Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Karena Menulis Maka Aku Ada

4 Maret 2017   18:23 Diperbarui: 5 Maret 2017   02:01 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Seandainya aku tidak pernah menulis , siapakah yang mengenal diriku, seandainya saya hanya membaca dan tak pernah berpikir untuk  belajar menulis, bagaimana mungkin bisa menciptakan puisi, artikel, opini, reportase ringan tentang  kehidupan di sekitar.   Untuk itulah aku bersyukur belajar menulis di samping kebiasaan membaca yang sudah  aku lakukan sejak kecil.

Menulis adalah sebuah  repetisi, dengan menulis aku bisa menengok ruang  berpikir  jauh sebelum    terbiasa merangkai kata. Dengan menulis aku terbantu mengingat –ingat peristiwa masa lalu, mengingat saat-saat jatuh cinta, saat-jiwa tengah dahaga oleh kerinduan pada cinta, kasih sayang, dan kekagumanku pada alam semesta. Dengan menulis aku menjadi ingat lintasan sejarah demokrasi dan carut-marut politik tanah air dari waktu ke waktu. Tanpa aku sadari menulis adalah bagian dari  perjalanan sejarah  kehidupan yang tidak akan pernah hilang.

Aku bisa melihat catatan masa lalu itu dari  goresan-goresan tinta di buku diari, pun dari jejak kliping yang sengaja dikoleksi untuk menandai jejak karya yang pernah tertera di media cetak. Aku kumpulkan  kertas-kertas yang mulai menguning, lihat dan membacanya kembali. Oh ternyata  sudah puluhan tahun menekuni kehidupan sebagai seseorang yang bergaul akrab dengan tinta, mesin ketik manual,  dan baru mengenal komputer jinjing  belakangan ini.

Aku ingat ketika menuliskan  sebaris puisi di kertas  bekas  bungkusan  makanan.  Waktu itu tiba-tiba muncul hasrat menulis puisi, saat melihat  senyuman manis gadis  remaja  malu-malu berjalan sambil menjinjing dagangannya. Wajah manis itu  mengingatkanku untuk  kembali  membaca puisi liris Sapardi Joko Damono, Iwan Simatupang, Atau puisi-puisi  humanis Dhorotea Rosa Herliani. Aku merasa dekat dengan penyair itu tapi susah menangkap kata yang cocok untuk menggambarkan kehidupan cinta. Bahkan aku harus kembali membuka-buka  sekumpulan puisi yang sengaja  aku gunting dari Kompas Minggu. Dulu aku selalu melirik karya syair-syair dari Endang Susanti Rustamadji, Dorothea Rosa, Gus TF, Sapardi Djoko Damono, Sunaryono Basuki KS.Hingga Joko Pinurbo.Dari mereka aku mencoba merangkai kata meski bagiku syairku terasa masih jauh dibandingkan mereka yang bisa mencipta puisi dengan kedalaman makna.

Pada senyummu tergambar perjuangan

Di detak jantungku kutangkap langkahmu

Kau seperti tersenyum

Meski malu harus menutup rasa

Karena kau harus berjualan untuk menadapatkan asamu

Aku kagum padamu gadis

Tidak banyak yang sekuat dirimu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun