Mohon tunggu...
Dwi Ayu Lestari
Dwi Ayu Lestari Mohon Tunggu... profesional -

penulis amatir yang kan terus menulis.. memperbaiki kesalahan dan bercita2 menjadi penulis profesional

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Antara Vivy dan Mata Rian

26 November 2013   14:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:39 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Vy" sapa ku saat mendekati Vivy pagi itu.

"eh Mel, pagi" Vivy tersenyum

"buuukk!!" ku lemparkan majalah Story kehadapan Vivy. Namun ia lagi-lagi hanya tersenyum.

"udah terbit ya cerpen gue? Udah baca?" tanya nya sambil terus memperhatikan layar handphone-nya

Meski hanya dengan lirikan, ku tahu Vivy masih bisa melihat ku memberikan anggukan

"lo bner-bener gila ya? Ngapain lo masih berharap sama tuh cowok, sampe-sampe lo tulis namanya disini nih, dalam cerpen lo. Di special dedicated atau apalah itu nama nya gue nggak ngerti." aku bicara ngotot.

" sabar buk, tenang-tenang. Ini kan cuma sekedar tulisan aja, nggak ada maksud apa-apa kok. Tenang ya, say" katanya sambil menepuk-nepuk punggungku.

"lo sih bisa, bilang kayak gitu, tapi gue sebagai sahabat lo nggak tahan kalo lo jadi bahan ejeken temen-teman satu sekolah. Lo tau nggak kalo temen-temen udah baca cerpen lo ini?" Vivy hanya geleng-geleng mendengar ku bicara seperti itu. "lo denger gue nggak sieh, Vy?"

"iya, gue dengerin kok, ngomong aja." Kata nya santai

"lo. . . Aaggh!!!" aku benar-benar merasa tak dihargai. Ku tinggalkan Vivy dengan kesal meski dia masih tersenyum. Ah, Vivy.

Masih jelas dalam ingatan ku saat seorang cewek dengan mata bertabur embun air mata, menyerbu dengan pelukan dan cerita sedihnya. Ya Vivy, gadis yang memiliki tubuh agak berisi, dengan wajah bulat oval dan rambut ikal itu sedang menangis dalam pelukan seorang teman, yang kini sudah menjadi sahabatnya bahkan sudah seperti saudaranya. Yang dia bicarakan sepanjang tangisan itu hanya penyesalan kenal sama Rian, menyesal sudah percaya sama Rian, dan penyesalan sudah jadi pacar Rian selama 4 bulan. Dan Rian adalah cowok indo-arab, yang dalam ceritanya membuat Vivy menangis karena Rian punya pacar selain Vivy.

“Gue bener-bener nggak mau lagi berhubungan sama yang namanya Rian” ucap Vivy kala itu.

Dan sekarang, entahlah. Semua berubah ketika Rian mengirimkan pesan ke nomor Handphone nya. Yang intinya Rian meminta maaf kepada Vivy atas sikapnya selama ini, itu membuat hati Vivy kembali berbunga-bunga, meski dia tau bahwa Rian masih pacaran dengan Chika.

“Liat nih Mel, Rian sms lagi.” Katanya sambil tersenyum kepadaku.

Vivy semakin berbunga-bunga sepanjang hari, tapi yang ku lihat dari Rian tak ada sedikitpun perubahan, sama seperti kemarin-kemarin yang acuh dengan Vivy dan semakin mesra dengan Chika. Aku takut sahabatku itu akan sakit hati yang kedua kalinya jika dia menyadari keganjilan ini.

" Mel, gue pergi dulu ya, ada perlu" katanya melemparkan tas ke mejaku, saat baru tiba dikelas.

"mau kemana Vy, gue ikut ya?" teriakku pada nya dan melihat Vivy yang berlari menuju belakang lab. Komputer.

" nemuin Rian" teriaknya pada ku.

Tapi ku urungkan niatku untuk menyusulnya, aku tak mau merusak kebahagiaannya, ku lanjutkan kembali menulis diaryku. Sudah jadi kebiasaanku saat guru belum masuk kelas, Aku menumpahkan semua perasaanku pada sebuah buku kecil berwarna ungu itu. Bagiku itu adalah separuh nyawaku. Sering teman-teman bertanya mengapa aku menulis diary dikelas, alasanku adalah, kalau sudah sampai dirumah, semua kejadian di sekolah sudah separuh hilang dalam ingatan, tapi kalau masih dikelas, tiap jengkal peristiwa masih bisa aku ingat sepenuhnya, tanpa melupakan sedikitpun. Lanjut kecerita tentang Vivy!!.

Bel pelajaran dimulai 5 menit lagi, tapi Vivy tak kunjung kembali, aku mulai gelisah, lebih gelisah lagi waktu kulihat Rian berjalan didepan kelasku. Aku berlari dengan gelisah mengajar Rian.

"Rian" teriakku "mana Vivy?" tanyaku padanya.

Kulihat keningnya berkerut " kok nanya sama gue, loe kan sahabatnya" jawabnya acuh

"bukannya dia mau ketemu sama loe tadi? "

Rian hanya geleng-geleng dan kemudian pergi.

"terus yang mau ketemu sama Vivy siapa kalo bukan Rian yang ini" aku terus bergumam sambil berjalan menuju lab. Komputer. "astaga!!!" teriakku sambil menepuk keningku yang tertutup poni "dia!, pasti dia"

Dan benar saja, saatku tiba disana, Vivy sudah terduduk sambil menangis, dan dihadapan nya berdiri lah seorang cowok yang kutebak tadi, memang bukan Rian, tapi Andrian cowok yang pernah jatuh cinta pada Vivy waktu kelas satu tapi ditolak dan dipermalukan dihadapan teman-teman. Berbadan putih, dengan pakaian rapi dan kacamata minusnya. Ia tersenyum padaku saat ku memeluk Vivy dan mengajaknya pergi.

"Mel!" panggilnya.

"ya

"maaf aku nggak bermaksud buat dia menangis atas kejadian ini, aku hanya mau jujur" katanya tertunduk.

"Ya, gue ngerti kok" jawabku singkat. Dan kemudian meninggalkan Andrian yang masih berdiri disana masih tertunduk, mungkin ada rasa penyesalan dihatinya.

Ya, Vivy masih terpuruk, ia tak pernah membayangkan semua ini akan terjadi, karena sejak awal yang ia bayangkan hanya Rian mantan kekasih terindahnya. Tapi ternyata yang muncul adalah Andrian, cowok yang selalu mengirimkan kata-kata indah ditiap detik hidupnya, yang selalu menanyakan keadaannya ditiap saat nya, yang kini menanam benih cinta dihati nya.

"dia masih sering sms lo?" tanyaku pada Vivy, ia hanya mengangguk, sambil memainkan miegoreng yang ada dipiringnya dengan garpu.

"lo buang-buang duit aja ya, mie tuh buat dimakan bukan di acak-acak, sini gue aja yang ngabisin" kucoba berpura-pura untuk mengambil mie nya, tapi ia tak peduli.

"kok harus dia sih?" tanya nya dengan pandangan kosong kejalan. "kenapa bukan Rian yang asli? Kenapa harus si Andrian brengsek itu? Apa jangan-jangan dia mau balas dendam sama gue?" matanya langsung menatap serius padaku.

Hampir saja aku tersedak mie. Ku sambar segelas es teh manis dihadapanku "feeling gue Andre, alias Rian, alias Andrian itu bukan tipe cowok yang kayak gitu deh, kayaknya dia tulus" jawabku meyakinkan.

" tulus kata lo? nggak salah tuh" kata nya meremehkan.

"gue serius, sekarang gue tanya sama lo, setelah lo nolak dia 2tahun lalu, pernah nggak ada yang aneh dalam hidup lo? Kayak teror, surat kaleng, Teluh atau yang lain? nggak ada kan. Dan gue liat dia juga masih sering senyum dan nyapa lo. Lo nya aja yang nggak merespon. Berarti dia baik-baik aja kan" kataku panjang lebar "oh ya, satu lagi bukti kalo dia nggak brengsek, dia ngedeketin lo lagi pas lo bener-bener udah putus sama Rian yang asli kan?"

Kulihat Vivy menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangannya, ku rasa dia memikirkan perkataanku tadi.

"hei!" tenyata orang yang kami bicarakan sudah berada dibelakangku sejak tadi.

"eh lo, Rian, Andre, atau Andrian, gue harus panggil lo apa nih?" segera kuajak dia duduk disampingku.

"nggak usah sok manis deh, Mel" Vivy melemparkan garpunya kepiringku.

"Rian aja, biar lebih akrab" ia tersenyum. Matanya terus menatap kearah Vivy yang menunduk sejak tadi, namun Vivy tak mau menatap balik kearah Rian.

“Vy, aku mau minta maaf” katanya membuka pembicaraan.

"gue pesenin lo bakso, mau?" kataku sambil menggeser kursi dengan kaki agar ku bisa keluar.

“boleh, thanks

Baru saja aku mau kembali kemeja tadi dengan membawa semangkok bakso dan segelas es teh manis, suara keras terdengar dari sana.

" pplaaakk!!" tamparan itu dari Vivy untuk Andrian yang membuat kacamata Andrian harus rela jatuh kelantai dan “Ttrraakk!!” tak sengaja terinjak oleh seorang teman yang ingin menyaksikan pertengkaran ini. Dan Pecah. Kuletakkan makanan dan minuman itu disalah satu meja sebelum aku mendekati Vivy.

"lo kenapa sih?" tanyaku pada Vivy yang masih dalam keadaan emosi.

"dia!!… " tak ada kata selanjutnya, kulihat ada sinar cinta saat Vivy menatap mata telanjang Andrian secara perdana, tanpa kacamata. Mata itu benar-benar indah, bulat dan berwarna biru. Rasanya waktu benar-benar berhenti diantara mereka berdua, sampai akhirnya kukacau kan.

"loe pake soft-lense ya?" tanya ku padanya.

" nggak kok, nih asli" katanya sambil mengambil kacamata yang sudah remuk itu.

"sorry"

Aku terkaget mendengar kata itu keluar dari mulut Vivy, yang tadi hampir saja meledakkan bom kemarahan.

"ya, nggak apa-apa" jawabnya sambil tersenyum. Senyum nya tak kala indah dari matanya. Meng-hipnotis siapa saja yang melihatnya, seperti lagu Indah DP.

Sepertinya akan ada kisah baru antara Vivy, Andrian dan kacamata nya. Ah, Vivy.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun