Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Memelihara Ingatan tentang Jogja

12 Mei 2017   09:27 Diperbarui: 12 Mei 2017   10:39 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi Kompasiana yang sekarang ini akan menyambut ICD ( Indonesia   Community Day) Maaf saya absen. Bukannya tidak mau datang ke Jogja, tapi karena  ada acara di Jakarta hingga saya memutuskan absen datang di acara menarik tersebut. Tapi saya bisa berbagi nostalgia tentang Jogja. Kota yang  membentuk saya suka menulis, suka seni dan suka “dregil”karena seringnya bolos kuliah dan hampir dikatakan mahasiswa abadi. Saya lulus SMA tahun 1989, setelah gagal menembus UMPTN akhirnya kuliah mengambil Jurusan Sosiatri di STPMD “APMD”(Kampus itu terletak di Jalan Timoho di wilayah Gondokusuman(GK). Di kampus itu cuma singgah sementara, rajin kuliah hanya semester pertama dan sering absen di semester dua sebelum akhirnya di terima di jurusan Pendidikan Seni rupa di IKIP Negeri Yogyakarta. Di APMD itu saya belajar hukum, sosiatri. Sebuah ilmu yang mempelajari tentang penyimpangan-penyimpangan sosial dalam masyarakat, termasuk dunia prostitusi, premanisme dan penyakit-penyakit yang diakibatkan fenomena sosial kemasyarakatan. Ilmu ini sebetulnya adalah bagian dari sosiologi.  Kampus ini dekat dengan teteg sepur(perlintasan kereta) dan perlintasan pesawat terbang hingga bisa dikatakan setiap hari “bising”. Di sudut Jalan Timoho adalah kantor walikota, kea rah kiri akan melewati Pabrik Susu(SGM). Dan bila ke kiri akan menuju ke Gedong Kuning dan jika terus lurus ke arah kanan ketemu Kebun Binatang  Gembira Loka.  Bila dari pabrik Susu  menyeberang akan melewati kampung Muja Muju dan ketemu dengan terminal Umbul Harjo(dulu). Mengapa hapal karena saya dulu pernah jalan kaki dari terminal Umbul Harjo ke arah Muja Muju, terus melewati pabrik susu, ke kanan  menyusur jalan Timoho, menyisir jalan di samping IAIN(sekarang UIN)Kalijaga. Lurus  sebelum sungai  Gajah Wong(di tepi itu ada museum Affandi. Bila jalan kaki akan masuk ke kampus Atmajaya dan Sanata Dharma (Mrican).

Pasar Kembang dan Dunia Malam Jogja

                                                                                                               jalan arah Pasar Kembang Jogjakarta(kompasiana.com)

Saya sempat kost di daerah Gondokusuman, Mrican Kolobendono(nama-nama yang mengingatkan raksasa-raksasa pewayangan saudara dari Gathotkaca;kakak Arimbi seperti  Brojodento, Brojowikalpo, Brojomusti(yang kost di belakang Universitas Sanata Dharma pasti hapal).Jaman itu sekitar tahun 1990-an kota Jogja belum sehiruk pikuk sekarang di mana motor dan mobil berseliweran seperti tidak pernah habis-habisnya. Dulu sebagai mahasiswa jalan kaki, naik sepeda onthel, atau kalau sedikit punya uang mengendarai motor tua(yang terkenal di Jogja adalah si pitung alias honda  keluaran tahun tujuh puluh(pitungpuluh)an.  Udara Jogja tidak semenyengat sekarang. Saya masih bisa merasakan sejuknya udara ketika jalan kaki dari Mrican, Depok, masuk wilayah Catur Tunggal (CT)menuju arah  Samirono, belok ke kiri ke jalan Herman Johanes berbelok kanan melewati rumah sakit Kristen  Bethesda belok kiri menuju jalan Suroto. Di sudut kanan ada SMA 3 Jogja yang dulu terkenal dengan SMA B Padmanaba. Tempat belajar anak pintar bidang eksakta . Seberang jalan ada stadion kebanggaan jogja(dulu) Kridosono .  Ke kanan menyusur jalan  Abu bakar Ali (Kota Baru, lalu menurun melewati jembatan kereta dan Kali Code, jembatan itu terkenal dengan sebutan kreteg kewek  serapan dari belanda Kerkweek yang dipermudah sebagai ucapan jawa (seperti ketika menyebut nama cewek). Sekitar tahun 1990 tempat yang kini adalah parkiran wisata malioboro bernama Pasar kembang(karena memang setiap hari ada yang jualan bunga di situ). Jika mengingat nama Pasar kembang orang akan ingat dunia malam, pelacuran yang terkenal di jogja (Sarkem;sengkatan dari Pasar Kembang…hehehe…jangan ngeres) seperti tempat lain yang saya ingat ketika melewati  jalan Suroto dan jalan kapas (apa kabarnya sekarang? Tuh hahahaha). Jalan Kapas dekat di wilayah Gayam dekat walikota dekat stasiun radio Geronimo dan Retjo Buntung.

Pasar  Ngasem

Pasar Ngasem dulu (wikimapia.org)
Pasar Ngasem dulu (wikimapia.org)
Pasar Ngasem yang menjadi tempat ICD dulu terkenal sebagai pasar burung tempat  penyanyi terkenal Ebiet G Ade mengolah kepekaan seninya. Pasar Ngasem ini  unik karena seringnya menjadi ide/obyek bila mahasiswa seni (seni rupa, entah STSRI“ASRI, IKIP jurusan Pendidikan Seni Rupa termasuk saya(padahal dulu saya termasuk yang malas nggambar lebih senang jalan-jalannya hehehe). Di atas pasar seni ada semacam benteng yang bisa melihat Jojgja dari ketinggian dan taman sari(tempat ini juga tempat menarik untuk pemotretan dan obyek lukis(dulu mata kuliah gambar bentuk, atau ilmu Lukis dasar). Mahasiswa membuat sketsa  sebanyak-banyaknya dari segala sudut di Pasar Ngasem dan Taman Sari.

Di pasar ngasem  segala jenis burung dijual, termasuk emprit, cucak rowo, deruk, puter, Kutut(perkutut), Nuri, Podhang.  Di atas Pasar Ngasem  pengunjung juga bisa menemukan toko atau semacam kios peralatan Batik semacam canting, malam dengan berbagai macam jenisnya, kain batik(mori atau jenis kain primissima).  Selain pasar burung di pasar ngasem juga terdapat pengrajin batik dan bila membeli kaos-kaos batik bisa dengan  harga lebih”miring” dari tempat lain. Wilayah Pasar Ngasem masih termasuk wilayah Njeron Beteng(wilayah keraton Ngayogyakarta.  Bila menyusur ke kiri dan setelah melewati beberapa jalan dan belok ke   kanan pelancong akan ketemu dengan Alun Alun Selatan.

Pasar ngasem itu amat bersejarah untuk mereka yang bergelut dalam dunia seni. Banyak pelukis, penyanyi(sudah saya sebut Ebiet G Ade) dan termasuk  tokoh tokoh film nasional yang pernah menimba ilmu di ASDRAFI(Akademi Seni Drama dan Film) akan mengingat Pasar Ngasem dengan segala sudutnya yang melegenda. Sayangnya Pasar  Ngasem sudah tidak menjadi Pasar Burung/pasar manuk( Pindah ke daerah Bantul kalau tidak salah).

Pasar Ngasem itu sebetulnya masuk ranah wisata unik Jogja. Pergaulan, pertemuan kebudayaan antara pedagang, wartawan, seniman, artis film dan pembatik membentuk cerita  yang susah dilupakan bagi yang pernah tinggal lama di Jogja. Seniman dengan segala kekonyolan tingkah lakunya, pedagang yang campur baur menjajakan burung dan seni tawar menawarnya yang khas Jawa, kas Jogja dan mungkin juga preman-preman Jogja dengan bahasa prokemnya yang melegenda. Ada kelompok preman yang masih saya ingat dulu  Joko Sinting (atau Joko Sinting). Kelompok abangan(Islam KTP) dan kaum santri Muhammadiyah ( di daerah Kauman ), ritual dan cerita mistis di sekitar taman sari dan lorong yang menghubungkan Keraton Yogyakarta dan dan (Segoro Kidul atau Laut Selatan (Cerita tentang  Pertemuan sultan Jogja dan Nyai Roro Kidul )

Pasar Ngasem bisalah menjadi ide cerita panjang untuk penulis novel ,pencipta lagu dan sutradara semacam Slamet Rahardjo DJarot dan Eros Djarot dan tokoh teater Almarhum W S Rendra.Jika  para blogger ingin bercerita tentang Pasar Ngasem  bisa saja melacak balik masa lalu Pasar Ngasem. Kalau saya dulu sempat hapal sudut-sudut pasar ngasem sampai naik ke atas dan naik ke Bekas Benteng di Jaman Belanda(karena dulu biasa juga memesan pigura dan spanram di sekitar Benteng tersebut.

Sudut Lain Jogja adalah Budayanya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun