Hari Jumat (25/11/2016) sepulang kerja, saya sempatkan waktu ke Citraland yang berada di sekitar Grogol, Jakarta Barat. Salah satu hal menarik yang memaksaku datang ke sana adalah karena hari itu tepat Hari Guru (25 November).Â
Momen itu banyak diperingati untuk menghargai jasa-jasa guru yang berjuang untuk membuat masyarakat melek huruf, melek pengetahuan dan memberi peluang generasi yang cerdas dan mampu bersaing di dunia internasional.Â
Guru adalah Lentera dalam kegelapan suluh yang mampu menerangi meskipun hanya sesaat.
Kebetulan Gramedia mengadakan diskon 30% bagi guru-guru asal bisa menunjukkan identitasnya sebagai guru, entah ID card, NUPTK atau identitas lainnya yang bisa menunjukkan sebagai seorang guru. Diskon sebesar 30 % bagi setiap buku! Wow! Amazing! (kecuali buku-buku seperti Al Quran, Alkitab dan sejenisnya).
Saya yang cukup gemar buku langsung ngacir mendengar berita tentang diskon tersebut, tapi sebenarnya bukan itu esensi artikel ini. Saya tertarik pada satu buku dari penerbit Kompas Penerbit buku. Judulnya unik untuk model buku-buku dari Gramedia: "Yuk, Simak Pak Jakob Berujar".Â
Buku ini disusun oleh Ninok Leksono, Wartawan Senior Kompas, Rektor UMN dan juga pernah menjadi Pemimpin Redaksi Kompas dan redaktur senior Kompas.
Saya suka membaca rekam jejak orang-orang yang sukses di bidangnya, apalagi sosok seperti Jakob Oetama seorang pendiri Kompas (bersama PK Ojong).Â
Media Kompas sebagai corong informasi nasional sampai saat ini masih menjadi salah satu media terbesar di Indonesia. Pak Jakob yang pernah menjadi seorang guru yang akhirnya terjun sebagai pengusaha media dan berkembang lagi dalam dunia penerbitan, media televisi, hotel, travel, percetakan, toko buku dan stationery tak luput dari sentuhan midasnya.Â
Meskipun saya bukan karyawan atau orang yang pernah bekerja di Kompas Gramedia, paling tidak saya pernah keluar masuk ruangan tempat pertemuan Kompasianer (hehehe…).
Saya kagum pada sosok seperti Jakob Oetama yang terus bersemangat untuk mengobarkan jurnalisme santun di tengah keterbukaan reformasi saat ini.Â
Mungkin banyak yang nyinyir melihat media Kompas yang terkesan 'cari aman', menghindari reiiko dibredel dengan menyuarakan berita yang cenderung cari aman dan tidak kritis.Â