Mohon tunggu...
Dwi Ayu Usnul
Dwi Ayu Usnul Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi S1 Ilmu Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Tingkatkan Stabilitas Ekonomi, OJK Bidik 93% Inklusi Keuangan dan Literasi di 2027

3 November 2024   23:36 Diperbarui: 4 November 2024   00:04 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Inklusi keuangan telah menjadi fokus global dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah berbagai negara, termasuk Indonesia, terus mendorong peningkatan inklusi keuangan guna mendukung akses masyarakat terhadap layanan keuangan formal. Menurut data World Bank, sebanyak 97,74 juta orang dewasa di Indonesia saat ini masuk dalam kategori unbanked, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan populasi unbanked terbesar keempat di dunia. Kelompok unbanked ini mencakup masyarakat yang belum memiliki akses terhadap layanan keuangan dasar, seperti tabungan, pembayaran, dan kredit.

Pandemi COVID-19 memperburuk kondisi sosial ekonomi bagi kelompok unbanked dan underserved, menambah urgensi inklusi keuangan sebagai solusi untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian ekonomi masyarakat. Melalui inklusi keuangan, penduduk dewasa diharapkan dapat memanfaatkan akun bank untuk menabung, melakukan pembayaran, mengakses kredit, dan mengurangi risiko ekonomi. Dengan demikian, pencapaian inklusi keuangan yang efektif diyakini berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan serta membangun kemandirian ekonomi bagi kelompok masyarakat yang belum terlayani.

Di Indonesia, kewenangan dan amanat dalam meningkatkan literasi dan inklusi keuangan berada pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sesuai dengan Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, khususnya Bab VI mengenai Perlindungan Konsumen dan Masyarakat, Pasal 28 ayat (a) dan (c). Dalam ketentuan tersebut, OJK diberikan kewenangan untuk memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya. Amanat penguatan literasi dan inklusi keuangan juga diatur dalam UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).

Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2024, indeks literasi keuangan Indonesia tercatat sebesar 65,43 persen, sedangkan indeks inklusi keuangan mencapai 75,02 persen. Selain itu, SNLIK juga mengukur indeks literasi dan inklusi keuangan syariah, yang menunjukkan hasil masing-masing sebesar 39,11 persen dan 12,88 persen. Survei ini mengungkapkan adanya perbedaan tingkat literasi dan inklusi keuangan berdasarkan wilayah. Di perkotaan, indeks literasi dan inklusi keuangan tercatat lebih tinggi, masing-masing sebesar 69,71 persen dan 78,41 persen, dibandingkan perdesaan yang hanya mencapai 59,25 persen dan 70,13 persen.

SNLIK 2024 juga mengidentifikasi segmen penduduk dengan literasi dan inklusi keuangan yang lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional. Segmen tersebut meliputi masyarakat di perdesaan, penduduk berusia 15--17 tahun dan 51--79 tahun, masyarakat dengan pendidikan rendah (tamat SD atau sederajat ke bawah), serta kelompok pekerja yang belum bekerja, pelajar, petani, peternak, nelayan, dan pekerja di luar profesi formal seperti pegawai, profesional, pengusaha, atau wiraswasta. Berdasarkan hasil ini, OJK akan semakin mengintensifkan kegiatan literasi dan inklusi keuangan bagi kelompok-kelompok tersebut guna mempersempit kesenjangan akses keuangan.

Untuk mendorong pencapaian target, OJK telah menetapkan sasaran pengembangan literasi dan inklusi keuangan yang akan dicapai pada tahun 2027. Dari sisi literasi keuangan, OJK menargetkan indeks sebesar 65 persen, sementara target indeks inklusi keuangan adalah 93 persen. Sedangkan untuk keuangan syariah, OJK menargetkan indeks literasi keuangan sebesar 20 persen dan indeks inklusi keuangan syariah sebesar 23 persen. Indeks literasi keuangan ini diukur berdasarkan lima aspek, yaitu pengetahuan, keyakinan, keterampilan, sikap, dan perilaku masyarakat dalam mengelola keuangan. Sementara itu, indeks inklusi keuangan dinilai dari sisi penggunaan layanan keuangan, seperti simpanan, pinjaman, dan pembayaran.

Dengan meningkatnya literasi dan inklusi keuangan, diharapkan masyarakat dapat lebih memahami dan mengakses berbagai layanan keuangan, yang pada akhirnya dapat memperkuat stabilitas ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya di kalangan kelompok unbanked dan underserved.

Referensi :

SP 106/OJK/GKPB/VIII/2024 

Buku Pedoman Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Inklusif berbasis Kelompok Subsisten. 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun