piter.  

Namun, ruang fiskal yang semakin sempit menjadi tantangan tersendiri. Presiden Prabowo Subianto bahkan telah menginstruksikan seluruh kementerian dan lembaga untuk memangkas anggaran perjalanan dinas hingga 50% demi menghemat APBN. Langkah ini diambil untuk menjaga fokus pada pembiayaan prioritas, termasuk pembayaran utang jatuh tempo.  

Peran Koordinasi Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan

Dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR pada Rabu (20/11/2024), Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menegaskan pentingnya koordinasi erat antara BI dan Kementerian Keuangan dalam menghadapi kewajiban utang burden sharing. Perry juga menyoroti keterkaitan antara anggaran operasional BI dan kebijakan moneter.  

"Persetujuan ATBI 2025 oleh DPR sangat penting karena anggaran operasional kami berkaitan erat dengan pengelolaan kebijakan, termasuk SBN dalam rangka burden sharing. Ini menjadi kunci agar BI tetap fleksibel dalam menjalankan fungsi stabilisasi ekonomi," ujar Perry.  

Rapat tersebut akhirnya menyetujui Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI) 2025 dengan penerimaan operasional sebesar Rp31,5 triliun dan pengeluaran operasional Rp26,66 triliun. Keputusan ini membuka ruang bagi BI untuk melanjutkan kebijakan moneter secara efektif, termasuk kerja sama dengan Kementerian Keuangan terkait utang jatuh tempo pemerintah.  

Tantangan ke Depan

Meski refinancing menjadi opsi utama, tantangan besar tetap ada. Pemerintah harus menjaga keseimbangan antara pembiayaan utang dan belanja negara untuk memastikan perekonomian tetap bergerak. Di sisi lain, ekonomi yang diharapkan tumbuh hingga 8% oleh Presiden Prabowo memerlukan stimulus fiskal yang memadai. Dengan total utang jatuh tempo pemerintah mencapai Rp800,33 triliun pada 2025---termasuk Rp100 triliun dari burden sharing---koordinasi erat antara Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan DPR akan menjadi kunci untuk menjaga stabilitas ekonomi di tengah tantangan global yang masih berlangsung.

referensi:

Bisnis.com. (2024). Bos BI Ingatkan Sri Mulyani Ada Utang Jatuh Tempo Burden Sharing. Diakses dari https://finansial.bisnis.com/read/20241121/11/1817854/bos-bi-ingatkan-sri-mulyani-ada-utang-jatuh-tempo-burden-sharing.

Bisnis.com. (2024). Ekonom: Refinancing Bakal Jadi Pilihan Sri Mulyani Lunasi Utang Burden Sharing ke BI. Diakses dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20241111/9/1814841/ekonom-refinancing-bakal-jadi-pilihan-sri-mulyani-lunasi-utang-burden-sharing-ke-bi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun